Mohon tunggu...
Muhlis Lamuru
Muhlis Lamuru Mohon Tunggu... Guru - Penting tak Penting

Lahir di sebuah Dusun terpencil di Kab. Bone, Sulawesi-Selatan. Namanya, Dusun Masumpu, Des. Massengrengpu, Kec Lamuru. Dusun tersebut baru dialiri listrik PLN pada pertengahan tahun 1999. Muhlis Lamuru menghabiskan masa kecil di Kampung halaman dan bersekolah di MI 43 Pising (Masumpu) dan SLTP di Kecamatan sebelum hijrah ke Kota Makassar melanjutkan pendidikan menengah. Sejak 2004 hijrah ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan Tinggi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan, tahun 2010 mencoba mengadu nasib n memulai hidup baru di Ibu Kota Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Rantau Masyarakat Bugis Makassar

24 Agustus 2010   08:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:45 3178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selain tersohor dengan budaya maritim yang handal, Masyarakat Bugis dan Makassar juga dikenal dengan tradisi rantaunya yang sangat kuat. Masyarakat Bugis Makassar sudah mengarungi lautan Nusantara sejak berabad lamanya. Bahkan, dengan bermodal Kapal Phinisi, Pelaut Bugis Makassar mampu menyeberangi  Samudra Pasifik hingga ke Vancouver, Kanada. Sungguh luar biasa...

Keberanian Pelaut Bugis Makassar untuk menaklukkan ganasnya ombak di laut dalam dilakukan untuk aktivitas berniaga dan mencari ikan. Memang Orang Bugis juga dikenal sebagai ahli dagang. Dengan demikian, kemampuan untuk menyeberangi lautan mutlak dimiliki. Hal ini diperlukan untuk mengembangkan usaha di daerah lain. Sedangkan mencari ikan di laut termasuk salah satu mata pencarian masyarakat Bugis Makassar.

Untuk mendukung aktivitas mereka di laut, mereka membuat alat transportasi cukup handal. Namanya Kapal Phinisi. Kapal tersebut adalah jenis kapal layar yang terbuat dari kayu tetapi kemampuannya sungguh luar biasa. Kapal Phinisi mampu mangarungi samudra dan melintasi ganasnya ombak di laut lepas. Sampai saat ini Kapal Phinisi diproduksi di Tanah Beru, Kabupaten Bulukumba...

Budaya rantau atau yang lebih dikenal sompe' dalam bahasa bugis juga sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam jiwa Masyarakat Bugis Makassar. Karena jiwa rantau itulah, keberadaan mereka bisa dijumpai di seluruh nusantara. Bahkan, mereka juga ada sampai ke luar negeri. Kampung bugis ada dimana-mana, misalnya di Yogyakarta, Bali, Aceh, Papua, Kalimantan, Singapura, Malaysia, bahkan di Afrika selatan juga ada. Di Negeri Nelson Mandela itu terdapat perkampungan Makassar yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Shekh Yusuf adalah seorang Ulama' besar asal Sulawesi Selatan yang pernah menyebarkan Islam hingga Afrika Selatan.

Sompe' adalah merantau ke daerah lain baik untuk menetap ataupun untuk sementara. Biasanya, merantau dikategorikan sompe' ketika Si perantau menyeberangi lautan dari tempat asal mereka. Sompe' bagi Masyarakat Bugis Makassar biasanya dipengaruhi oleh tiga faktor. pertama, faktor ekonomi. Umumnya Masyarakat Bugis Makassar menjadikan faktor ekonomi sebagai alasan utama untuk sompe'. Mereka merantau ke negeri orang ketika mereka merasa bahwa kehidupan di kampung atau daerah asalnya pas-pasan atau bahkan kekurangan. Tujuan dari sompe' tak lain adalah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Dengan alasan ini banyak Masyarakat Bugis yang tersebar di Malaysia, Kendari, Kalimantan, Papua, dan di daerah lain tentunya.

Kedua, ilmu juga menjadi alasan Masyarakat Bugis Makassar untuk sompe'. Karena alasan haus akan ilmu pengetahuan membuat Orang Bugis rela meninggalkan kampung halaman untuk mencari ilmu di negeri orang. Pepatah kuno yaitu "tuntutlah ilmu sampai ke Negeri Cina" juga berlaku bagi masyarakat yang mendiami Provinsi Selawesi Selatan itu. Ilmu adalah kebutuhan dasar setiap individu apa lagi  dewasa ini kriteria yang harus dimiliki seseorang yang bisa dijadikan sebagai panutan atau tokoh di kalangan Masyarakat Bugis salah satunya adalah macca (pintar), disamping juga harus sogi (banyak uang), pandrita (ulama' atau teguh memegang agama).

Ketiga, siri' atau harga diri. Siri' yang dimaksud disini adalah kehilangan siri atau lebih dikenal dengan tabbe siri'. Seorang Bugis yang melakukan pelanggaran berat bisa dikenakan hukuman adat yaitu dipoppangi tanah atau diusir dari kampung halaman. Akibatnya, mereka yang tabbe siri hingga harus meninggalkan kampung halaman dan pergi sompe' atau merantau ke negeri orang. Kasus-kasus yang biasanya membuat sorang Bugis tabbe siri' adalah terkait dengan masalah perempuan, seperti menghamili gadis orang, selingkuh dengan istri orang dan sebagainya. Si pelaku dipoppangi tanah atau diusir dari kampung halaman karena kekurang ajarannya. Sedangkan pihak korban atau perempuan akan meninggalkan kampung halaman karena malu. Mereka dianggap tidak bisa menjaga kehormatan yang dia miliki.

Eksistensi seorang perantau atau passompe' bisa dilihat dari kesuksesan yang mereka capai. Dan, biasanya diukur dari kekayaan yang mereka miliki. Mereka yang bisa sukses diperantauan, menjadi kaya atau menjadi pejabat misalnya, akan dihormati dan disegani. Sedangkan bagi yang gagal dalam perantauan tetap akan menjadi pecundang di mata masyarakat.

Passompe pun akan sesekali mudik ke kampung halaman dengan berbagai tujuan, silaturrahmi dengan keluarga, siara' kubur ke keburan nenek moyang, Liburan, atau pun pamer kesuksesan. Mudik biasanya dilakukan saat lebaran tiba. Sedangkan bagi yang gagal di perantauan akan berusaha untuk menghindari yang namanya mudik...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun