Padahal jika kita telaah, kerapian sendiri bukanlah hal yang standarnya tetap dan tidak berubah, coba kita analisa secara (agak) ilmiah, supaya tak seperti orang-orang sekolah yang menelan kebenaran tanpa melihat halal-haramnya pada kecerdasan.
Kerapian adalah standar etis yang tercipta dari rahim norma, makna 'kerapian' tiap daerah tidaklah sama, karena memang norma-norma tiap daerah berbeda.Â
Rambut pendek sebagai standar kerapian tentu juga lahir dari rahim norma, norma dibentuk oleh informasi yang merepresi kesadaran manusia, informasi sendiri seperti kata Mihaly Csikszentmihalyi dalam The Evolving Self : A Psychology for the Third Millenium dapat memengaruhi perkembangan diri, dengan kata lain 'rambut pendek sebagai standar kerapian' sebagai informasi dapatlah memengaruhi perkembangan diri.
Akan-kah perkembangan diri manusia (siswa khususnya) dapat lebih baik dengan adanya informasi bahwa 'rambut pendek itu rapi'? Hannah Arendt memperkenalkan sesuatu yang disebut 'banalitas', yakni suatu hal buruk yang menjadi kebiasaan lalu menjadi baik.Â
Saya melihat bahwa stigma 'rambut pendek rapi dan baik' yang me-negasi 'rambut panjang tak rapi dan tak baik' adalah suatu banalitas, mari kita lihat mana titik banalnya.
Sudahlah Akui Saja, Pelarangan Rambut Panjang Adalah Kebodohan yang Tak Terelakkan
Mengapa pelarangan rambut panjang adalah banalitas? Coba kita lihat saja dalam mekanisme praktisnya, Sekolah seperti kata Illich harusnya adalah tempat yang menyenangkan, yang kata Freire Sekolah itu membebaskan manusia dari penindasan (ditindas oleh kebodohan, keburukan dll), akan-kah peraturan pelarangan rambut panjang membuat Sekolah menjadi tempat yang menyenangkan? Atau menjadikan Sekolah seperti kata Freire bahwa akan menghlangkan penindasan?.
Yah jelas tidak lah, justru dengan adanya pelarangan rambut panjang, sekolah menjadi tempat yang menakutkan, dan seolah siswa menjadi narapidana yang musti dipetal rambutnya. Guru sering pula mengatakan "Saya Potong Dulu, Nanti Juga Tumbuh" terlihat sekali penyepelean di sana, murid seolah dianggap sebagai objek yang bebas dieksploitasi tubuhnya.
Siswa adalah manusia yang memiliki kesadaran, memiliki perasaan, bukan sebuah benda yang bila diapa-apakan akan menerima. Banyak dari siswa yang takut ke Sekolah karena alasan yang katanya sepele itu.Â
Dan eksploitasi kesadaran siswa itu hanya demi alasan kerapian, ibarat menyengsarakan 1000 manusia lalu mensejahterakan 1 di antaranya.
Yah pada akhirnya siswa hanya bisa diam walau impian dan kesadarannya dibunuh perlahan, saya menentang pembunuhan itu, saya ingin mengumumkan perang di medan pemikiran untuk sekolah yang tak memperbolehkan rambut panjang bagi siswanya, bahkan tak kurang dari 10 kali saya bersitegang dengan sekolah karena permasalahan kerapian dan rambut panjang.