Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah melibatkan elemen-elemen masyarakat yang berkompeten (LSM, Yayasan, lembaga-lembaga keagamaan, lembaga-lembaga profesi, dll) di dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek- proyek pembangunan yang sumbernya berasal dari pen- galokasian khusus dalam rangka pelaksanaan Otsus. Pendekatan ini pada dasarnya adalah pelaksanaan amanat dari Undang-undang Nomor 21 tahun 2001, sebagaimana yang tercantum dalam bagian Umum dari Penjelasan Undang-undang tersebut, yang berbunyi sebagai berikut “dengan memungkinkan terciptanya partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan.” Hal-hal yang dikemukakan ini hanya dapat dicapai apabila masing-masing instansi teknis di tingkat Provinsi Papua (Biro, Dinas, Badan, dll) melakukan apa yang dikenal dengan istilah “konsultasi stakeholder”. Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dari konsultasi stakeholder seperti ini. Yang pertama adalah, konsultasi stakeholder akan menolong semua pihak untuk memastikan bahwa apa yang direncanakan dan dilaksanakan benar-benar mencerminkan semangat dan isi Undang-undang Nomor 21 tahun 2001.
Yang kedua, konsultasi seperti ini memungkinkan terjadinya pengawasan yang efektif – sesuatu hal yang harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pelaksanaan proyek-proyek yang dibiayai dari Dana Otsus. Kecenderungan-kecenderungan untuk terjadinya ine- fisiensi penggunaan dana Otsus, termasuk di dalamnya dalam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), akan relatif efektif dapat diawasi dan dihindari apabila dilakukan proses konsultasi stakeholder seperti yang dimaksud di atas.
Yang ketiga, konsultasi stakeholder adalah alat yang efektif untuk menciptakan rasa memiliki dan meningkatkan tanggung jawab bersama antar berbagai unsur di pemerintahan, parlemen dan masyarakat terhadap keberhasilan program Otsus. Otsus Papua yang berdaya adalah Otsus Papua yang diterima dan dihargai oleh rakyat Papua sendiri. Dan, salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan memastikan terjadinya konsultasi stakeholder.
Dengan ini saya ingin memberikan sara terhadap permasalah otsus ini.
Menyadari tentang pentingnya dana Otsus digunakan secara tertib, benar dan tepat sejak awal, maka disarankan kepada Pemerintah Provinsi dan DPRP Papua untuk mempertimbangkan pokok-pokok berikut ini.
1. Prioritaskan segera pembentukan MRP. Agar Dana Otsus dapat digunakan pada tahun 2002 ini, tidak ada cara lain yang konsisten dengan isi Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 kecuali memprioritaskan pembentukan MRP. Segera sesudah MRP terbentuk, maka Eksekutif dan Legislatif dapat memasukkan rancangan rencana peman- faatan dana otsus tersebut (sebagai bagian dari RAPBD 2002) kepada MRP untuk dibahas. Apabila MRP menyetujuinya, maka rancangan tersebut dapat langsung disahkan oleh DPRP untuk kemudian digunakan untuk melaksanakan program- program. Sebaliknya, apabila MRP tidak menyetujui, maka sudah barang tentu rancangan tersebut masih harus diperbaiki.
2. Sementara proses pembentukan MRP berlangsung, rancangan rencana pemanfaatan Dana Otsus harus dibahas ulang dengan melakukan konsultasi stakeholder secara baik. Pembentukan MRP akan memakan waktu, dan karenanya perlu dilakukan kegiatan perencanaan penggunaan keuangan yang berasal dari pendanaan Otsus secara secara paralel. Dengan cara seperti ini maka kita tidak perlu kehilangan waktu percuma, dan dana Otsus untuk tahun 2002 tetap dapat digunakan sesuai peruntukannya. Perencanaan keuangan Otsus untuk tahun 2002, sementara menunggu pembentukan MRP, seharusnya dapat dilakukan secara baik karena tersedia waktu lebih banyak untuk melakukan konsultasi stakeholder.
3. Berikan perhatian pada upaya-upaya perbaikan ketersediaan data dan informasi yang benar- benar mencerminkan keadaan yang sebenarnya sebagai prasyarat utama perencanaan pemba- ngunan Papua. Salah satu masalah pokok pembangunan di Provinsi Papua adalah kelangkaan data dan informasi yang benar- benar dapat dipercaya – apalagi yang menyangkut berbagai informasi sosial, ekonomi dan kebudayaan penduduk asli Papua. Tentu kita masih ingat bahwa Sensus Penduduk 2000 tidak dapat dilakukan di paling tidak 4 Kabupaten di Provinsi Papua: Puncak Jaya, Paniai, Jayawijaya dan Yapen Waropen. Selain itu, cukup banyak orang asli Papua di Kabupaten/Kota lain yang menolak untuk dicacah pada sensus tersebut. Karena itu saya menyarankan agar dilakukan Sensus Penduduk Papua pada tahun 2002 dengan menggunakan kuesioner yang lebih tajam mengukur variabel-variabel yang memungkinkan kita untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas dan mendalam tentang keadaan orang-orang asli Papua pada khususnya dan penduduk Papua pada umumnya. Dengan demikian, kita akan memperoleh data yang jauh lebih dapat dipercaya dan akan sangat bermanfaat bagi peren- canaan pembangunan di masa mendatang.
Terima kasih.
Referensi :