"Pada hakikatnya cinta itu seluas samudra, pacaran lah yang menyempitkan maknanya, ketika sudah menjadi mantan tabu-lah yang dinamakan masih cinta"
 Siapa di sini yang tak pernah pacaran? Yah kalau yang sudah pernah pacaran, tulisan ini akan cocok tuk kalian renungkan, kalau yang masih belum, semoga tulisan ini dapat menjadi saran. Apa yang mendasari pacaran secara umum adalah rasa suka sama suka yang ingin diikat oleh hubungan, yang kalau ditarik lebih dalam, pacaran sejatinya hanyalah konstruksi budaya akan fantasi manusia terhadap cinta.
Apa itu cinta? Suatu hal yang seluas samudra
 Sebelum masuk lebih dalam, penulis akan mencoba bermusyawarah dengan para pembaca, mengenai apa itu cinta? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cinta bermakna 'sangat suka', 'benar-benar sayang' dan semacamnya. Saya tak ingin mengacukan makna cinta pada KBBI saja, karena yah sebenarnya makna cinta itu sangatlah banyak, bahkan ketika lautan dijadikan tinta tuk menulis makna cinta, belum tentu itu cukup untuk menafsirkan cinta yang sebenarnya, karena memang tak ada makna yang benar mengenai cinta.
 Manusia tak akan pernah dapat mencapai makna cinta yang sebenarnya, karena yang digunakan tuk memaknai cinta adalah bahasa, sedangkan bahasa seperti kata Umberto Eco dalam Interpretation and Overinterpretation adalah tempat berdusta, ketika bahasa tak dapat digunakan tuk berdusta, maka bahasa tersebut juga takkan dapat digunakan tuk mengatakan yang sebenarnya, dengan demikian apa yang menjadi makna tentang cinta, takkan pernah benar, sebab bahasa adalah semesta dusta.
 Kembali pada pertanyaan "apa itu cinta?" apa makna cinta menurut pembaca? Mungkin sebagian pembaca akan mengatakan bahwa cinta itu adalah hal yang membahagiakan, sebagai lagi mungkin mengatakan bahwa cinta itu hal yang mengecewakan, lalu dari kedua hal tersebut mana yang disebut arti cinta?. Bahkan seandainya KBBI mengatakan bahwa cinta itu adalah hal yang membahagiakan, itu karena pengalaman para penyusun KBBI tersebut mengenai cinta itu menyenangkan. Andaikan seluruh penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) itu memiliki pengalaman cinta yang mengecewakan, mungkin makna cinta di kamus KBBI yah menjadi hal yang mengecewakan.
 Maka dari itu, seperti kata saya tadi, tak ada yang dapat memaknai cinta sebenarnya. Bukan berarti kita tak boleh memaknai cinta, justru karena makna cinta yang tak pernah benar itulah, kita dapat sebebas mungkin memaknainya, toh suatu saat kita makna tersebut juga akan berubah. Semisal penulis memaknai cinta ketika mengenal seorang perempuan yang disukai oleh penulis, dan penulis senang dengan rasa suka itu, lalu ternyata si perempuan yang disukai penulis itu juga suka kepada penulis. Nah, di sana mungkin penulis akan memaknai bahwa cinta itu adalah hal yang membahagiakan hal yang misterius hal yang seru.
 Namun seiring berjalannya waktu, ketika penulis sangat dekat dengan perempuan itu, penulis mulai merasa tersiksa karena rasa cemburu, mulai terbelenggu karena adanya rindu, mulai kecewa dengan kelakuan perempuan yang berubah. Maka, di sana pemaknaan penulis akan cinta berubah yang awalnya penulis memaknai bahwa cinta itu menyenangkan, seru dan membahagiakan, menjadi mengekang seram dan menyakitkan. Inilah bukti bahwa makna cinta itu senantiasa berubah.
 Setiap manusia memiliki hak untuk memaknai cintanya, karena pemaknaan cinta itu dilahirkan oleh pengalaman yang berbeda, maka dari itu jangan mengganti makna cinta yang anda alami dengan membandingkan cinta anda dengan cinta orang lain. Semisal pembaca sedang menonton film Dilan dan Milea, lalu pembaca menemukan cinta di sana, bahwa cinta itu ya apa yang dilakukan Dilan dan Milea. Jikalau cinta tak sesuai dengan cerita Dilan dan Milea berarti cinta itu salah, padahal kondisi percintaan Dilan dan Milea sangat berbeda dengan kondisi percintaan yang dialami oleh pembaca.
 Rasakan pemaknaan cinta dengan pengalaman yang melintasi anda, karena cinta itu seluas samudra, kita semua berenang di lautan yang berbeda.
Cinta itu harus pacaran?
 Memasuki topik mengenai pacaran, apa itu pacaran? Secara umum, pacaran didefinisikan sebagai cinta yang dibungkus oleh hubungan, penulis tak tahu bagaimana terminologi 'pacaran' ini muncul di tengah umat manusia yang sedang menanam cinta. Budaya 'pacaran' ini membuat pandangan bahwa cinta kalau tak menikah yah pacaran, di luar itu hanyalah cinta yang tak sungguh-sungguh.
 Pertanyaan berikutnya, memangnya kenapa kalau cinta tapi tak pacaran? Banyak yang menjawab, yah itu bukan cinta beneran, itu ibarat perasaan yang digantungkan, itu adalah cinta tanpa kepastian, bagaimanapun cinta itu harus dibungkus oleh hubungan. Pandangan ini muncul karena budaya pemaknaan cinta yang terlalu sempit, seperti yang saya katakan di awal tulisan ini, pacaran hanyalah membuat hubungan seluas lautan menjadi sesempit bendungan. Tapi saya lihat ada pembelaan dari kaum 'cinta tanpa pacaran', yakni :
"Mencintai tanpa status, biar tak ada kata putus"
Ilusi Pacaran dan Fantasi Mantan
 Sampai sini kita sudah paham bahwa pacaran hanyalah mempersempit pemaknaan manusia akan percintaan, tapi mengapa budaya pacaran itu dapat bertahan dan justru menghegemoni segala tindak-tanduk percintaan (orang yang sekedar dekat, bisa disebut pacaran, padahal belum.
Yah ilusi jawabannya, pacaran itu adalah fantasi yang diciptakan tatanan sosial yang menuntut harus adanya hubungan di dalam percintaan, fantasi inilah yang membuat manusia-manusia yang mencintai tanpa berpacaran sering mengalami kekhawatiran (bedasarkan pengalaman penulis, kebanyakan perempuan).
 Mereka menganggap bahwa percintaan tanpa pacaran, adalah suatu kegiatan yang sia-sia dan tanpa kepastian, padahal pacaran sendiri adalah ilusi, ia juga tak bersifat pasti. Seolah pacaran adalah satu-satunya paradigma yang digunakan manusia dalam menjalani percintaan.
 Ketika manusia yang berpacaran putus, timbulah istilah 'mantan', istilah ini digunakan tuk menyebut manusia yang pernah berpacaran dengan kita, apa maknanya? Kosong menurut saya, karena istilah 'mantan' lahir dari rahim 'pacaran', maka ia hanyalah fantasi belaka, saya tertarik untuk mereview beberapa quots mengenai mantan, yakni :
(Q1)"Balikan dengan mantan itu ibarat meludah lalu menjilat ludah itu kembali"
(Q2)"Mantan itu awalnya manis, akhirnya sadis"
(Q3)"Tak boleh ada sedikitpun cinta kepada mantan, karena ia telah mengkhianati cinta kita"
 Saya sudah menyediakan bantahan atas quots di atas, yakni :
Q1. Apa salahnya balikan dengan mantan? Â Menjilat ludah kembali? Yah itu cintamu di mulut saja berarti, cintaku di dalam hati, kalau dikecewakan pun cintaku masih mengalir di dalam nadi. Kembali bersama mantan bukan berarti menjilat ludah kembali, hanya mengisi kembali hati kosong yang tak berpenghuni.
Â
Q2. Yah semua orang mah bisa seperti itu, bukan mantan saja, sia-sia mengeluarkan anggapan demikian.
Q3. Pacaran dan mantan itu hanyalah ilusi, cinta jangan dibendung oleh pacaran, kalaupun dia sudah menjadi mantan, pecahkan penjara itu, kalian akan tetap satu samudra.
"Putus ketika pacaran, bukan berarti tak boleh cinta, dan bukan berarti cinta itu harus dihilangkan entah kemana, cinta tetap ada, karena cinta seluas samudra, sedangkan pacaran hanyalah sebatas penjara"Â Â
Pesan untuk para manusia yang ingin mencintai
Untuk yang pacaran :
 "Yang telah pacaran, semisal kalian putus ketika masih cinta, itu tak ada salahnya, karena cinta kalian itu seluas cakrawala, pacaran hanyalah sebatas tabung udara"
Untuk yang tak pacaran :
 "Kalian tak harus pacaran ketika mengalami percintaan, karena kalian sudah melakukan hubungan perasaan yang tak perlu diungkapkan dengan perkataan, kalau kalian memilih pacaran, tak ada salahnya, cuman cinta kalian takkan menjadi seluas sebelumnya"
Untuk yang jomblo :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HÂ "Maem dulu yok"