Harus berapa nyawa lagi melayang sia-sia? Entah. Entah siapa yang bisa dan patut menjawab pertanyaan mengerikan itu. Toh selama ini, pertanyaan seperti itu juga terlalu abai untuk dianggap bernilai.
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Merangin, Jambi, tak hentinya menelan korban jiwa. Hingga kini belum pernah ada penelitian yang mengungkap data pasti jumlah korban. Pemerintah mungkin tahu. Cuma diduga (kalau punya rasa) malu mengungkap dan mengakui fakta-angka nya.
"Sebenarnya sangat sering pekerja PETI meninggal di lubang. Terutama PETI lubang jarum di Renah Pembarap. Tapi lebih banyak didiamkan dan selesai bawah tangan," ujar seorang teman, beberapa hari yang lalu.
Baru saja obrolan itu berlalu, kabar mengejutkan datang menghentak. PETI di Desa Pulau Baru Kecamatan Batang Masumai, makan korban. Sabtu, 21 Desember 2019, Yusuf (35), warga Desa Pulau Baru, bersama beberapa temannya tertimbun longsoran tanah tebing yang tingginya diperkirakan belasan meter.
Paska evakuasi, Yusuf ditemukan tewas dengan luka di bagian kepala. Sementara Jengok, Dosol, Dodok, Eko, dan Danang, masih tertimbun. Beberapa dari mereka menyusul ditemukan kemudian. Dalam keadalan tidak bernyawa.Â
Tewasnya Yusuf cs seperti mengungkit luka lama. Catatan demi catatan kematian dalam aktifitas illegal yang terbiarkan, kembali mencuat ke permukaan ingatan. "Gila. Ternyata sudah puluhan nyawa melayang. Sampai kapan?," aku membatin.
Teringat aku akan 2016 lalu. Selasa, 12 April, sekitar pukul 16.00 WIB tepatnya. Empat orang pekerja tewas tertimbun di lubang jarum PETI di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap. Seturut catatan jambiupdate.co.id, para korban bernama Kamal (25), Muklis (17), Juhardi (20), dan Siem (32). Mereka tewas tertimbun di lubang yang diperkirakan berkedalaman 20 meteran.Â
Mereka-mereka yang menghembuskan nafas penghabisan di pinggir Sungai Batang Merangin ini, ternyata bukan korban pertama dan terakhir. Seturut kabar, sebelum itu juga sudah ada korban-korban yang lain akibat kemilau kuningnya emas di Merangin. Hanya saja tidak terungkap ke permukaan dan jauh dari pemberitaan.
Selang 2,5 tahun kemudian, korban berjatuhan lagi di Simpang Parit. Minggu, 2 September 2018, 10 orang pekerja PETI lubang jarum terjebak dalam runtuhan jalur emas. Tiga orang beruntung dan selamat. Namun tujuh orang lainnya tidak diselamatkan.
Aduh! PETI di Merangin memang sudah sedemikian menggilanya. Hamparan kehancuran di Kecamatan Pangkalan Jambu, Sungai Manau, Tabir Barat, Muara Siau, dan daerah-daerah lainnya, rupanya tak cukup menjadi i'tibar atau pelajaran yang patut direnungi. Entah kepada siapa kita harus bertanya, siapa sebenarnya yang harus dimintai jawaban akan kehancuran dan kematian demi kematian ini.
Konon, kelas teri hingga kelas paus menjadi bagian dari kehancuran dan kematian-kematian itu. Dalih demi dalih meluncur indah dari para pemuka setiap ditanya pewarta mengenai penindakan dan pemberantasan PETI. Saling lempar tanggung jawab, sembari melihat ke samping kiri kanan dengan pandangan mata nanar, sudah jadi pemandangan biasa. Karena, diduga, mereka sudah terlalu malu memberi alasan yang tak masuk dalam nalar anak bayi sekali pun.