Memasuki topik utama tulisan saya, yakni basis akhlaqul karimah atau kebaikan moral yang ditentukan oleh sekolah. Ketika menentukan basis akhlaqul karimah, seringkali kejanggalan pertama yakni guru egosentris terjadi, dengan mengatasnamakan kedudukan guru, lalu mengambil beberapa ajaran dari agama, pihak sekolah dapat semena-mena mengatasnamakan moralitas untuk membenarkan perilaku mereka sekaligus menyalahkan murid-muridnya.
Ini bahaya sekali bagi psikologi murid-muridnya, mental takut salah karena basis dosa yang ditanamkan sekolah melalui doktrin-doktrin agama yang dibuat semena-mena akan timbul seterusnya, sehingga tempat belajar-mengajar menjadi tempat hajar-menghajar.
Inilah yang membuat kejanggalan kedua terjadi, murid-pun memilih bersekolah hanya untuk sekedar patuh, bukan lagi semangat tuk menuntut ilmu, akhirnya para murid-pun tak memiliki ruang untuk bersuara secara vokal, karena ruang moral telah ditutup oleh doktrin-doktrin formal.
Menyangkut soal ajaran agama, dalam Islam misalkan, ada yang disebut kajian adab dan akhlaq, serupa dengan etika, kajian itulah yang mempelajari soal akhlaqul karimah atau moral manusia.
Dalam kajian tersebut, memang benar dikatakan bahwa murid harus ber-terima kasih kepada guru dengan menjaga adab dan akhlaqnya, agar ilmunya barokah, berangkat dari sinilah guru sekolah menentukan basis akhlaqul karimah, tapi ada paradoks di dalamnya.
 Paradoksnya, yahh kalau guru itu mengajarkan ilmu, kalau yang diajarkan hal-hal semu?
Dalam kajian akhlak dan adab tadi, terutama tentang akhlak murid kepada guru, disebutkan suatu alasan perihal "mengapa" murid harus menghormati guru, tentunya karena ilmu, kalau guru hanya sekedar mengajarkan hal-hal semu, mengajar tak dengan hati, namun malah demi gaji, maka secara otomatis-tautologis, akan muncul pertanyaan "Buat apa ia dihormati?". Â
Guru adalah pekerjaan yang amat sangat sakral, jangan sampai dipegang oleh kaum non-intelektual maupun kaum anti-rasional, karena nantinya akan mengakibatkan suatu dekadensi moral.
Eittsss, namun tetap hargai gurumu walau beliau seperti itu, karena beliau bagaimana-pun juga juga pahlawan tanpa tanda jasa, membuka mata kita tuk mengenal dunia, tapi kalau gurumu benar-benar sudah keterlaluan maka :
 "Lawan, balas penindasan dengan pembuktian kecerdasan, balas kata-kata dengan karya-karya, tetap sopan, lawan dengan gerakan perubahan"
Terima kasih telah mampir membaca tulisan saya, jangan lupa sadarkan kawan juga guru anda, menerima kritik dan saran tentunya.