Menyelami sedikit dinamika etis.Â
Diterapkannya protokol kesehatan, baik memakai masker, menjaga jarak, menunda berbagai kegiatan, menghindari kerumunan dan semacamnya sebagai suatu kewajiban baru masyarakat, yang telah diatur oleh undang-undang hingga sedemikian rupa, telah menjadi paradigma (teori) etika deontologi (etika peratutan) baru yang harus ditaati secara formal, kalau tidak yah harus di sanksi.Â
Apa yang dilakukan pemerintah sebagai rencana terselenggarannya pilkada, telah otomatis melanggar etika deontologis (peraturan) yang telah dijadikan sebagai suatu kebijakan, ini membawa pesan moral kepada masyarakat, bahwa penguasa telah berdusta, disinilah alasan demonstrasi dijadikan Meta-Etis (pandangan moral) masyarakat untuk menghancurkan etika-deontologis pejabat.Â
 Gampangnya Seperti : "Pilkada dilaksanakan, sekolah diliburkan, kalau begitu masyarakat juga bisa turun ke jalan".Â
 Menungkil sedikit paradigma saintis
 Steven Pinker mengatakan bahwasannya :
"Kesalahan ketersediaan adalah sumber kebodohan umum dalam penalaran manusia"
Maksudnya adalah bahwa kesalahan ketersediaan informasi yang digumamkan oleh media, bisa menjadi sumber kebodohan dalam penalaran manusia, ditambah lagi dopamin adrenalin (kecanduan akan keseruan) lebih mendominasi persepsi kita akan suatu peristiwa atau kejadian, karena neurokorteks (jejaring otak) akan lebih mengikuti berita universal yang seru ketimbang berita aktual yang tak seru.Â
Contohnya :
- Orang lebih takut naik pesawat ketimbang naik mobil, padahal banyakan korban kecelakaan mobil, itu disebabkan berita jatuhnya pesawat lebih seru dibanding kecelakaan mobil
- Orang lebih takut tornado ketimbang asma, padahal asma membunuh lebih banyak
- Orang lebih takut corona ketimbang kanker, padahal kanker membunuh lebih banyak tiap tahunnya
Karena itulah media lebih menyukai peliputan informasi yang seru sekaligus negatif, agar pembaca dapat pesimis, orang pesimislah yang lebih penasaran, sehingga media-pun tetap konstan.Â
 Demo dan rencana pilkada, telah menjadi optimisme baru masyarakat indonesia, ketimbang pesimisme media dalam informasi perihal corona.Â