Tapi kemudian, keinginan Jokowi untuk membentuk koalisi ramping dan tidak bagi-bagi kursi membuat partai-partai politik sempat galau (cieee "galau", kayak ABG aja). Amien Rais secara terang-terangan mengungkapkan kekecewaannya terhadap PDI-P yang ingin membentuk koalisi ramping (link berita). Fahri Hamzah bahkan secara terbuka menyatakan, "Dia (Jokowi) enggak ngerti multipartai, enak saja enggak mau bagi-bagi kekuasaan." Sedangkan Golkar dan PPP akhirnya turut merapat ke Gerindra. Golkar lewat Fadel Muhammad menyebutkan bahwa Golkar mendapat janji jatah kursi menteri dari Gerindra.
Lalu, apa hubungan antara paniknya partai-partai tersebut dengan hebohnya pilpres 2014?
Hebohnya pilpres 2014 lebih karena banyaknya black campaign yang menyerang pribadi capres. Ketidakdewasaan sebagian masyarakat dalam mengakses dan menyebarkan informasi turut menjadi pemicunya. Tapi, pernahkah kita bertanya, bagaimana black campaign itu diawali?
Dari sisi sumber informasi, black campaign itu ada dua.
Pertama, black campaign yang awalnya bersumber dari fakta yang disampaikan oleh media informasi tapi kemudian diarahkan pada kesimpulan negatif dan dibesar-besarkan. Contohnya, isu yang menyerang Prabowo terkait tunggakan gaji karyawan PT. Kertas Nusantara miliki Prabowo. Padahal, kepengurusan perusahaan tidak dipegang oleh Prabowo, mengaitkannya dengan tunggakan gaji menurut saya berlebihan.
Sedangkan, isu utama yang menyerang Jokowi terkait sumpah jabatan sehingga ia dianggap tidak amanah. Padahal dalam sumpah jabatan tidak satupun terdapat kalimat dimana Jokowi berjanji akan bertahan menjadi Gubernur DKI Jakarta hingga masa bakti 5 tahun (video pelantikan Jokowi-Ahok). Selain itu, isu ini terdengar sangat lucu mengingat PKS, sebagai partai pendukung Prabowo. juga menawarkan Aher yang masih menjabat Gubernur Jawa Barat untuk menjadi cawapres. Pertama, PKS menawarkan nama Aher pada PDI-P, namun setelah gagal berkoalisi dengan PDI-P, PKS menawarkan nama Aher pada Prabowo.
Black campaign seperti di atas, yang awalnya bersumber dari fakta tapi diarahkan pada kesimpulan negatif, bagi saya, sangat mungkin muncul karena sikap berlebihan masyarakat dalam mendukung capres pilihan mereka. Ini lebih berupa sikap reaktif masyarakat dalam menyerap informasi dan menyampaikannya kembali .
Kedua, black campaign yang dilakukan secara sistematis. Tandanya adalah, black campaign ini sama sekali tidak berdasar fakta. Jadi, materinya diproduksi dan disebarkan secara sistematis.
Ok, kemudian dimana hubungan antara paniknya partai politik dan black campaign yang dilakukan secara sistematis?
Untuk tidak mengatakan tidak ada, saya belum dapatkan black campaign yang secara sistematis menyerang Prabowo. Sebaliknya, begitu banyak black campaign sistematis yang menyerang Jokowi. Di bawah ini hanya beberapa yang saya ambil untuk contoh:
- Jokowi antek Amerika dan Zionis
- Jokowi beragama Kristen
- Jokowi keturunan Cina
- Ibu Jokowi beragama Kristen
- Ibu Jokowi adalah tokoh PKI
- Jokowi membawa kepentingan Syiah
- Jokowi terlibat kasus korupsi Trans Jakarta
- Transkrip pembicaraan Megawati dan Jaksa Agung untuk melindungi Jokowi dari jeratan kasus korupsi
- Revolusi Mental adalah bukti bahwa Jokowi akan menghidupkan Komunisme
Black campaign yang lucu... Bayangkan, jika benar Jokowi membawa kepentingan Amerika, Zionis, Kristen, Cina, Komunis, Syiah, dan lainnya, maka hebat betul Jokowi bisa menyatukan kelompok-kelompok tersebut. Hal yang nggak pernah bisa dilakukan oleh PBB, Presiden Amerika dan Rusia, Ayatullah di Iran, atau Paus di Vatikan.