Buktinya kini tengoklah sekeliling kita. Betapa rindu nya masyarakat luas menginginkan pak beye kembali memimpin indonesia. Bahkan tak jarang, selain memuji postur tubuh dan aura kepemimpinannya, tak sedikit pula rakyat yang memuji kembali kinerja pemerintahan 10 tahun era pak beye dengan berbagai kalimat bernada positif.
Pada saat ia berpidato menjadi keynote speaker di KAA misalnya. Oleh sebagian kalangan, ia dianggap mewarisi aura bung karno ketika berpidato di hadapan pemimpin negara asia-afrika menggunakan bahasa inggris. Hal berkebalikan justru disematkan kepada jokowi ketika ia berpidato cukup 'keras' menentang IMF, ADB dan World Bank menggunakan bahasa indonesia. Meski isi pidato cukup 'garang', namun citra jokowi tetap saja kurang garang di negeri sendiri. Mulai dari penyampaian pidato yang tidak berwibawa hingga gayanya berpidato yang menggunakan kertas sebagai contekan. Belum lagi, ketika gaya berpidato pak beye, jokowi dan bung karno ketika KAA berlangsung disandingkan oleh sebagian media mainstream nasional. Tentu sesuai dengan dugaan kita, posisi pak beye dalam hal ini menempati posisi diatas jokowi. Inilah satu fakta menarik ditengah upaya pak beye memainkan strategi past branding.
Dugaan saya, upaya-upaya pak beye dalam merestorasi citra masih akan tetap dijalankan sebagai upaya inti dalam manuver politiknya. Karena tentu pak beye bukanlah orang sembarangan. Ia merupakan orang yang sudah malang-melintang di perpolitikan nasional dan transnasional sejak lama. Ia pasti paham bagaimana caranya mengendalikan opini publik kekinian dengan cara mempublikasikan pengalamannya berkuasa selama 10 tahun. Ia pasti paham bagaimana caranya membaca dan menjawab konstelasi geopolitik nasional. Selain itu yang tak kalah penting, ia juga pasti paham, bahwa partainya sangat membutuhkan sokongan kuat darinya untuk menggerakan mesin partai agar dapat memenangkan Pilkada serentak dan pemilu 2019.
Apalagi di lain sisi, partai besutannya sebentar lagi juga akan melangsungkan kongres dimana salah satu agendanya ialah memilih ketua umum partai. Mengenai siapa yang akan menjadi ketua umum partai demokrat, dugaan kita sepertinya (akan) tepat. Karena tentu partai demokrat tak dapat mengelak, ia belum bisa move on dari SBY effect yang telah membesarkan dan menyelamatkan nama partai kala badai politik menghujam.Ia juga tidak bisa mengelak betapa kuatnya kharisma mantan presiden ke-6 tersebut di mata rakyat. Maka, tentu ia juga tak dapat mengelak, bahwa partai tanpa kehadiran pak beye bagaikan butiran debu di lautan pasir.
Cerdas memang, strategi politik past branding ala pak beye untuk membalikkan posisi sampai krisis politik mereda. Meskipun kini KIH diatas angin, tetapi nampaknya pak beye masih berada di atas awan. Ia siap membaca kapanpun arah daun (politik) itu terbawa angin. Dan ia siap menerka angin (politik) itu dengan radarnya. Dampaknya, iapun semakin lihai untuk memainkan manuver (politik) nya tersebut dengan presisi dan indah.
Karena dalam berpolitik, segala kemungkinan bisa terjadi
END
Muhammad L Aldi
Kandidat S.H di UNS, Pengkaji Hukum Tata Negara, Penggiat PUSTAPAKO (Pusat Studi Transparansi Publik dan Anti Korupsi) UNS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H