Mohon tunggu...
Muhlas Abror
Muhlas Abror Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa UIN bandung

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Ilmu Hadits di Awal Histiografi Islam

15 Juni 2023   23:41 Diperbarui: 16 Juni 2023   01:44 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hadits-hadits nabi menjadi sumber utama untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut atau memiliki konteks yang lebih luas. Perkembangan historiografi pada awal Islam tidak dapat dipisahkan dari agama Islam dan umat Islam itu sendiri.

Ketika rasul masih hidup, semua masalah umat Islam dapat diselesaikan dan dijawab dengan bantuan Al-Qur'an dan petunjuk langsung dari rasul sendiri. Namun, setelah wafatnya rasul, umat Islam dihadapkan pada masalah-masalah baru yang tidak memiliki jawaban langsung dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, para sahabat menggunakan hadits-hadits rasul yang terdiri dari ucapan dan tindakan beliau.

Pada masa kehidupan para sahabat, mereka dapat langsung merujuk hadits-hadits Nabi karena mereka secara pribadi menyaksikan kehidupan Rasulullah. Namun, seiring berjalannya waktu dan banyaknya sahabat yang meninggal dunia, serta bertambahnya permasalahan yang dihadapi umat Islam, kesadaran untuk mengumpulkan hadits-hadits Nabi muncul. Tujuan dari pengumpulan ini adalah untuk menjawab persoalan-persoalan yang muncul di kalangan umat Islam.

Dengan demikian, hadits memiliki peran penting dalam penulisan sejarah Islam sebagai sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan umat Islam. Bukti adanya pengaruh hadits dalam penulisan sejarah Islam terlihat dari metode yang digunakan dan isi informasi yang disampaikan oleh hadits. Sejarawan pada masa awal Islam menggunakan metode sanad yang sangat panjang dalam penulisan karya-karya mereka. Mereka juga banyak menulis tentang kehidupan Rasulullah dan para sahabat dalam bentuk sirah (biografi), al-maghazi (kisah-kisah perang), dan isma' al-rijal (ilmu mengenai para perawi hadits).

1. hadits sebagai metode histiografi islam

Pada masa awal perkembangan Islam, para ahli hadits atau muhaddisun memiliki peran penting dalam historiografi Islam. Mereka dianggap sebagai sejarawan karena fokus mereka pada kajian kehidupan Nabi Muhammad dan peperangan yang dilakukan oleh beliau. Para ahli hadits ini juga mengembangkan metode riwayat yang menghubungkan informasi dalam sejarah dengan menggunakan sanad, yang dianggap ideal dan ilmiah pada masa tersebut.

Para sejarawan pada masa itu memulai penulisan sejarah dengan mengkaji keabsahan informasi yang diterima melalui penelusuran sumber. Mereka membandingkan berbagai sumber dan memutuskan validitas informasi berdasarkan keaslian data dan keakuratan perawi dalam mendeskripsikan peristiwa yang terjadi di masa lalu. Keakuratan dan kecermatan para ahli hadits dalam memilih hadits yang akan ditulis sangat membantu para sejarawan.

Perkembangan ilmu sejarah dalam dunia Islam tidak terlepas dari perkembangan ilmu hadits. Keduanya saling terkait baik dalam metode maupun isi materi. Karena pembahasannya berfokus pada kehidupan Nabi Muhammad dan para sahabat, serta peperangan yang terjadi pada masa itu. Metode yang digunakan dalam historiografi Islam adalah metode sanad yang menguatkan riwayat dalam mendeskripsikan setiap berita. Meskipun ada penulisan khusus tentang peperangan, namun buku-buku tentang perang secara umum membahas semua aspek kehidupan Nabi Muhammad. Para sejarawan seperti Urwah Ibn al-Zubayr dan Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Zuhri, yang merupakan ahli hadits, menjadi sumber penting dalam menyampaikan informasi sejarah yang teliti dan jujur.

Al-Thabari, seorang tokoh sejarah, juga menggunakan metode riwayat dalam karyanya. Dia tidak terlepas dari metode yang digunakan dalam ilmu hadits dan menolak menggunakan logika atau deduksi yang biasa digunakan oleh sejarawan. Al-Thabari mengecek riwayat, memeriksa teks-teks, dan mengkaji sanad sebelum membahas konten dan filosofi dalam sejarah. Metode historiografi yang digunakan oleh Al-Thabari, yaitu metode riwayat, serupa dengan metode yang digunakan oleh para ahli hadits pada masa itu. Mereka menganggap suatu riwayat atau kisah sah jika sanadnya berkesinambungan dan berhubungan erat dengan sumbernya, serta tidak bertentangan dengan isi Al-Qur'an.

Namun, ada juga kritik terhadap metode yang hanya mengandalkan riwayat seperti yang dilakukan oleh Al-Thabari. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa ketergantungan pada riwayat saja dapat menimbulkan masalah, terutama dalam hal sumber penelitian. Meskipun Al-Thabari selalu berusaha untuk mengemukakan kredibilitas sanadnya, tidak semua fakta sejarah dapat ditelusuri melalui rangkaian sanad hingga mencapai peristiwa yang terjadi di masa lampau. Masalah besar lainnya adalah penggunaan kisah-kisah Isra'iliyat yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir, terutama untuk peristiwa sejarah sebelum turunnya Al-Qur'an dan kenabian Muhammad.

Jadi, pada masa awal perkembangan Islam, metode riwayat yang digunakan dalam ilmu hadits juga digunakan dalam historiografi Islam. Para ahli hadits dan sejarawan memperhatikan keaslian sumber, membandingkan informasi, dan mengandalkan kredibilitas penutur. Namun, kritik terhadap metode riwayat juga timbul karena keterbatasan dalam menelusuri fakta sejarah dan penggunaan kisah-kisah Isra'iliyat.

2.hadits sebagai sumber histiografi islam

Penulisan sejarah sebuah peristiwa membutuhkan sumber atau data yang terkait dengan peristiwa tersebut. Ada tiga jenis sumber sejarah yang umum digunakan. Pertama, sumber lisan yang berasal dari keterangan-keterangan yang diperoleh dari pelaku atau saksi peristiwa tersebut. Kedua, sumber tulisan yang berasal dari hasil peninggalan orang-orang di masa lalu, seperti surat kabar, naskah, dokumen, rekaman, dan sejenisnya. Ketiga, sumber benda atau artefak yang berasal dari peninggalan manusia pada zaman lampau, seperti patung, kapak, dan sebagainya.

Namun, dalam konteks hadits sebagai sumber historiografi Islam, hadits memiliki peran khusus. Hadits berisi perkataan, ketetapan, dan segala hal yang berkaitan dengan kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabat. Hadits muncul sebagai respons atas pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat pada masa itu, dan hadits terbentuk berdasarkan Asbab al-Wurud (sebab turunya hadits). Hadits hadir dengan latar belakang adanya permasalahan, persoalan, atau berita yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.

Oleh karena itu, penting untuk memahami konteks hadits sesuai dengan niat dan keinginan Nabi Muhammad SAW. Asbab al-Wurud berperan penting dalam memahami konteks hadits sesuai dengan situasi saat itu. Tanpa pengetahuan tentang sejarah Nabi Muhammad SAW, bagaimana kita bisa meneladani ucapan dan perbuatan beliau? Dan bagaimana kita bisa mengetahui sejarah Nabi Muhammad SAW jika hadits bukan bagian dari sumber sejarah yang diriwayatkan dari sahabat kepada tabi'in, dari tabi'in kepada tabi'ittabi'in, dari tabi'ittabi'in kepada ashabuttabi'in, dan seterusnya hingga generasi selanjutnya.

Dalam kesimpulannya, hadits memegang peran penting sebagai sumber historiografi Islam. Hadits memberikan informasi yang sangat berharga tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Namun, penting untuk memahami konteks hadits dengan memperhatikan Asbab al-Wurud agar kita dapat memahami secara akurat pesan yang ingin disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.

3.hadits sebagai catatan histiografi islam

Hadits memiliki peran sebagai catatan historiografi Islam. Hadits yang tercatat dalam kitab-kitab seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, al-Muatta Imam Malik, Musnad Imam Syafi'i, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, dan sebagainya merupakan kumpulan catatan yang dapat digunakan sebagai sumber dalam historiografi Islam, mencakup berbagai aspek kehidupan Nabi Muhammad SAW. Meskipun secara umum Nabi melarang pencatatan hadits karena khawatir akan bercampur dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang telah ditulis oleh para sahabat seperti Zaid bin Thabit dan yang lainnya.

