Mohon tunggu...
Muhammad Nasruddin
Muhammad Nasruddin Mohon Tunggu... Lainnya - I am Indonesian

Menulis bukan jalan hidupku, namun karena setiap huruf akan menjadi saksi meski raga telah mati, maka saya menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sering Terjadi Mis-Komunikasi dalam Organisasi? Simak Penjelasan Berikut Ini

2 Agustus 2020   21:16 Diperbarui: 2 Agustus 2020   21:13 1983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Philipsen juga menyampaikan proposisi bahwa di mana ada suatu pebedaaan budaya, di sanalah akan ditemukan kode berbicara yang berbeda pula. Seperti yang telah diketahui, bahwa suatu organisasi tidak menutup kemungkinan memiliki anggota yang berasal dari berbagai daerah dengan beragam kebudayaan yang berbeda. 

Setiap anggota tentu juga memiliki kode atau pola komunikasi yang bervariasi. Misalnya nada suara tinggi di kalangan suku Batak dinilai sebagai sebuah kebiasaan, namun di kalangan suku Jawa, penggunaan nada tinggi merupakan refleksi dari kemarahan. 

Di daerah Jawa Timur, khususnya Surabaya penggunaan beberapa kalimat seperti "cuk" merupakan sebuah simbol keakraban yang menjadi kebiasaan. 

Berbeda dengan Jawa Tengah, khususnya wilayah yang masih terpengaruhi oleh budaya Keraton Surakarta bahwa kalimat tersebut merupakan kalimat yang tidak sopan serta tidak pantas untuk diucapkan. 

Tentu hal tersebut kalau tidak disertai dengan rasa saling memahami dapat menyebabkan kesalahpahaman yang menghambat proses komunikasi dalam organisasi.

Untuk meminimalkan hambatan tersebut, maka seluruh anggota organisasi harus bersifat terbuka terhadap kebudayaan yang ada. Mempelajari berbagai kode dan pola komunikasi antar anggota organisasi mutlak diperlukan supaya komunikasi dapat berjalan dengan efektif. 

Setiap anggota juga harus mengedepankan sikap positive thinking untuk menghindari terjadinya kesalahan persepsi. Meskipun anggota organisasi juga dituntut untuk menyesuaikan dengan kebudayaan setempat, namun budaya asal tentu tidak mudah untuk ditinggalkan. 

Oleh karena itu, setiap anggota harus bersikap bijak dengan cara senantiasa melakukan orientasi terhadap partisipan komunikan. Sebagai masyarakat Indonesia yang memiliki bahasa persatuan, penggunaan Bahasa Indonesia yang baik juga menjadi alternatif untuk menekan perbedaan kode dan pola komunikasi yang melibatkan partisipan dari berbagai macam budaya. 

Ketika setiap anggota organisasi dapat mengetahui beragam kode komunikasi dari lawan bicaranya, maka akan tercipta harmonisasi sehingga komunikasi mampu berjalan dengan efektif dan pada akhirnya seluruh elemen organisasi bisa mencapai target yang telah ditentukan sebelumnya.

Daftar Pustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun