Mohon tunggu...
Muhlis SEI
Muhlis SEI Mohon Tunggu... -

"Teruslah berbuat baik walau manusia menghujat, teruslah berkarya walau tak ada yang melihat, Allah bersama orang-orang yang taat" (Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Selanjutnya

Tutup

Money

Kebijakan Fiskal dalam Sistem Ekonomi Islam

24 Februari 2017   09:57 Diperbarui: 24 Februari 2017   10:21 4246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kebijakan fiskal merupakan suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Namun kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang yang beredar. Akan tetapi, kebijakan fiskal lebih menekankan terhadap pengaturan pendapatan, pengeluaran  atau belanja pemerintah.

System ekonomi islam kebijakan fiskal lebih di kenal dengan Baitul Mal yaitu pos yang di khususkan untuk semua pemasukan atau pengeluaran harta yang menjadi hak kaum muslim. Setiap harta yang menjadi hak kaum muslim, sementara pemiliknya tidak jelas maka hak tersebut menjadi hak Baitul Mal, dan bahkan pemiliknya jelas sekalipun.  Dalam islam harta tersebut apabila telah diambil maka telah menjadi hak Baitul Mal, baik harta itu dimasukkan ke dalam kasnya maupun tidak. Sebab, Baitul Mal merupakan sebuah pos bukan tempat. Dan dalam segi pemasukan dan pengeluaran dalam sistem islam sangatlah berbeda di bandingkan dengan pemasukan dan pengeluaran dalam sistem kapitalis. Misalkan dalam segi pemasukan dalam islam yang sumbernya dari: fa’I, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah dan pemasukan dari umum dengan berbagai macam bentuknya.

Menurut buku hasil karya Dwi Condro Triono yang berjudul Ekonomi Islam Madzhab Hamfara  cetakan pertama disebutkan bahwa islam telah membagi tentang kepemilikan yaitu di bagi atas 3 (tiga) bagian (An-Nabhanib, 1990):

  • Kepemilikan Individu
    Kepemilikan individu dapat didefinisikan sebagai hokum syariat yang berlaku bagi zat atau manfaat tertentu, yang memungkinkan bagi yang memperolehnya untuk memanfaatkannya secara langsung atau mengambil konpensasi ('iwad) dari barang tersebut. Adapun yang menjadi sebab-sebab kepemilikan individu yaitu: Bekerja (menghidupkan tanah mati, menggali kandungan bumi, berburu, samsarah, mudharabah, musaqat, ijaratul ajir), Kebutuhan harta untuk menyambung hidup, Pemberian harta negara kepada rakyat, Harta yang diperoleh tanpa konpensasi tenaga dan harta.
  • Kepemilikan Umum
    Kepemilikan umum adalah ijin Asy-Syari’ kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan suatu benda. Benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang dinyatakan As-Syari’ di peruntukkan bagi suatu komunitas dan mereka saling membutuhkan. As-Syari’melarang benda tersebut di kuasai oleh seorang saja. Yang termasuk ke dalam kepemilikan umum yaitu ada 3 bagian:
    Pertama,Barang kebutuhan umum seperti: Sumber daya air. Sumber daya hutan, padang rumput. Sumber daya energi: minyak bumi, gas, batu bara, uranium. Kedua,Barang tambang besar seperti: Tambang emas, Tambang perak, Tambang tembaga, Tambang nikel, Tambang bauksit, Tambang bijih besi, Tambang timah, Tambang kuarsa. Ketiga,sumber daya alam seperti: Jalan, Jembatan, Sungai, Danau, Gunung, Bukit, Laut, Pantai.
  • Kepemilikan Negara
    Harta milik Negara adalah harta yang tidak termasuk kategori milik umum melainkan milik pribadi, namun barang-barang tersebut terkait dengan hak kaum muslimin secara umum. Pengelolaan sepenuhnya menjadi wewenang kepala Negara (khalifah), yaitu menurut pandangan dan ijtihad khalifah. Yang termasuk dalam kepemilkan ini yaitu: Jizyah, Ghanimah, Fa’i, Kharaj, ‘Usyur, Khumus (seperlima) rikaz.

Dari pemaparan tentang kepemilikan diatas kita dapat mengetahui bahwa 3 (tiga) kepemilikan tersebut yang juga akan menjadi sumber pendapatan dan pengeluaran Negara.

Dalam pandangan sistem ekonomi islam kebijakan fiskal ini lebih di kenal dengan Baitul Mal, yang jauh berbeda dengan pandangan kapitalis. Menurut Abdul Qadim  Zallum dalam bukunya yang berjudul Al-Amw’al f’i Daulah al-Khil’afah (Sistem Keuangan Negara Khilafah) menjelaskan tentang kebijakan fiskal menurut pandangan islam.

Sejarah Berdirinya Baitul Mal

Baitul Mal adalah tempat penampungan dan pengeluaran harta, yang merupakan bagian dari pendapatan negara. Baitul Mal sebagai sebuah lembaga didirikan pertama kalinya setelah turunnya firman Allah Swt yakni di Badar setelah perang, dan saat itu para sahabat berselisih tentang ghanimah: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman."(TQS. al-Anfal [8]: 1)

Diriwayatkan dari Said bin Zubair yang berkata: ‘Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang surat al-Anfal, maka dia menjawab: ‘surat al-Anfal turun di Badar.’ Ghanimah Badar merupakan harta pertama yang diperoleh kaum Muslim setelah ghanimah yang didapat dari ekspedisi (sarayah) Abdullah bin Jahsyi. Pada saat itu Allah menjelaskan hukum tentang pembagiannya dan menjadikannya sebagai hak seluruh kaum Muslim. Selain itu, Allah juga memberikan wewenang kepada Rasul saw untuk membagikannya dengan mempertimbangkan kemaslahatan kaum Muslim, sehingga ghanimah tersebut menjadi hak Baitul Mal. Pembelanjaan harta tersebut dilakukan oleh Khalifah sesuai dengan pendapatnya dalam rangka merealisasikan kemaslahatan mereka (kaum Muslim).

Handhalah bin Shaifiy yang merupakan salah seorang penulis Rasulullah saw meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: Tetapkanlah dan ingatkanlah aku (laporkanlah kepadaku) atas segala sesuatunya.Hal ini beliau ucapkan tiga kali. Handhalah berkata,Suatu saat pernah tidak ada harta atau makanan apapun padaku selama tiga hari, lalu aku laporkan kepada Rasulullah (keadaan tersebut). Rasulullah sendiri tidak tidur, sementara di sisi beliau tidak ada apapun’.

Biasanya Rasulullah saw membagi-bagikan harta pada hari itu juga. Hasan bin Muhammad menyatakan, “Bahwasanya Rasulullah saw tidak pernah menyimpan harta, baik siang maupun malam.” Dengan kata lain, apabila harta itu datang pada pagi hari, tidak sampai setengah hari harta tersebut sudah habis dibagikan. Demikian juga jika harta itu datang di siang hari, maka tidak pernah sampai tersisa hingga malam harinya. Karena itu, tidak pernah ada harta tersisa yang memerlukan tempat penyimpanan atau arsip tertentu.

Hal tersebut masih terus berlangsung ketika Abu Bakar menjadi khalifah, namun setelah Abu Bakar wafat, ke khalifahan tersebut di gantikan oleh Umar bin Khattab. Saat itu juga ia mengumpulkan para bendaharawan serta memasuki rumah Abubakar, seraya membuka Baitul Mal. Ia hanya mendapatkan satu dinar di dalamnya, itupun terjadi karena kelalaian petugasnya. Ketika pembebasan-pembebasan (futuhat) wilayah lain semakin banyak pada masa Umar, dan kaum Muslim berhasil membebaskan negeri Persia dan Romawi, maka semakin banyak pula harta yang mengalir ke kota Madinah. Khalifah Umar lalu membuat bangunan khusus untuk menyimpan harta (Baitul Mal), membentuk bagian-bagiannya, mengangkat para penulisnya, menetapkan santunan untuk para penguasa dan untuk keperluan pembentukan tentara. Meski kadangkadang ia menyimpan seperlima bagian dari harta ghanimah di masjid, akan tetapi dia akan segera membagi-bagikannya juga tanpa ditundatunda lagi. Ibnu Abbas berkata: ‘Umar pernah memanggilku. Ketika itu di hadapannya ada emas terhampar di lantai masjid, maka ia berkata: ‘Kemarikan emas itu dan bagikan kepada rakyat. Sesungguhnya Allah lebih Mengetahui telah terjadinya penahanan emas ini pada masa Nabi-Nya dan masa Abubakar.’ Lalu diberikannya pula kepadaku, apakah kebaikan atau keburukan yang dikehendaki-Nya’. Abdurahman bin Auf berkata: ‘Umar pernah mengutusku, ketika itu ia sudah terbungkuk (tua), lalu aku masuk dan ia menarik tanganku masuk ke dalam sebuah ruangan. Pada saat itu keadaannya sudah lemah, ia berkata: ‘Inilah lemahnya keluarga al-Khaththab di hadapan Allah, demi Allah seandainya kami memuliakan-Nya, maka jika kedua sahabatku (Muhammad saw. dan Abubakar) melaksanakan suatu perkara niscaya aku (pasti) mengikutinya.’ Selanjutnya Abdurrahman berkata: ‘Ketika aku melihat apa yang dibawa Umar, maka aku katakan: ‘Duduklah bersama kami wahai Amirul Mukminin, mari kita bertukar pikiran’. Ia berkata, lalu kami duduk dan menuliskan nama-nama penduduk Madinah, orang-orang yang berjuang di jalan Allah, isteri-isteri Rasul saw. dan yang selain dari itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun