Mohon tunggu...
Muhammad Viki Riandi
Muhammad Viki Riandi Mohon Tunggu... Penulis - Founder Komunitas Sayang Jiwa dan Otak | Founder Lingkar Yatim Khatulistiwa

Seorang hamba yang sangat bergantung pada Rabb-nya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mukhayyar atau Muyassar ? Rahasia di Balik Pilihan dan Kemudahan Untuk Menemukan Jati Diri di Era Digital

24 September 2024   23:38 Diperbarui: 24 September 2024   23:42 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Gambar yang dihasilkan oleh model AI 

Pontianak, 24 September 2024 di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang didominasi teknologi, anak muda menghadapi tantangan yang unik dalam membentuk identitas diri. Media sosial, algoritma, dan kemudahan akses informasi memang menawarkan banyak keuntungan. Namun, di balik semua itu, ada tekanan sosial yang kian meningkat, menuntut mereka untuk tampil sempurna, dan selalu berada di puncak tren. Dengan konsep mukhayyar (pilihan) dan muyassar (kemudahan) yang diambil dari ajaran Islam, kita bisa memahami bagaimana anak muda dapat menghadapi tantangan ini dengan cara yang bijak, dan sehat.

    Menavigasi Dunia Pilihan (Mukhayyar) di Era Digital

Hidup di era digital adalah tentang pilihan. Setiap hari, anak muda dihadapkan pada ribuan keputusan: platform mana yang harus digunakan, tren apa yang harus diikuti, dan bagaimana menampilkan diri mereka di dunia maya. Semua ini memberikan kebebasan, namun juga mengundang stres. Pilihan yang tak terhitung jumlahnya ini sering kali menimbulkan kebingungan, dan tekanan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orang lain.

Sebagai contoh, media sosial memberi kebebasan untuk mengekspresikan diri, tapi juga mengundang perbandingan terus-menerus. Ketika anak muda melihat rekan-rekan mereka tampil "sempurna" di Instagram, atau TikTok, mereka sering kali merasa tertekan untuk melakukan hal yang sama. Di sinilah konsep  mukhayyar  menjadi relevan. Meskipun kita diberi banyak pilihan, tidak semua pilihan harus diambil. Anak muda perlu memilih dengan bijak, mempertimbangkan dampak psikologis, dan emosional dari setiap pilihan mereka.

Misalnya, apakah mengikuti tren terbaru hanya untuk mendapatkan pengakuan benar-benar memberikan manfaat?.  Atau justru menambah beban mental ? Setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih jalannya sendiri, tetapi mereka juga perlu memahami batasan, dan konsekuensi dari setiap keputusan.

   Kemudahan yang Tersedia (Muyassar) di Tengah Tekanan

Di sisi lain, konsep  muyassar  menawarkan perspektif bahwa Allah Ta'ala tidak memberikan beban yang lebih dari kemampuan seseorang. Ini berarti ada kemudahan yang selalu bisa ditemukan di tengah tantangan. Anak muda sering kali merasa terjebak dalam "kompetisi sosial" yang terus-menerus di dunia maya, di mana mereka harus terlihat lebih baik, lebih produktif, atau lebih berprestasi daripada orang lain.

Namun, kemudahan bisa datang dari keputusan untuk melangkah mundur sejenak, dan mengatur ulang prioritas. Mengurangi konsumsi media sosial, misalnya, bisa memberi jeda yang sehat bagi mental, dan fisik. Banyak dari kita tidak menyadari betapa waktu yang dihabiskan di dunia maya bisa menguras energi mental, dan emosional. Dengan mengadopsi prinsip  muyassar , anak muda diingatkan bahwa selalu ada jalan yang lebih ringan untuk dijalani, dan tidak apa-apa untuk beristirahat dari tekanan.

Contoh lain adalah mencari kemudahan dalam menjalani rutinitas harian. Dengan teknologi yang terus berkembang, ada banyak cara untuk mempermudah tugas-tugas sehari-hari. Alih-alih merasa terjebak dalam rutinitas yang monoton, anak muda bisa memanfaatkan teknologi untuk lebih produktif, sekaligus memberikan waktu untuk hal-hal yang mereka nikmati.

   Tekanan Media Sosial dan Kesehatan Mental: Isu yang Tak Terelakkan

Dampak dari banyaknya pilihan, dan tuntutan sosial ini bisa terasa pada kesehatan mental. Seiring waktu, perbandingan yang konstan dengan orang lain bisa menyebabkan perasaan rendah diri, kecemasan, dan bahkan depresi. WHO melaporkan bahwa gangguan mental di kalangan anak muda meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Media sosial menjadi salah satu faktor utama yang memicu perasaan tidak cukup baik.

Algoritma media sosial dirancang untuk terus menampilkan konten yang memicu keterlibatan emosional. Akibatnya, anak muda sering kali terjebak dalam  filter bubble , dan  echo chamber  yang mempersempit pandangan mereka. Hanya konten yang mereka sukai yang muncul di linimasa, membuat mereka semakin terpisah dari perspektif berbeda. Kondisi ini sering kali memperburuk polarisasi sosial, dan memengaruhi cara anak muda membentuk opini serta memahami dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun