Potensi yang ada manusia sangat penting sebagai karunia yang diberikan Allah untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah dimuka bumi. Manusia tidak akan mampu menjalankan amanahnya sebagai seorang khalifah, tidak akan mampu mengemban tanggung jawabnya jikalau ia tidak dilengkapi dengan potensi-potensi tersebut dan mengembangkannya sebagai sebuah kekuatan dan nilai lebih manusia dibandingkan makhluk lain. Kualitas SDM ini tentu saja tidak cukup hanya dengan menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek), tetapi juga pengemban nilai-nilai rohani dan spiritual, yaitu berupa iman dan taqwa.
Jadi, pengembangan SDM ini sangat penting, tak hanya dari sudut ilmu pengentahuan dan tekhnologi namun juga tak kalah pentingnya dalam dimensi spiritual. Kualitas SDM tidak akan sempurna tanpa ketangguhan mental spiritual keagamaan. SDM yang tidak disertai kesetiaan kepada nilai-nilai keagamaan hanya akan membawa manusia ke arah kenikmatan duniawi atau hedonisme belaka. Dan jika semangat hedonisme sudah menguasai manusia, maka bisa diramalkan yang terjadi adalah penindasan manusia terhadap manusia lain. Dengan demikian pengembangan SDM berdasarkan konsep islam adalah membentuk manusia yang berakhlaq mulia, yang senantiasa menyembah Allah dan bertaqwa kepada Allah.
Dalam sistem pengelolaan SDM mengacu pada apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad.SAW didasarkan pada konsep islam mengenai manusia itu sendiri.
*Konsep 1: Manusia diciptakan untuk beribadah kepada tuhan. Oleh karena itu segala kegiatan manusia harus dalam bentuk konteks ibadah, yaitu ibadah dalam arti luas, tidak hanya ibadah yang bersifat ritual. Setiap kegiatan manusia bisa dinilai ibadah jika diniatkan untuk mencari keridhoan Allah. Misalkan bermasyarakat yang baik adalah ibadah, bekerja dengan giat merupakan ibadah, bahkan tidurpun bisa bernilai ibadah. Intinya segala sesuatu yang kita lakukan jika diniatkan untuk mencari keridhoan Allah maka itu dinilai ibadah.
*Konsep 2: Manusia adalah kholifatullah fil ardhi-wakil Allah dibumi, yang bertugas memakmurkan bumi. Konsekuensi dari kedua konsep ini adalah segala kegiatan manusia akan dinilai dan dipertanggung jawabkan kelak di akhirat. Islam mengusahakan sumber daya manusia untuk ikut memakmurkan bumi dalam lingkup pengabdian kepada tuhan dengan memanfaatkan seoptimal mungkin potensi yang telah dianugerahkan oleh tuhan.
Rasulullah sangat memperhatikan masalah remunerasi. Dalam hal recruitmen and slection, beliau sangat mementingkan profesionalisme. Beliau bersabda, Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat (kehancuran)-nya. (HR Bukari dan Ahmad). Rasulullah juga bersabda, siapa yang mengangkat seseorang sebagai suatu pegawai dari suatu kaum, padahal pada kaum itu terdapat seseorang yang diridhai Allah (cakap, sholih, dan beriman). Maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman. (HR Al-Hakim). Dalam hadis riwayat Abdur-Razzak dari Abu Hurairah dan Abu Said Al-Khudri, Nabi.s.a.w bersabda:Barangsiapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya. Sedangkan dalam hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
Artinya:Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.
Maksudnya adalah ketika kita mempekerjakan seseorang kita harus memberitahu terlebih dahulu jenis pekerjaan dan jumlah gajinya dan ketika waktunya dia untuk menerima gaji kita harus segera memberikan gajinya sesegera mungkin tanpa harus menunggu keringatnya kering.
Strategi pendidikan islam dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia diantaranya dapat ditempuh melalui dua model, yaitu strategi pendidikan yang bersifat makro dan strategi pendidikan yang bersifat mikro. Strategi yang bersifat makro terdiri dari tiga komponen utama, yaitu yang pertama, tujuan pendidikan islam yang mencakup pembentukan insan shaleh dan masyarakat shaleh. Kedua, dasar-dasar pokok pendidikan islam yang menjadi landasan kurikulum terdiri darin delapan aspek; ketuhanan, keterpaduan, kesinambungan, keaslian, bersifat ilmiah, bersifat praktikal, kestia kawanan, dan keterbukaan. Ketiga, prioritas dalam tindakan yang meliputi penyerapan semua anak yang mencapai usia sekolah, meninjau kembali materi dan metode pendidikan, pengukuhan pendidikan agama, administrasi dan perencanaan, dan kerjasama regional dan antarnegara didalam dunia islam. Sedangkan strategi yang bersifat mikro hanya terdiri dari satu komponen saja, yaitu tasykiyah al-nafs (pembersihan jiwa). Tasykiyah itu bertujuan membentuk tingkah laku baru yang dapat menyeimbangkan roh, akal, dan badan seseorang.
Dalam hubungannya dengan pengelolaan (organizational managemen), Rasulullah adalah manajer yang piawai dalam mendelegasikan suatu tugas kepada para sahabatnya. Hal ini dikarenakan beliau sangat mengenal karakter, potensi, dan minat masing-masing sahabatnya. Â Seperti kisah Umar Bin Khattab, ia adalah seseorang yang tinggi besar, kuat, serta pandai berperang. Akan tetapi Umar tak pernah diangkat menjadi penglima perang. Justru Usamah, pemuda 16 tahun, pernah ditugaskanmenjadi seorang panglima perang. Itu karena Rasulullah paham, bahwa selain memiliki kompetensi dalam berperang, Umar memiliki kompetensi sebagai seorang pemimpin (khalifah). Dan ia disiapkan untuk itu.
Rasulullah juga kerap melibatkan para sahabatnya dalam pengambilan keputusan. Contoh yang monumental tentang manajemen partisipatif ini bisa dilihat dari keberhasilan Rasul dan sahabat dalam perang Khandak. Disamping itu rasulullah sangat piawai dalam memberikan motivasi kepada sahabatnya secara tepat sesuai keadaan sahabatnya. Beliau tidak hanya memotivasi tentang masalah akhirat saja, beliau juga memotivasi para sahabatnya untuk selalu optimal di semua posisi dan peran kehidupan masing-masing. Yang menarik adalah Rasulullah memberikan perhatian yang istimewa kepada semua sahabatnya, sehingga diriwayatkan bahwa setiap sahabat merasa bahwa dia adalah orang yang paling diperhatikan dan paling dicintai Rasul-Nya. Inilah salah satu bentuk yang dicontohkan oleh Rasulullah. Pada praktiknya, Rasulullah tidak hanya sebagai seorang manajer, beliau adalah seorang leader. Dan lebih dari itu, beliau tidak hanya menjadi seorang leader, tetapi leader yang mampu mencetak leader-leader unggul. Hal ini bisa dilihat dari jejak khulafaur rasyidin dan semua sahabatnya.
Jadi, sumber daya manusia merupakan kekuatan terbesar dalam pengolahan seluruh apa yang ada di muka bumi, karena pada dasarnya seluruh ciptaan Allah yang ada di muka bumi ini sengaja diciptakan oleh Allah sengaja diciptakan untuk kemaslahatan manusia. Oleh karena itu sumber daya yang ada ini harus dikelola dengan benar karena merupakan amanah yang akan dimintai pertanggung jawabannya kelak. Untuk mendapatkan pengelolaan yang baik ilmu sangatlah diperlukan untuk pemberdayaan dan optimalisasi manfaat sumber daya yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H