Mohon tunggu...
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rafi Azzamy Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pelajar

Menjadi manusia yang bersyukur dengan cara bernalar luhur dan tidak ngelantur | IG : @rafiazzamy.ph.d | Cp : 082230246303

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Persahabatan: Mengapa Harus Pilih-pilih Teman? Apakah Berpengaruh terhadap Masa Depan?

25 September 2020   01:22 Diperbarui: 25 September 2020   18:59 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Ilustrasi pribadi

Siapa di dunia ini yang tak memiliki teman? Saya yakin, se-nolep2nya anda, pasti anda memiliki teman, karena teman adalah representasi dari hakikat kita sebagai makhluk sosial.

Tak perlu dipungkiri, bahwa bagaimana-pun, teman adalah seorang yang amat berarti di hidup kita, dapat membawa kebahagiaan dan kesenangan dalam keseharian kita. Dan sama-sama kita saksikan bersama, bahwa temanlah yang membantu kita untuk menyelesaikan suatu masalah (walau kadang menambah). 

 Namun, tak jarang juga, ada teman yang tiba-tiba menusuk kita dari belakang, lalu ia mengecewakan kepercayaan kita terhadapnya, kadang kita memaafkan dengan lapang dada, tak jarang pula kita menjauhinnya. 

Karena itulah, pertemanan dapat dikaitkan dengan paradigma simbiosis, ada yang sama-sama menguntungkan (simbiosis mutualisme), ada juga yang merugikan (simbiosis parasitisme) dan ada juga yang biasa-biasa saja/sekedar kenal lalu menyapa (simbiosis komensalisme). 

Nahh, dari sini kita mungkin memilah-milah untuk menarik seseorang kepada definisi teman kita. Yap, sesuai insting para pembaca, di paragraf ini, saya akan mulai memasuki topik utama pembahasan dalam tulisan ini. 

Saya tidak memasuki paradigma teoretis-metodis (teori) terlebih dahulu, karena bisa membuat suntuk nantinya, disini akan saya mulai dengan paradigma umum dalam pertemanan. 

Manusia pada hakikatnya, akan selalu mencari kebahagiaan dan kesenangan dalam menjalani kehidupan, karena manusia adalah makhluk sosial, tentunya akan sangat wajar apabila ia mencari kesenangan dan kebahagiaan dengan mengajak atau mengikuti sesamannya. 

Naahhh, disini-lah awal mula pertemanan itu terjadi, pada awalnya kita berkenalan dengan seseorang, lalu berharap orang itu akan membawa kebahagiaan untuk kita, disitulah kita memasuki ruangan yang disebut pertemanan tadi. 

Tapi tak jarang terjadi fenomena "Bos dan Anak buah" dalam suatu pertemanan, hal itu masuk dalam kajian kepemimpinan manusia. Singkatnya, manusia akan terbagi menjadi dua jenis golongan dalam kepemimpinannya, yakni pemimpin dan anggota. Disinilah naluri kita aktif untuk memilih yang mana yang akan kita pilih, menjadi pemimpin atau anggota. 

 Sekarang kita akan membahas perihal fenomena satru (tak saling sapa), sebelum memasuki pembahasan yang lebih akademis, saya akan mengulasnya secara sederhana. 

Ketika kita sedang memiliki teman, awalnya pasti merasa bahagia karena dapat mentautkan antara pikiran kita dengan seseorang, tapi lain halnya ketika tiba-tiba pemikiran dan pendapat kita berubah, lalu berbeda dengan teman/kawan kita, disitulah awal mula satru terjadi (baik perubahan positif maupun negatif). 

Saya ambil contoh satru kepada perubahan positif saja, saya mengenal betul seorang perempuan yang sering meminta nasihat kepada saya agar  dia menjadi pribadi yang pintar dan berakhlakul karimah (baik). 

Dan saya-pun menasehatinya dengan kata-kata juga paradigma perihal kebaikan, lambat laun ia mulai berubah menjadi pribadi yang sangat berbeda dan jauh lebih baik dari sebelumnya, dulunya tak berkerudung sekarang berkerudung, dulunnya sering keluar dan pulang malam, sekarang keluar rumah-pun jarang, disinilah timbul benih-benih penyatruan tersebut. 

Ketika itu, dia bercerita kepada saya, bahwa dia mulai merasa dijauhi teman-temannya, teman yang masih bermain dengannya juga berkata bahwa dia (orang yang saya kenal) tak perlu disapa, karena dia sudah menjadi sombong sekarang. 

Padahal, dia berkata pada saya bahwa dia masih sempat berbincang pada kawan-kawannya, tapi diabaikan. Bukan-kah ini suatu kejanggalan moral bernama egois? Bagaimana itu bisa terjadi? Dan apa hubungannya dengan judul tema diatas?, kita ulas secara akademis kali ini. 

Perihal egoisme, dalam wikipedia dijelaskan bahwa egoisme adalah suatu sikap yang mementingkan kepentingan diri sendiri ketimbang yang lain (mengabaikan empati) lalu bagaimana dapat timbul egoisme tersebut?. Agus sukamto (maksud saya august comte) seorang filsuf Prancis sekaligus bapak sosiologi, menjelaskan apa yang disebut sebagai Psikologi-sosial. 

Yakni suatu studi ilmiah mengenai bagaimana pikiran, perasaan dan perilaku orang - orang yang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain dalam pertemanan. 

Egoisme dalam pertemanan hadir karena suatu respon sosial-psikologis seorang manusia, terhadap suatu fenomena sosial dalam lingkungannya, bisa karena sifat Dengki, Iri hati, Kesepian, Marah, Cemburu dan sebagainya.  

Disini-lah seorang yang disatru (dijauhi), harus menganalisa secara obyektif, fenomena kausal (sebab-akibat) apa yang membuat-nya disikapi demikian. 

Dengan begitu, yang disatru dapat menyelesaikannya sekaligus mengatasinnya, apalagi kalau yang menyatru sahabat karib kita, disitulah pilih-pilih pertemanan harus dilakukan, agar tak timbul kesakitan dan penyesalan secara psikis. 

Kita akan memasuki pertannyaan "Apakah teman berpengaruh terhadap masa depan?", mengutip dari Jack Ma dan John F Kennedy, beliau berdua pernah berkata :

"Tunjukkan temanmu, maka akan kutunjukkan masa depanmu"

Apa pikiran pembaca ketika membaca dan merenungkan perkataan diatas? Tentunya sangat benar kan?, pasalnya, seperti yang saya jelaskan tadi, pertemanan sangatlah berpengaruh terhadap kondisi sosial dan psikis kita. 

Jikalau kita berteman dengan pebisnis, tentunya kita akan memiliki mindset yang mengikutinya, kalau kita berteman dengan ahli agama, tentunya kita juga akan ikut paham agama. 

Disitulah pemilihan terhadap seorang yang ingin dijadikan teman dikuatkan, tapi bukan berarti yang tak kita pilih, kita jauhi, kita tetap berteman dengannya, bawa ia ke arus kebaikan. Kalau tak bisa, maka tinggalkan, karena hanya dirinya yang dapat menumbuhkan kesadaran. 

Terakhir, tetap berteman dengan siapapun dengan memilah siapa yang ingin dijadikan panutan, bedakan dengan yang menjadi hambatan, tetap amati dampaknya terhadap diri anda, apabila teman anda tidak baik, maka ajaklah kepada kebaikan. 

 Terimakasih telah membaca, bila bermanfaat bagikan, jangan lupa kritik dan sarannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun