Ini karena pemberian uang, secara tidak langsung, menghapus niat baik seseorang dan menggap hubungan secara transaksional. Bukan pada hubungan saling percaya yang bermakna dan jangka panjang. Barangkali, dalam konteks pekerjaan, sah-sah saja pandangan ini digunakan, tapi hubungan kerja itu nantinya tidak akan memberikan kepuasan batin yang 'utuh'. Sekali lagi, motivasi eksternal sangat rapuh untuk dijadikan pijakan.
Contoh lainnya adalah, kenapa uang begitu rapuh, saat kita ingin menunjukan niat baik kepada teman yang kita kasihi. Kita terus berusaha untuk terus hadir kala suka dan duka, sesekali mentraktir dia makan, memberi hadiah kecil karena kita berniat baik untuk membangun hubungan dengannya, tapi dengan tiba-tiba teman kita berkata "Maaf aku telah menyata banyak waktumu, kira-kira berapa nominal yang bisa aku ganti?" Contoh ini dan konteks ini bisa juga berlaku pada lingkungan kerja.
Saat seseorang begitu mencintai pekerjaannya, tapi hasil kerja hanya diukur dari uang, betapa hubungan kerja itu akan rapuh. Motivasi seseorang berkerja akhirnya tidak digantungkan pada yang internal; makna, tujuan, kepuasan, dan pencapain, melainkan pada sisi matrealistik yang transaksional saja. Itulah kenapa, uang bukan segalanya!
Lalu, saat kita merasa begitu kehilangan arah tentang rutinitas hidup, sepertihalnya Sisifus memindahkan batu-batu dari titik berbeda ke titik yang sama, berkali-kali. Sudah saatnya mungkin kita kembali bertanya pada diri sendiri "Apa tujuan hidupku?" "Apa makna yang kubangun dengan melakukan aktifitas ini?" "Adakah manfaat dan kepuasan yang aku rasakan?"
Pada akhirnya begitulah kenapa kita sebagai manusia rela 'menderita'. Karena penderitaan yang kita rasakan adalah proses yang tak bisa dihindari. Itu adalah konsekuensi logis sebagai akibat atas keputusan yang kita ambil. Namun, kita pun perlu menilai apakah pendiritaan ini 'worth it'Â atau malah 'sia-sia'.
Saat pertanyaan tentang motivasi internal dan eksternal mana yang lebih kuat, saya kira pembaca sudah mampu menyimpulkan yang mana. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H