Mohon tunggu...
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rafi Azzamy Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pelajar

Menjadi manusia yang bersyukur dengan cara bernalar luhur dan tidak ngelantur | IG : @rafiazzamy.ph.d | Cp : 082230246303

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tahun Baru dan Hal-hal yang (Tidak) Baru

31 Desember 2021   16:12 Diperbarui: 31 Desember 2021   16:53 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : lpm Dinamika

"Tiada Yang Baru Di Tahun Baru, Fantasimu Tak Mau Menerima Kenyataan Itu"

 Tiap tahun, perayaan pergantian tahun bisa disebut perayaan paling meriah umat manusia, jika ditanya alasannya kebanyakan akan menjawab kemeriahan tahun baru disebabkan karena pergantian tahun terjadi lumayan lama sekaligus pergantian angka terlama di kalender kita, oleh karena itu pergantian tahun wajar bila dirayakan dengan meriah.

 Tentu ada beragam bentuk perayaan manusia akan pergantian tahun, ada yang merayakan dengan menghamburkan harta, ada yang merayakan dengan menabur benih harapan dalam pikiran, ada pula yang merayakan dengan perubahan diri menjadi lebih baik di masa mendatang.

 Dalam berbagai macam perayaan meriah tahun baru ini, apa yang sebenarnya kita cari? Bukankah tahun baru sejatinya adalah perubahan angka dalam kalender saja? Yang mana perubahan itu dihias oleh fantasi manusia? Masih layakkah kita merayakannya? Mari kita kaji bersama.

Euforia Pergantian Tahun Yang Meriah : Berlari Dari Hari yang Itu-itu Saja

 Bisa kita renungkan ulang bahwa pergantian tahun yang dirayakan dengan kemeriahan, sejatinya merupakan 'pelarian sementara' dari hidup yang suram dan menakutkan, ketakbersyukuran akan hidup dilupakan sehenak lewat terompet yang ditiup, pun hidup yang suram bin menyeramkan dilupakan lewat kembang api yang dinyalakan.
 
 Jaques Lacan mengatakan bahwa fantasi manusia timbul sebagai bentuk penutupan akan ketaklengkapan dirinya, manusia selalu bereksperasi guna menutupi ketakutannya akan realita yang ada. Euforia kemeriahan pergantian tahun sejatinya merupakan fantasi belaka, fantasi yang muncul karena masalah hidup yang kian hari kian timbul, fantasi tersebut dapat berupa : ekspetasi akan masalah yang segera terselesaikan, ekspektasi akan ketiadaan kesulitan, ekspektasi akan kebahagiaan.

 Fantasi manusia berupa perayaan meriah dalam tahun baru, sejatinya merupakan pelarian sementara atas realita yang ada, yang pada titik tertentu muncul pandangan bahwa 'tiap pergantian tahun harus dirayakan dengan meriah', seolah-olah akan aneh bila tak 'dirayakan dengan meriah'.

Tahun Depan Sama Saja Dengan Tahun Lalu, Yang Beda Cuma Fantasinya

 Dengan kita melihat perayaan meriah tahun baru sebagai fantasi, kita akan memahami bahwa sejatinya pergantian tahun hanyalah pergantian angka belaka. Pergantian tahun lalu menuju tahun sekarang, tahun sekarang menuju tahun depan sama saja esensinya yakni 'pergantian angka dalam kalender', yang berbeda adalah fantasinya.

 Jika tahun lalu kita berfantasi agar tahun ini kita menikah lalu ekspektasi tersebut gagal, mungkin tahun ini kita akan berfantasi agar setidaknya tahun depan kita tidak kecewa. Fantasi itu tercipta tuk menutupi ketakutan kita akan realita yang ada, tuk menutupi ketakutan kita bahwa tahun ini tak dapat menikah pun tahun depan pasti kecewa.

 Dari sini kita akan memahami pola fantasi manusia tiap tahun, bagaimana manusia selalu berupaya tuk lari dari kenyataan yang ada, berupaya tuk menciptakan pola-pola fantasi agar dunia seolah berpihak padanya. Fantasi menghasilkan hasrat, ketika manusia berfantasi akan sesuatu, secara spontan ia akan menginginkan sesuatu tersebut, pola-pola fantasi selalu berubah-ubah sehingga hasrat yang dihasilkan pun bermacam-macam.

 Pola fantasi yang terus menerus berubah ini bisa kita baca menggunakan teori hasrat ala Deleuze-Guattari, dalam Anti-Oedipus : Capitalism and Schizophrenia Deleuze-Guattari mengatakan bahwa hasrat merupakan mesin produksi berbahan bakar fantasi, tiap pergantian tahun selalu ada fantasi baru yang menghasilkan hasrat baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun