Sudah tak asing lagi kata "pancasila" di telinga maupun pikiran kita sebagai bangsa indonesia yang ingin sejahterah, karena premis dari kata itulah yang sudah menjadi dasar negara kita, bahkan pancasila sendiri juga menjadi landasan filosofis pedagogis pendidikan indonesia.Â
Hari ini, 1 Oktober 2020, diperingati sebagai hari kesaktian pancasila, padahal menurut saya pribadi, hari ini seharusnya diperingati sebagai hari kesakitan pancasila, mengapa demikian? Mari simak tulisan saya sampai akhir.
Sebelum memasuki pembahasan utama, saya akan sedikit memuroja'ah ayat-ayat pancasila, diantranya :
- Â Ketuhanan yang Maha Esa
- Â Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
- Persatuan Indonesia,
- Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan
- Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
 Ayat pancasila diatas inilah yang sudah kita hafalkan bersama sejak pertama kali sekolah, walau kadang tak kita terapkan hehe.
 Menuju pada historicalnya, Pancasila awalnya dinamakan Piagam jakarta yang dibentuk oleh panitia sembilan. Namun, karena dirasa kaum Nasionalis hal tersebut kurang plural dan terlalu partikular, akhirnya piagam jakarta diganti menjadi Pancasila dimana substansialnya universal-plural menurut mereka (kaum nasionalis).
Setelah itu, pancasila-pun resmi menjadi dasar negara Indonesia kita tercinta, juga ada yang mengatakan bahwa pancasila ialah sebuah ideologi yang dianut oleh negara indonesia, juga ada yang mengatakan bahwa pancasila bukanlah sebuah ideologi (saya tak ingin memasuki perdebatan perihal itu, yang saya masuki adalah bagaimana kita masih dapat menggumamkan pancasila, padahal kita sudah menginjak dan menyakitinya.
Hari kesaktian pancasila diadakan sebagai apresiasi akan kegagalan PKI dalam menancapkan Komunisme pada NKRI, tepatnya pada puncak aksi G30S/PKI, dimana hal itu akan secara otomatis membongkar pancasila sebagai dasar negara.Â
Saya mungkin setuju saja kalau hari kegagalan PKI tersebut dirayakan menjadi hari kesaktian dari Pancasila, tapi dewasa ini, seperti yang telah saya jelaskan pada paragraf pertama, bahwasannya peringatan hari kesaktian pancasila sudah usang dan kadaluarsa, karena kebijakan-kebijakan konstitusi justru berusaha menyakiti pancasila yang dikata sakti, rupanya kesaktian pancasila sudah terhenti di zaman modern ini.
Saya akan mencoba memasuki diskursus ideologis pancasilais pada kebijakan konstitusional negara kita baru-baru ini, telah kita ketahui bersama bahwa Pak Jokowi selaku Presiden kita menyetujui pembentukan lembaga bernama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dimana adanya lembaga ini bertujuan untuk merawat dan membina pemahaman pancasila kepada bangsa indonesia.Â
Saya tak tau apakah orang-orang dalam lembaga ini Pancasilais atau bagaimana, tapi yang saya ketahui bahwa esensi dari kebijakan-kebijakan parlemen baik eksekutif (Presiden dan Wakil), maupun Legislatif (DPR dan DPRD) berlawanan dengan esensi dari Pancasila itu sendiri, seperti : Omnibus Law, RUU HIP, RUU Pra-kerja dll.
Dan kebijakan-kebijakan yang jelas-jelas kontra dari esensi pancasila, dibiarkan oleh BPIP yang katanya menjadi garda depan pembinaan ideologis pancasila.
 Disini secara otomatis, substansi fundamental-fungsional dari BPIP sudahlah hilang, ia hanya menjadi tempelan kosong konstitusi untuk memberi ilusi pada bangsa ini, sekaligus menyembunyikan fakta bahwa pancasila sudah kadaluarsa.
Dari sini bukankah sudah kita lihat bahwa pancasila kita tak lagi sakti, malah justru sakit, mirisnya, yang menyakiti-nya ialah bangsa yang selama ini ia temani perjalanannya, mulai dari proklamasi hingga reformasi.
Pancasila telah mengalami diskriminasi, kita perlu mereserfasinya kembali, agar ia kembali berkuasa dan tak kadaluarsa.
Selamat hari kesakitan pancasila, sekian terimakasih, bila bermanfaat bagikan, juga menerima kritik dan saran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H