Peran dan keberadaan hadits mulai diperhatikan oleh sejarawan Islam sejak akhir abad ke-1 Hijriyah. Hal ini terjadi karena adanya kekacauan dalam umat Islam atau fragmentasi politik setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Hadits menjadi alat untuk melegitimasi kelompok tertentu, bahkan ada yang membuat hadits palsu atas nama Nabi SAW. Pada tahun 99 H, Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan salah satu gubernurnya, yaitu Abu Bakar ibn Hazm, dan beberapa ulama lainnya untuk menulis hadits. Hal ini dilakukan karena kekhawatiran dan kegalauan Khalifah akibat kondisi politik yang tidak kondusif dan banyaknya penghafal hadits yang gugur dalam pertempuran. Khalifah khawatir ilmu dan ulama akan hilang dan lenyap.

Salah satu ulama yang sangat menonjol dalam pengkodifikasian hadits Nabi Muhammad SAW adalah Abu Bakar bin Muhammad bin Syihab Az-Zuhri, seorang ahli hadits dan fikih pada zamannya. Abu Bakar bin Muhammad bin Syihab Az-Zuhri wafat pada tahun 123 H. Beliau diberi tugas oleh Umar bin Abdul Aziz untuk mengumpulkan hadits. Perintah Khalifah ini melahirkan metode pendidikan alternatif di mana para ulama mencari hadits dari orang-orang yang dianggap memiliki pengetahuan di berbagai tempat, yang kemudian dikenal dengan metode rihlah.

4.hadits sebagai filsafat dalam histiografi islam

Hadits berperan sebagai filsafat historiografi Islam karena memiliki otoritas kebenaran yang ilmiah, superior, dan keabsahannya tidak diragukan lagi. Hal ini disebabkan oleh proses seleksi hadits yang melalui berbagai tahapan dan metode yang sulit untuk mencapai status shahih. Seleksi hadits tidak hanya mencakup matan (isi) dan sanad (rantai perawi), tetapi juga mencakup kredibilitas dan ketakwaan perawi yang meriwayatkannya. Kredibilitas dan ketakwaan perawi memiliki peran penting, karena seorang perawi haruslah orang yang adil dan hati-hati dalam perilakunya. Kriteria semacam ini tidak ditentukan oleh para sejarawan, sehingga ada sejarawan liberal dan tidak bermoral yang dengan seenaknya memutar balikkan fakta sejarah, sehingga menimbulkan berbagai kontroversi dan kontradiksi yang membingungkan umat.

Alasan lain mengapa hadits berperan sebagai filsafat dalam historiografi Islam adalah karena kebenaran sejarah yang terdapat dalam hadits telah melalui tahap takhrij dan tahqiq. Kebenaran dan keotentikan hadits melebihi kebenaran sejarah yang telah melalui tahapan interpretasi dan verifikasi. Selain itu, ancaman dari Nabi dalam sabdanya bahwa siapa pun yang dengan sengaja berdusta atas namanya harus siap menempati tempatnya di neraka, serta adanya metode jarh wa ta'dil, membuat kebenaran dan validitas hadits semakin tak terbantahkan. Hal serupa juga terdapat dalam ilmu sejarah lisan, di mana keadaan saksi sejarah atau pelaku sejarah, atau setidaknya keturunan pelaku sejarah yang dipercaya memiliki otoritas penuh untuk berbicara kepada para pencari data sejarah.

Oleh karena itu, pada dasarnya sejarah dan hadits saling melengkapi satu sama lain dalam simbiosis mutualisme. Hal ini dibuktikan dengan adanya hadits-hadits yang menjadi salah satu sumber utama dalam mempelajari sejarah agama Islam yang dibawa dan disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hingga pada era selanjutnya, muncul dan berkembang kitab-kitab sejarah seperti Sirah Nabawiyah, baik itu Sirah Ibnu Ishaq maupun Ibnu Hisham. Kemudian muncul pula karya Tarikh Tabari, Al-Kamil dalam tujuh jilid, Tarikh Ibnu Khaldun, Al-Bidayah wa An-Nihayah, serta penulisan sejarah dalam bentuk Maulid Al-Barzanji, Maulid Ad-Diba'i, Simtudduror, dan Manaqib atau hagiografi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun