Penyebaran wabah covid-19 masih terus berlangsung hingga saat ini, virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan ini telah menyebabkan ratusan negara di dunia terjangkit. Semenjak awal maret, Indonesia telah mengkonfirmasi adanya penularan covid-19 pertama di wilayah Depok pada 2 Maret yang lalu.
Setelah itu kasus covid-19 di Indonesia naik melonjak, kemudian pemberlakuan kebijakan WFH, PFH, dan LFH dilakukan oleh sejumlah daerah untuk menekan angka penyebarannya. Pemberitaan melalui jejaring media konvensional dan media sosial silih berganti melakukan pemberitaan yang kian intensif dalam memberikan informasi seputar covid-19 ke masyarakat luas.
Kepanikan terjadi di masyarakat ketika waktu-waktu awal sejumlah daerah memutuskan untuk melakukan karantina wilayah dengan mengambil istilah PSBB. Sejumlah media gencar memberitakan bahwa semenjak covid terjadi kelangkaan barang pokok disejumlah daerah dan akibatnya langsung direspon masyarakat secara berlebihan dengan melakukan pemborongan.
Fungsi media sebagai alat informasi yang proporsional ditengah kondisi saat ini bagi masyarakat perannya dinilai tidak cukup optimal dalam memberikan informasi yang ideal bagi masyarakat. Justru terkadang media menjadikan isu atau polemik seputar covid menjadi "Barang dagangannya".
Menarik untuk menelisik fenomena media ditengah pandemi terutama pengunaan sosial media, jumlah ponsel yang terdapat di masyarakat bahkan jumlahnya hampir dua kali lipat, jumlah penduduk Indonesia keseluruhan berjumlah sekitar 250 juta sedangkan penggunaan ponsel ditengah masyarakat mencapai angka 370 juta.
Covid-19 menjadi isu sensitif, sekali media melakukan peliputan adanya kejadian janggal maka akan dikemas semenarik mungkin oleh media agar mendapatkan nilai jual yang cukup tinggi dan kemudian ramai-ramai masyarakat menyorotinya. Kasus kelangkaan APD dan masker menjadi topik yang hangat bagi masyarakat Indonesia di beberapa waktu yang lalu.
Selain itu, polemik penemuan adanya obat atau antivirus covid-19, mulai dari daun kelor sampai dengan kalung "Ajaib" corona mewarnai perdebatan diantara pakar epidemologi, politisi bahkan hingga pakar ekonomi yang terjebak debat kusir sebagai akibat dari mainsistem media dalam mendulang profit. Â Â
Selain melalui jejaring media konvensional, pemberitaan melalui sosial media seperti whatsapp, twitter dan yang lainnya juga mendominasi pemberitaan. Pengguna medsos aktif masyarakat Indonesia bahkan mencapai angka 106 Juta, oleh sebab itu apabila media digunakan untuk menyebarkan informasi yang misinterpretasi dan cenderung hoax maka masyarakat lah yang merasakan dampaknya.
Media dalam hal ini berperan sebagai alat propaganda kecemasan bagi masyarakat, beberapa contoh informasi yang dimuat secara tidak proporsional dan minimnya substansi seperti pengangkatan judul berlebihan di kanal-kanal portal online.
Fungsi media dalam menggarap sebuah informasi alangkah baiknya jika media berperan sebagai penyeimbang atau informasi sekunder setelah informasi dari pemerintah dan dapat diajadikan sebagai alat informasi yang edukatif bagi masyarakat dan tidak sebaliknya yaitu dengan memberikan ketakutan.
Pemberitaan oleh media mestinya difokuskan pada seputar angka penyebaran, perkembangan dunia kesehatan dalam mengembangkan antivirus, dan membantu pemerintah meningkatkan kesadaran masyarakat agar melakukan sop protokol kesehatan.
Beritakan yang sewajarnya saja, tidak perlu dibungkus atau dikemas se-sensitif mungkin agar masyarakat tertarik melihat informasi tersebut, karena persoalan covid-19 berkenaan dengan kehidupan sosial masyarakat tidak elok jika mengambil judul atau topik secara berlebihan.
Pemberitaan yang dimuat secara berlebihan akan berdampak buruk bagi psikologis masyarakat dalam menerima informasi yang diberikan tersebut. Informasi tidak proporsional akan memberikan output tidak optimal bagi peningkatan pengetahuan masyarakat seputar covid-19 dan hiperinformasi akan memberikan kecemasan berlebih oleh sebagian besar masyarakat.
Pemberitaan di media baik itu konvensional ataupun sosial media bisa jadi sangat rentan dampaknya bagi masyarakat mengingat media memiliki pengaruh sangat besar dalam menentukan kuasa pemberitaan (baik/tidak) dalam realitas sosial. Jika media memberikan informasi secara tidak substantif maka konstruk sosial pada masyarakat menjadi bias.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H