Mohon tunggu...
Muhtar Ahmad
Muhtar Ahmad Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati dan praktisi pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Proaktif dan Perubahan: “Ah, Salah Saya!”

30 November 2014   16:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:27 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


An army of deer lead by a lion is more to be feared than an army of lion lead by a deer. – Philip of Macedonia

Kalimat Philip of Macedonia pada awal tulisan ini dikutip oleh Mark Sanborn dalam bukunya “You Don’t Need a Title to be a Leader.” Membaca kutipan itu membawa sebagian pikiran saya pada Jokowi. Beberapa hari terakhir, berita-berita menggambarkan bagaimana beberapa kepala pemerintahan negara lain bereaksi yang mengindikasikan kekhawatiran mereka atas kebijakan tegas Jokowi untuk menenggelamkan kapal nelayan asing yang mengambil ikan dari perairan laut indonesia secara ilegal. Jika itu mengindikasikan kualitas kepemimpinan Jokowi sekaligus rasa segan negara lain terhadap Indonesia, maka itu layak membuat bangsa Indonesia tersenyum sumringah.

Setelah sesaat terlena dalam lantunan indah tentang harapan kebangkitan Indonesia, ingatan tentang sosok Jokowi menyeret pikiran saya ke dalam hingar-bingar pilpres 2014 di arena media sosial dan reaktifnya sebagian besar pengguna media sosial di Indonesia. Sentimen terhadap capres yang didukung melemahkan daya kritis terhadap informasi yang ada. Tumbuh dari dan di tengah kebhinekaan seharusnya mengajarkan bangsa Indonesia bahwa perbedaan pilihan tidak akan pernah menghambat suatu bangsa untuk menjadi besar. Cara mengelola perbedaan itulah yang kemudian menentukan. Terkadang, muncul godaan untuk menyalahkan media berita online atas fenomena tersebut. Terlebih, berita-berita online saat ini semakin menunjukkan terabaikannya idealisme jurnalistik oleh para awak media dan perusahaan mereka. Namun, praktik-praktik jurnalistik online tersebut adalah bagian dari prinsip feedback loops (putaran umpan-balik) yang akan terus eksis sebagai bentuk ‘pemenuhan’ (supply) terhadap ‘permintaan’ (demand) pengguna jasa mereka.

Saat berbicara tentang godaan untuk menyalahkanmedia berita online, ingatan saya meloncat pada sosok Ustadz Abdul Aziz, seorang ulama di daerah asal saya Mataram. Ustadz Aziz, begitu biasa teman-teman dan saya menyebutnya, memimpin pondok pesantren yang mengajarkan al-Quran. Dalam berbagai kesempatan ia seringkali mengingatkan para orangtua dan para pengajar di pondok untuk tidak memarahi anak. Jika ada kekurangan pada anak dalam hal pelajaran yang didapat, maka itu tanda ada hal yang perlu diperbaiki dari proses di kelas. Kemudian ia melanjutkan, apapun kekurangan yang ada di pondok pesantren adalah tanggungjawabnya. Dalam bahasa canda ia berkata, “Ah, salah saya!” Ternyata kalimat itu tidak satu-dua kali ia ucapkan. Ustadz Aziz sering mengucapkan kalimat tersebut saat mengetahui ada kejadian buruk. Sebagai ulama, ia merasa itu adalah bagian dari tanggungjawabnya.

Apa yang ditunjukkan oleh Ustadz Aziz itu adalah wujud dari cara berpikir proaktif yang menjadi karakter pemimpin. Proaktif adalah memfokuskan energi pada upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan. Perubahan positif pada individu akan terjadi jika ia berpikiran proaktif. Sedangkan perubahan positif pada kelompok, komunitas, organisasi, atau bangsa hanya akan terjadi jika individu-individu di dalamnya bersikap proaktif. Ustadz Aziz adalah salah satu contoh pribadi yang mampu meyakinkan bahwa setiap orang adalah pemimpin. Perubahan signifikan yang dibawanya tidak hanya tampak pada kualitas santri lulusan lembaganya, tapi juga pada loyalitas tenaga pendidik dan kependidikan pada lembaga tersebut. Bahkan intensitas hubungan dengan para orangtua turut membawa perubahan positif pada wawasan dan sikap orangtua terkait pendidikan.

Setelah sesaat angan saya bernostalgia dengan sosok Ustadz Aziz, pikiran saya kembali tertarik ke pusaran renungan sebelumnya, bagaimana bangsa Indonesia mengelola keragamannya. Dengan fokus pada perubahan positif yang bisa dilakukan, setiap individu bisa memimpin dirinya dan orang lain ke arah perubahan positif. Selamat memimpin!

Artikel menarik lainnya tentang kepemimpinan: "Pemimpin Tak Butuh Jabatan untuk Membawa Perubahan"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun