Mohon tunggu...
Mas Kip
Mas Kip Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya orang biasa yang sedang belajar

Membaca, Melihat, Mendengar, Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sinau Bareng : Mari Belajar Kontekstualisasi Diri

5 Juni 2017   03:59 Diperbarui: 5 Juni 2017   04:30 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bersambungan dengan penempatan diri mengenai Pancasila, “Kita Indonesia, Kita Pancasila”, pada segmen akhir meneruskan soal Pancasila ini. Tidak seharusnya Pancasila dipertentangkan dengan agama, sebab dibolak-balik secara ke dalam diri umat Islam, Pancasila adalah ciptran al-Qur`an. “Makna ekstra Pancasila itu terletak pada Sila Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa). Sedangkan sila kedua hingga kelima bersifat universal di mana pun belahan dunia,” tegas Mbah Nun. Tetapi, lebih lanjut dipaparkan, Pancasila juga jangan didewa-dewakan. Dalam hal ini, Mbah Nun menjelaskan, “Pancasila itu kita hormati bukan (semata) karena kalimat dan isinya, tetapi karena merupakan lambang harga diri bangsa Indonesia…sebenarnya Pancasila juga sudah kita punyai di dalam diri kita sehingga dengan begitu kita juga tidak boleh merendahkan Pancasila.”

Mbah Nun membawa generasi milenial yang dicintai Allah dan Allah mencintai mereka untuk mendalami Pancasila secara jernih dari berbagai sisi dengan tidak terperosok pada salah satu di antara pihak-pihak atau pemikiran yang bertentangan dan mempertentangkan Pancasila dengan, misalnya, agama.

Pada bagian awal Sinau Bareng ini, menggaris tebali sekali lagi Mbah Nun meminta semua jamaah dan hadirin agar tidak gampang menilai-nilai atau menyimpul-nyimpulkan orang lain. Rumusnya, kata Mbah Nun, jangan membawa-bawa kebenaran di mana-mana. Kebenaran adalah bekal, bukan untuk diomong-omongkan, tetapi kebijaksanaanlah yang kita persembahkan kepada orang lain atau masyarakat.

Pesan-pesan ini paralel adanya dengan pesan-pesan lain Mbah Nun tentang pentingnya bersikap luas jiwa dan hati tepat pada saat interaksi kita sesama muslim maupun sesama manusia banyak diwarnai kesempitan berpikir dan kesempitan persepsi tentang manusia dan agama. Karena itulah, sebuah nomor bertajuk “Sing Jembar Atine” dihadirkan KiaiKanjeng. Pada nomor ini, Bu Anne Rasmussen dari Amerika yang sudah dikenal baik Jamaah ikut bermain dengan duduk di samping Mas Blothong.

Dalam acara tersebut membubuhkan sebait lirik Qasidah Al-Burdah Imam Bushiri dalam lantunan bernada tinggi : “Ya Nafsu La Taqnathi min zallatin ‘adhumat, innal kabairo fil ghufroni kallamami, kurang lebih artinya: Duhai jiwa-jiwa manusia, janganlah berputus asa walau dosa-dosamu bertumpuk, sesungguhnya dosa-dosa besar itu di hadapan ampunan-Nya bagaikan kapas tertiup angin”. Pilihan yang pas. Bait-bait yang merengkuh. Bait-bait Silmi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun