Mohon tunggu...
Muhtolib
Muhtolib Mohon Tunggu... Freelancer - Seneng ngopi sambil bermacapat

Berbagi yukk

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Penggerak: Upaya Mewujudkan Generasi Indonesia Emas 2045

24 Maret 2022   13:07 Diperbarui: 24 Maret 2022   13:09 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbaikan dunia pendidikan di Indonesia selalu menyita perhatian publik. Kualitas pendidikan selalu dibenahi, kurikulum diperbaharui, para pendidik di-upgrade dengan berbagai pelatihan. Pemerintah terus berupaya menyongsong Indonesia emas di tahun 2045.

Guru menjadi ujung tombak  dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Meski hanya bertemu siswa kurang dari delapan jam dalam sehari, namun beban berat untuk mencerdaskan dan berkarakter selalu terpikul dipundaknya. Di satu sisi, saya setuju dengan pernyataan Anies Baswedan yang menyatakan bahwa  sekolah tidak sama dengan laundry, memasukan baju kotor, maka keluar akan menjadi  bersih, begitupula dengan sekolah, bagaimana pun perilaku anak, maka ketika dimasukan sekolah, begitu keluar, anak menjadi baik.

Derasnya arus globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi, menjadikan siswa lebih cepat menerima pengetahuan kekinian dibanding gurunya di sekolah. Namun, masuknya pengetahuan tanpa dibarengi dengan ilmu akan terjadi krisis karakter pada siswa. Ilmu yang akan menuntun kita pada hakekatnya sendiri, yaitu kebermanfaatan pada semua.

Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim menyatakan bahwa pendidikan merupakan apa yang terjadi di ruang kelas dan di rumah. Teknologi tidak mungkin menggantikan koneksi itu. Harus ada koneksi batin agar trust tercipta dan proses belajar mengajar menjadi lebih efektif. Disinilah pentingnya sentuhan guru pada siswa. Ada kekhasan tersendiri. Siswa cenderung mudah diarahkan oleh guru. Penanaman nilai dan karakter menjadi akan terus tumbuh dengan sentuhan dari guru.

Guru penggerak. Program ini menjadi upaya untuk menyongsong Indonesia Emas 2045 sekaligus menjawab tantangan globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi. Mengembalikan ruh filosofi Ki Hajar Dewantara; Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani adalah dasar pemikiran program guru penggerak. Diberbagai media, Kemendikbud akan menargetkan 405 ribu guru untuk dicetak menjadi guru penggerak. Sejak Mendibud Nadiem Anwar Makarim, memang pendidikan lebih banyak mengutak-atik guru ketimbang kurikulum itu sendiri. Mulai dari RPP 1 lembar, guru tidak boleh dibebankan banyakya admnistrasi, hingga guru diberi keleluasaan mendidik demi kebaikan siswanya.

Guru Penggerak. Konsep pendidikan ini yang menitikberatkan pada kemampuan guru untuk bisa menggerakan di setiap unit sekolah. Istilah guru penggerak sebenarnya sudah lama kita dengar, Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh Taman Siswa, sekaligus Bapak Pendidikan Indonesia juga pernah menggunakan istilah ini. Guru penggerak adalah guru yang selalu kreatif dan inovatif, senantiasa menjadi aktor dalam perubahan kualitas sekolah yang lebih baik.

Realita dunia pendidikan hari ini, berdasarkan data dari World Population Review tahun 2021 Indonesia masuk peringkat 54 dari total 78 negara yang masuk dalam pemeringkatan pendidikan dunia. Kita masih kalah jauh dibanding negara tetangga, seperti; Malaysia dan Singapura. Lantas bagaimana agar pendidikan kita tidak tertinggal? Mampukah dengan program guru penggerak kita bisa mengejar ketertinggalan?

Ada dua hal yang harus dilakukan saat ini untuk menjawab pertanyaan di atas. Pertama, Pembenahan Guru. Kita harus melakukan pembenahan terhadap kualitas guru. Guru yang jarang ngapdate, terkadang pengetahuannya kalah oleh siswanya. Guru penggerak menjadi solusi. Guru akan dituntut untuk belajar, belajar, dan belajar. Guru tidak lagi memandang siswa sebagai obyek, tapi harus menempatkan siswa sebagai subyek. Dalam pembelajaran, siswa diberi keleluasaan dari mana ia tertarik dan mau untuk mulai belajar. Siswa yang senang bermain game, tentu kita harus memulai pembelajaran dari simulasi game. Siswa yang senang menggambar tentu kita harus memulai dari menggambar tentang materi yang akan diberikan. Jadi, siswa akan tumbuh dengan minat bakatnya menjadi produktif dan belajar penuh makna.

Kedua, Sistem Pendidikan. Merdeka belajar adalah sistem pendidikan hari ini yang kita gunakan. Begitu ngetrend istilah ini, hingga tak sedikit orang menggunakan kaos bertuliskan "Merdeka Belajar". Konsep merdeka belajar sejatinya memberikan keleluasaan sekolah, guru, siswa berinovasi, berimprovisasi untuk belajar secara bebas, mandiri, dan kreatif. Tidak akan ada lagi guru ceramah di kelas, nulis di papan tulis dan siswa mencatat, dan pembelajaran lain yang monoton. Kita akan disuguhkan berbagai kreatifitas dalam pembelajaran. Siswa diberi kebebasan sesuai minatnya dalam proses pembelajaran. Potensi siswa akan teraktualisasi dengan baik. Sekolah pun menjadi merdeka!

Merdeka Belajar dan Guru Penggerak. Dua hal inilah yang akan mampu mengejar ketertinggalan pendidikan kita dan mewujudkan pendidikan berkualitas pada Indonesia Emas 2045. Sekolah harus memulai menciptakan kultur merdeka belajar dengan menjadikan guru penggerak sebagai aktor perubahan. Pendidikan harus memanusiakan manusia.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun