Kata 'ngopi' terlihat tak memiliki teritori, karena maknanya yang sangat banyak, namun kata 'ngopi' tetaplah memiliki teritori makna semisal dalam teritori 'aktivitas nyangkruk.Â
Teritori makna kata 'ngopi' jelaslah berbeda dengan teritori makna kata 'tidur', yang keduanya bisa bertemu dalam teritori kata 'hidup'.
Teritorialisasi makna seperti yang kita lihat, jelas akan selalu berubah baik mengalami perluasan maupun penyempitan makna yang didasari lewat proses deteritorialisasi dan reteritorialisasi tak terhingga, perjalanannya bergantung (dalam suatu kasus menentukan) pada dinamika budaya yang ada.
Semiotika Metaforis Sebagai Renungan Metodis
Kita telah melihat bagaimana kata 'ngopi' mengalami kontradiksi, sekaligus bagaimana cara kerja bahasa hingga dapat membentuk makna kata 'ngopi' yang sedemikian rupa.Â
Abstraksasi dalam kata 'ngopi' dapat kita lihat sebagai suatu metafora, bahwa kata 'ngopi' secara metaforis dapat bermakna apa saja namun tetap ada teritori yang memetakan tandanya.
Dengan menggunakan semiotika/semiologi, kita dapat melihat bagaimana metafora dalam kata 'ngopi' bekerja.
Semisal kita dapat melihat ajakan 'ngopi' ini berasal dari siapa yang kemudian kita lihat kebiasaannya, lalu kita dapat menerka apa yang akan ia pesan/lakukan ketika fenomena 'ngopi' terjadi.
Perlu dicatat, jika kita ingin memahami kata 'ngopi' hari ini, kita tak boleh terjebak dalam teritori lama kata 'ngopi' yang bermakna hanya 'minum kopi', selamat ngopi baik itu menggunakan kopi maupun bukan kopi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H