Mohon tunggu...
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rafi Azzamy Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pelajar

Menjadi manusia yang bersyukur dengan cara bernalar luhur dan tidak ngelantur | IG : @rafiazzamy.ph.d | Cp : 082230246303

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Kritis Melawan Orang Tua Egosentris: Problematika Kausal dalam Dinamika Kekeluargaan

28 September 2020   15:51 Diperbarui: 28 September 2020   16:03 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Anak kok melawan orang tua-nya sih? Jadi batu kayak si Malin kundang looh nanti, gaboleh seperti itu". Mungkin beberapa pembaca merasa demikian ketika membaca judul tulisan saya, tapi saya akan membenahi persepsi yang demikian itu, di dalam tulisan ini, tapi saya tak bermaksud membela anak yang durhaka kepada orang tua-nya looh, 

 saya hanya ingin membela jiwa anak yang sedang dibelenggu oleh doktrin dari orang tuannya,

seperti yang terkandung dalam salah satu puisi Gibran yang berjudul "anak" ituloh hehe. 

 Sering kali kita temukan dalam kehidupan sehari-hari kita, atau bahkan kehidupan kita sendiri, suatu fenomena Anak yang durhaka kepada kedua orang tuannya, maupun orang tua yang terlalu memaksa dan menyiksa anaknya. 

Apakah itu wajar? Apakah itu sudah menjadi budaya yang melekat dalam dunia modern ini? Nanti akan saya jawab problematika ini dengan konsep Meta-etika (paradigma untuk menjawab problematika moral) ala saya pribadi. 

Orang tua memaksa pendapat yang diusung di kepalanya kepada anaknya, dengan mengambil dalil-dalil dari kitab suci bahwa anak tak boleh membantah orang tuannya, disini dalam sudut pandang anak, kitab suci bisa saja tak berpihak kepadannya, namun apakah memang demikian? Saya rasa hipotesa yang dikeluarkan orang tua saat mengambil dalil dari kitab suci itu tak sepenuhnya benar.

Karena apa yang terkandung dalam hermeneutika (tafsiran) ayat-ayat dari kitab suci tadi sesungguhnya berkiblat pada keimanan dalam konteks keagamaan, karena saya juga menemukan cerita Nabi Ibrahim dengan Ayahnya, dimana disitu nabi ibrahim juga membantah Ayahnya karena beda keimanan. 

Di tambah lagi bahwa kitab suci manapun pasti mengajarkan untuk saling mengasihi satu sama lain, lalu Orang tua yang memaksakan kehendak anaknya itu dapat disebut mengasihi? Disini gugur-lah hipotesa orang tua tadi. 

Sekarang kita masuk dalam konteks Anak yang hedonis dulu sebelum memasuki Anak kritis, tadi saya membahas kalau orang tua tak dapat memaksakan kehendak anaknya, lalu gimana kalau kehendak anaknya adalah main game dan malas-malasan? 

Disini saya akan menggunakan Meta-etika untuk menjawabnya. Fungsi daripada orang tua adalah untuk mengasihi/merawat dan menasehati anaknya, fungsi dari anak adalah untuk mendengarkan orang tuannya (juga membanggakannya) dan merawat orang tuannya suatu saat nanti. 

Disini rentetan kehidupan telah menjawab problematika tadi, ketika anak malas dan dipaksa orang tuannya untuk disiplin, maka orang tua-lah yang harus dituruti, karena itulah fungsi fundamental orang tua yang telah saya jelaskan tadi, yakni menasehati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun