Ini adalah kisah perjumpaan saya dengan seorang sastrawan, cendikiawan dan pengamat kehidupan. Prof Djoko Saryono namanya, Professor yang luar biasa, yang namannya telah dikenal oleh semesta, Professor yang loyal pada anak millenial.
 Kisah ini saya tulis dengan gaya bahasa yang puitis, karena ini adalah kisah perjumpaan kata sifat dengan kata kerja, selamat menikmati.
Malam melintang membasmi bayang-bayang, matahari telah diganti bulan, langit dan bintang-bintang mulai menganyam keindahan, di dalam rumah mataku menatap jendela rumah yang terletak di atas kepala, sambil menunggu hari esok tiba. Karena esok adalah hari istimewa bagi kepala saya, karena ia akan dibuka sekaligus di bedah, untuk di isi ilmu yang luar biasa.
Yap betul sekali, esok adalah hari dimana Prof Djoko akan mengisi suatu kajian bedah buku tentang pandemi, hari yang amat kunanti, kapan lagi aku sebagai seorang produsen kata dapat bertemu dengan sosok penerjemah semesta. Malam itu kepala yang menjadi kediaman mata terus bercahaya, karena imajinasi ini terus memproduksi mimpi akan pertemuan esok hari, bertubi mimpi yang akan menjadi kenyataan bertubi-tubi, sampai akhirnya alam milik malam menyuruhku pulang menuju plosok palung yang dalam, palung sejuta pikiran.
Pagi tiba, ia menggosok batang ilalang di depan mata, menebar bayang-bayang hingga berhamburan di atap rumah, Saya siyap merajut peristiwa yang puncaknya setelah senja. Seperti biasa, setelah beribadah shubuh, diri ini melakukan sunnah seduh, dengan seperangkat alat ngopi yang tersedia, saya menyeduh mimpi kedalam gelas-gelas sepi yang akan menjadi kediaman kopi, rumah imajinasi dikala pagi.
Setelah melakukan sunnah, diri ini menjelma menjadi pena yang menulis kejadian-kejadian di sela-sela semesta, menjadikannya suatu tulisan yang diharap dapat mencerahkan manusia, juga menjadi warga tetap sosial media, lalu membuat status-status indah.Â
Tak terasa matahari mulai berani unjuk gigi tepat di atas kepala ini, tapi awan lebih berani, dia dan hujan telah menutupi matahari, rerintikan air membasuh jejalanan, berkumpul menjadi genangan kata yang berhamburan di sela-sela kota.
Hujan reda, awan mulai menepi bersamaan dengan datangnya senja, diri ini bergegas bersama Ayah untuk segera menemui sang pujangga penafsir semesta, lokasi acara berada di Rumah Baca Cerdas perumahan Permata Jingga, suatu perpustakaan milik Alm. Malik Fadjar mantan Mentri Agama. Sebelum tiba di lokasi, saya menyempatkan diri untuk beribadah kesekian kalinnya, guna mendapat tiket masuk surga di kehidupan selanjutnya.
Menuju lokasi sambil melihat rumah-rumah megah dan membayangkan dapat berkediaman disana pada suatu hari baik nanti, sampai pada akhirnya Saya dan Ayah tiba di lokasi, sambil menunggu di mulainya acara, kami baca-baca guna membuka jendela dunia, sampai akhirnya Prof Djoko Saryono tiba, lalu Saya-pun berjumpa dengannya.
Sungguh tak mengira, seorang Sastrawan dan Cendikiawan besar mau memberikan suguhan pengetahuan malam-malam, dimana kala itu pesertannya jumlahnya kira-kira pas-pasan saja. Acara tersebut di isi oleh dua pemateri, yakni Prof Djoko Saryono (Guru besar UM) dan Cak Hasnan Bachtiar (Intelektual muda Muhammadiyah), ketika acara dimulai, mata ini berbinar, hati ini berdebar, betapa kaya dan serunnya materi yang disampaikan dan banyaknya ilmu yang berterbangan.
 Ilmu yang terbang tersebut membuat kepala Saya terang, sekaligus membasuh hati hingga lapang. Materi bedah buku berjudul "Pandemi dan Kepercayaan" tersebut, amat-lah seru, pertunjukan kekayaan pikiran gelanggang ilmu pengetahuan itu, membuat beberapa halaman buku saya penuh diseduh oleh ilmu, salah satu perkataan Prof Djoko adalah :
"Covid-19 memberi suatu pelajaran penting bagi kita. Ternyata manusia lebih takut kepada virus daripada cerita tentang Neraka"
Acara itu berlangsung lucu dan penuh ilmu, aku sangat terkesima dari wajah Prof Djoko yang amat antusias memberikan materi kepada kami, suatu paparan puitis-filosofis yang dapar menghipotis jiwa dan memanjakan telinga. Cak Hasnan juga tak kalah, salah satu ucapan beliau adalah :
"Pandemi ini adalah suatu pesan kehidupan yang disampaikan oleh Alam dan Tuhan"
Materi terus berlangsung dan menyelubung, membuat debar kencang pada jantung, Saya bisa katakan bahwa yang hadir kala itu adalah makhluk yang amat beruntung. Akhirnya sesi tanya jawab tiba, Saya tak ragu mengacungkan tangan, bertannya soal pertengkaran antara kaum atheis dengan kaum agamis, Prof Djoko-lah yang pertamakali menanggapi.
Beliau menjawab layaknya sebagai seorang cendekiawan, jawabannya sangat kaya akan referensi, menunjukkan ketinggian intensitas literasi, ditambah cara penyampaian yang puitis sekali, lugas dan tajam membedah akar permasalahan, sampai kepala, mata, telinga dan jiwa saya kompak terpesona.Â
Ditambah jawaban Cak Hasnan yang kaya akan pengetahuan, disampaikannya dengan diksi yang mudah dipahami, sampai akhirnya acara kehabisan waktunnya.
Selepas acara, kami semua masih lanjut berdiskusi, dari situ aku mulai mengerti, bahwa Prof Djoko tak hanya jago bahasa dan puisi, beliau berbicara soal DNA, Manusia, Sains, Teknologi dan lain-lain layaknya seorang ahli. Prof Djoko adalah representasi dari manusia renaisans modern, manusia yang ahli dalam banyak disiplin pengetahuan.
Selepas diskusi, saya mengajak Prof Djoko untuk berfoto bersama, sekaligus memberikan produk kopi saya yang masih berumur hitungan hari, saya bilang kalau kopi itu dapat membasmi sepi dimuka bumi, beliau tertawa dan berfoto bersama kopi saya, sungguh terharu dan bahagia rasannya, tak kusangka beliau mau untuk mempromosikan kopi saya, ditambah beliau tak berat hati untuk memberi nomor WA-nya ketika saya minta, sungguh beruntung saya dapat bertemu dengan sosok Professor yang sangat egaliter pada semua manusia.
 Terimakasih telah bersedia untuk membaca tulisan saya, khususnya untuk Prof Djoko Saryono, guru besar alam semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H