Setiap bulan Juni dan Juli biasanya dosen dan pengelola program studi selalu merasa was-was. Perasan was-wasnya itu bukan karena mereka memikirkan cicilan yang jatuh tempo melainkan memikirkan nasib mahasiswa super veteran (semester 14). Betapa tidak, Juni dan Juli adalah bulan yang menandai akhir semester genap tahun akademik berjalan. Itu artinya, mahasiswa binaan mereka yang sudah tergolong super veteran akan ditentukan nasib akademiknya. Jika mereka berhasil menyelesaikan tugas akhir, mereka akan lolos dan keluar dari kampus dengan kepala tegak. Wisuda dan gelar sarjana berhak mereka peroleh. Namun, tidak jarang ada pula yang harus tersisih. Mereka terpaksa harus keluar dari kampus dengan status drop out. Mereka yang dikeluarkan tidak bisa memperoleh gelar akademik yang selalu didambakan oleh mahasiswa. Tentu tidak ada pihak yang menghendaki opsi kedua ini. Para dosen pun ingin semua mahasiswanya lulus dengan predikat terbaik. Suatu kebahagiaan tersendiri bagi dosen melihat mahasiswa ujian, yudisium, dan wisuda.
Bagi kami di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Mataram, Juni-Juli 2023 lalu terjadi bagaikan drama. Ada 13 mahasiswa tergolong super veteran dalam catatan akademik. Lagi, tidak ada yang menghendaki mahasiswa super veteran itu keluar dengan status drop out. Sebab, pilihan drop out tidak baik bukan hanya bagi mahasiswa tetapi juga bagi perguruan tinggi. Untuk itu, semua sepakat mahasiswa super veteran tersebut bisa lulus, setidaknya "diluluskan". Sengaja kata lulus dan diluluskan disini dipertegas, sebab dalam kontek ini keduanya memiliki makna yang berbeda. Kata lulus merujuk pada proses lulus mahasiswa super veteran melalui upaya maksimal oleh mahasiswa tersebut sedangkan diluluskan lebih kepada upaya dosen untuk meluluskan mahasiswa. Beragam istilah seperti "kasihan", "daripada", "jilid 4 sisi", "mentok", atau "terpaksa" ditujukan kepada diksi "diluluskan" ini.
Pada akhirnya, memang tidak semua mahasiswa super veteran bisa melewati semester 14 itu dengan baik. Dalam catatan akademik tiga mahasiswa harus keluar dengan status drop out. Mereka tidak bisa diselamatkan lagi. Penyebabnya karena ketiga mahasiswa tersebut memang sudah non aktif selama beberapa semester. Mereka tidak pernah lagi ke kampus. Kontak dengan dosen pembimbing mereka juga sudah tidak ada. Dengan berat hati, mereka harus dikeluarkan. Beda halnya dengan sepulu mahasiswa lainnya, meski perjuangan keras untuk meluluskan berada  pada dosen pembimbing tetapi mereka masih bisa memakai toga pada September nti. Selain akhir-akhir semester itu mereka juga mulai aktif menyelasaikan tugas akhir juga peran dan kesabaran dosen pembimbing terus mendorong mereka bisa lulus. Singkatnya, mereka masih bisa diluluskan .
Saya terlibat langsung dalam proses akhir tiga dari sepuluh mahasiswa yang lulus tersebut. Saya mau sedikit bercerita tentang proses penyelasaian tugas akhir mereka. Â Karena saya terlibat langsung sebagai pembimbing tugas akhir satu mahasiswa dan sebagai penguji dua mahasiswa. Saya menilai proses ini merupakan upaya penyelamatan. Sebetulnya, tidak hanya saya tetapi saya kira semua dosen yang terlibat dalam tugas akhir ketiga mahasiswa tersebut termasuk tenaga pendidikan yang menangani administrasinya terlibat dalam upaya penyelamatan ini. Upaya penyelamatan ini memerlukan kesabaran extra dan keiklasan yang paripurna. Tanpa kesabaran extra dan keiklasan paripurna niscaya mahasiswa tersebut kena drop out. Dalam proses penyelamat tersebut ada beberapa cerita unik dan jadi pembicaraan di antara kolega.
Â
Jilid Empat Sisi
Lazimnya mahasiswa yang telah lulus ujian akhir akan menyerahkan satu exemplar karya skrispi mereka untuk jadi koleksi program studi. Karya tersebut akan ditempatkan dilemari khusus dan bisa diakses oleh mahasiswa yang lain. Mereka biasanya menggunakan skripsi-skripsi tersebut sebagai rujukan mereka dalam menulis skripsi. Namun, kondisi ini jadi obrolan di antara kolega. Kami semua memahami bahwa skrispi mahasiswa super veteran umumnya membutuhkan "permakluman" sebab keiklasan pembimbing dan penguji menjadi modal kunci atas kelayakan karya skripsi tersebut untuk diluluskan. Untuk itu, muncul kekhawatiran, jika skripsi-skripsi level permakluman itu dijadikan oleh mahasiswa lain. Itu tidak ideal untuk tidak menyebut buruk.
Atas dasar itu, istilah jilid empat sisi muncul. Berbeda dengan skripsi umumnya yang dijilid dua sisi, jilid empat sisi artinya empat sudut skripsi tersebut dijid. Dengan jilid empat sisi ini, kekhawatiran para kolega menjadi berkurang sebab potensi untuk dibuka, dibaca, dan dijadikan oleh rujukan mahasiswa lain menjadi tertutup. Selain dijilid empat sisi, alternatif lain yang bisa ditempu adalah skripsi-skripsi tersebut ditempatkan di tempat terpisah dari skripsi yang sering diakses oleh mahasiswa. Dengan demikian, mereka lulus dan mahasiswa lain pun terhindar dari merujuk skripsi yang tidak direkomendasikan untuk dirujuk. Pilihan akhir adalah menempatkan di tempat khusus.
Ujian Online
Sejak Covid-19 lalu, ujian secara online menjadi lazim. Praktis, kapan, dan dimanapun bisa dilaksanakan. Atas saran dosen pembimbing, dua mahasiswa veteran yang saya uji juga dilaksanakan secara online. Waktunya dipilih jam 19.30 malam. Bukan jam kerja tetapi karena karena pertimbangan waktu yang terbatas, waktu tersebut pun jadi permakluman. Secara teknis dengan aplikasi google meet, ujian berjalan dengan baik pada Kamis, 20 Juli 2023. Proses tahap demi tahap berjalan dengan baik, semua berjalan baik. Lain lagi urusan substansi tetapi semua sepakat tidak terlalu berbicara substansi, sebab semua sudah memaklumi. Syukur-syukur masih bisa diselamatkan. "Jika bagus, tidak mungkin sampai semester 14," kira-kira itu goyonan kolega selama ini saat kami membicarakan mahasiswa super veteran.
Lain halnya ujian yang dijadwalkan pada 20 Juli 2023. Ujian yang direncanakan jam 19.00 malam itu penuh drama. Dimulai dari aplikasi ujiannya yang baru siap 1,5 jam kemudian dari jadwal seharusnya hingga akhirnya ujian diputuskan diundur hingga besok paginya. Lalu, hal yang paling mencengankan tak kala semua sudah nampak di depan layar laptop dan ujian siap dimulai. Saat itu ketua tim penguji membuka sesi ujian dan menanyakan kesiapan mahasiswa ujian, tetapi si mahasiswa justru terlihat di layar laptop meninggalkan tempat. Ternyata, si mahasiswa tidak mendengar suara panggilan tim penguji. Berkali-kali tim penguji memanggil si mahasiswa tetapi meskipun dia nampak di layar dia tidak mendengarkan panggilan tersebut. Lalu, ketua tim penguji berinisiatip untuk menelponnya dan hasil pembicaraanya diketahui bahwa ternyata si mahasiswa tidak bisa mengaktifkan menggunakan google meet. Singkatnya, dia aplikasinya masih mute dan dia tidak bisa mengunmute.Â