Tentu teori tindak tutur Austin ini masih bisa bertahan bila kata 'ngopi' tak lagi dimaknai 'ngopi' atau 'minum kopi' yang jelas resikonya akan menimbulkan kontradiksi.Â
Kontradiksi 'ngopi' ini jelas tak dapat diselesaikan dengan madzhab strukturalisme ala Saussure dkk. Namun kontradiksi ini dapat dipahami dan dicari jalan tengahnya melalui beberapa metode pemahaman.
Dari Perluasan Semantik Menuju Era Post-Dialektik
Pemahaman klasik bahwa 'ngopi' bermakna 'minum kopi' jelas sudah kadaluarsa, 'ngopi' hari ini telah mengalami perluasan semantik atau evolusi makna. Kata 'ngopi' yang awalnya dimaknai 'minum kopi' telah meluas maknanya hingga dapat mewakili kata 'nge-teh', 'nge-mie', 'nge-es', dan lain-lain.
Roland Barthes menjelaskan bahwa tak ada makna tetap dalam bahasa, dengan demikian makna bahasa senantiasa berubah dari masa ke masa, 'ngopi' sebagai suatu kata jelas akan mengalami perubahan makna disadari atau tidak disadari, dengan kata lain 'ngopi yang dulu bukanlah ngopi yang sekarang'.
Fenomena pergantian makna ini yang kemudian menjadi rumpun dialektika bahasa yang menyusun budaya, namun kita sama-sama melihat bahwa gerak laju bahasa mengalami tumpang-tindih makna sehingga terjadi peleburan nilai-nilai budaya.Â
Di sinilah kita diantarkan pada era post-dialektis, era ketakjelasan makna yang secara radikal-sruktural bisa disebut sebagai era kemunafikan tanda.
Memahami bahwa tanda tak bersifat ajek rasanya perlu sebagai langkah menghindari perdebatan, seperti meng-iyakan segala minuman yang dipesan saat 'ngopi' bersama teman.
Deteritorialisasi Tanda dan Reteritorialisasi Makna Sebagai Bingkai Budaya
 Kesepakatan akan suatu makna membentuk suatu teritori tanda, yakni semacam wilayah makna (petanda) yang ada di setiap kata (penanda), semisal kata 'makan' yang memiliki teritori tanda yang berbeda dengan kata 'minum'.
Dalam fenomena pergantian makna, ada deteritorialisasi (penghancuran wilayah) tanda yang disepakati kemudian ada reteritorialisasi (pembentukan ulang wilayah) makna, yang kadang deteritorialisasi tak sepenuhnya diiyakan seperti ketakterimaan orang yang diajak 'ngopi' namun memesan yang 'bukan kopi'.