"Sebutan penuntut ilmu disematkan pada manusia yang menuntut, bukan menurut"
 Bagi kalangan pelajar di Indonesia, pasti sering mendengar ungkapan bahwa murid itu harus patuh dan menurut kepada guru, ungkapan tersebut telah menjadi budaya dalam sistem pendidikan kita, seolah-olah guru telah menjadi berhala yang dipuja-puja oleh kaum quraisy sebelum Islam tiba. Tentu pada tulisan kali ini, saya akan mencoba menghancurkan berhala-berhala sekolah yang feodal dan totaliter tersebut, berhala itulah yang menjadi kepongahan sistem pendidikan kita.
 Dimulai dengan mendefinisikan siapa itu murid, tentu kita telah mengetahui bersama bahwa murid atau pelajar adalah sebuah sebutan pada manusia yang sedang menuntut ilmu, mereka disebut sebagai 'penuntut' karena tugas mereka adalah mencari dan mendatangi ilmu lalu menuntutnya tuk masuk ke tubuh, guna memperbaiki pikiran maupun perilaku. Maka sebutan 'penuntut-lah' yang menjadikan manusia biasa dipanggil pelajar atau murid.
 Di sini kita telah menangkap bahwa hakekat murid adalah menuntut, menuntut untuk mendapatkan ilmu, menuntut untuk mendapatkan pelajaran, menuntut tuk mendapatkan hak-haknya dan semacamnya.
Tentu hak-hak tersebut ada di dalam suatu institusi pendidikan bernama sekolah.Â
 Sekolah ada untuk dituntut
 Sekolah sebagai media murid tuk menuntut ilmu, tentunya amat berperan penting dalam memenuhi tuntutan tersebut, maka dari itu sekolah dapat disebut sebagai sarana aspirasi dari kebodohan yang menuntut hak-hak pengetahuan. Karena dengan keberadaan sekolah-lah aspirasi-aspirasi manusia akan kebodohannya dapat dipenuhi.
 Maka dari itu, tugas sekolah sangatlah berat, karena ia harus menjadi telaga ilmu yang dapat memuaskan dahaga pengetahuan para muridnya, oleh karena itulah amanah besar sekolah tak boleh dikhianati.
 Tapi apa yang terjadi apabila sekolah mengkhianati amanahnya? Wahh tentu hal yang amat sangat mengerikan akan terjadi di masa depan, nasib bangsa di masa depan pendidikan-lah yang menentukan, jikalau sekolah mengkhianati amanahnya sebagai sarana tuk dituntut para muridnya, maka sekolah tersebut telah melakukan dosa besar pada Nusa dan bangsa.
 "Sekolah adalah sarana yang patut dituntut tanggung jawabnya sebagai pengemban amanah masa depan bangsa"
Murid itu menuntut bukan menurut
 Kali ini kita memasuki topik utama tulisan ini, mengenai hakikat murid sebagai penuntut bukan penurut, melihat fenomena hari ini, seperti apa yang telah saya jelaskan di paragraf awal, bahwa marabahaya telah menimpa pendidikan kita, ditandai dari hilangnya eksistensi penuntut ilmu dalam diri murid. Murid belajar, menaati peraturan, mengerjakan tugas dan semacamnya hanya sekedar bentuk penurutan terhadap peraturan yang berlaku.
 Sangat jarang kita temukan murid yang benar-benar menaati peraturan demi majunya masa depan diri mereka, yang ada hanyalah nurut, nurut, nurut dan nurut. Hilangnya eksistensi penuntut ilmu dapat mengakibatkan hilangnya pengetahuan dan matinya pemikiran, yang pada puncaknya akan menghancurkan masa depan, lalu bagaimana solusinya?.
Hancurkan berhala yang ada di sekolah
 Guru atau siapapun itu, yang mana mereka selalu menggunakan identitasnya untuk menciptakan keadaan seperti yang mereka inginkan, seperti guru yang hanya memberikan tugas tanpa menerangkan, guru yang selalu saja mementingkan kerapian ketimbang penalaran, dan masih banyak tipe guru yang lainnya, merekalah yang mungkin menjadi berhala kesesatan dunia pendidikan, merekalah yang harus terus dikritisi.
 Ada lagi yang paling sering didapati, yakni kasus 'cidro janji' yang diciptakan oleh sekolah, kasus ini berawal dari promosi sekolah yang sedemikian rupa kepada calon muridnya. Tapi setelah calon murid menjadi murid sesungguhnya, ternyata sekolah mblenjani janji yang tertera pada promosi-promosinya, hal ini wajib dituntut dan dicari, bukan malah dibiarkan terjadi.Â
 Janganlah takut tuk menuntut dan meminta tanggung jawab atas janji-janji sekolah yang diutarakan ketika promosi, jangan takut tuk menuntut guru yang semaunya sendiri, jangan takut melawan menggunakan ilmu pengetahuan. Namun, tetaplah hormati guru, teruslah menuntut ilmu karena itulah kamu, semangat melawan ketidakadilan di dunia pendidikan.
"Jangan takut melawan, cobalah sekali saja nanti juga ketagihan"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H