2. Kurangnya kreativitas mahasiswa : Dengan terlalu seringnya mengandalkan chat GPT menjadikan mahasiswa terlalu bergantung dan malas untuk berpikir kritis dan inovatif yang menyebabkan berkurangnya jiwa kreativitas mahasiswa.
3. Menjadi lebih individualisme : Dengan adanya chat GPT banyak mahasiswa yang enggan untuk saling berdiskusi dalam memecahkan suatu permasalahan dan lebih memilih untuk langsung mencari jawaban pada chat GPT yang membuat mahasiswa lebih individualisme.
4. Plagiarisme : Mahasiswa cenderung menyalin dan menempelkan jawaban atau konten yang dihasilkan oleh chat GPT tanpa benar-benar memahami konten tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan pelanggaran etika akademik dan konsekuensi serius.
Menurut pandangan penulis, semakin maraknya penggunaan chat GPT di kalangan mahasiswa adalah suatu fenomena yang tidak dapat terelakkan dikarenakan semakin berkembangnya zaman, maka akses terhadap suatu informasi akan semakin cepat. Salah satunya adalah dengan terciptanya sebuah kecerdasan buatan. Hal ini dapat berdampak baik tetapi juga dapat berdampak buruk bagi para mahasiswa. Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi para mahasiswa untuk bijak dalam menggunakan kemajuan teknologi dengan tetap mengedepankan etika akademik. Etika akademik yang dimaksud berupa penyampaian informasi dengan jujur, tidak ketergantungan, membatasi penggunaan, dan mengedepankan pemahaman terkait permasalahan yang tengah dihadapi. Karena pada dasarnya, penggunaan chat GPT adalah sebagai bantuan, bukan sebagai jawaban dalam menghadapi suatu permasalahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H