Kedua, nothing problem. Mereka berpendapat bahwa siapapun yang mendampingi kandidat presiden tidak menjadi masalah.  Mereka lebih melihat pada sosok Calon Presidennya: Jokowi  dan Prabowo. Jadi gak masalah. Mereka ini adalah para fans Jokowi dan fans Prabowo. Kira-kira dalam bahasa iklan: "Siapapun Wakil Presidennya, Yang Penting Jokowi!"; "Siapapun Wakil Presidennya, Yang Penting Prabowo". Â
Politik memang lekat dengan fanatisme. Berapa banyak dalam realitas kehidupan kita ini masyarakat sangat fanatik dengan sosok "pemimpin" tertentu. Soekarno, misalnya. Betapa fans-fans Soekarno sampai saat ini masih kita rasakan.
Demikian juga dengan Gus Dur. Betapa banyak Gus Durian yang bertumbuhan di Indonesia. Â Saya kira hal ini bukan sesuatu yang aneh dan khas Indonesia, tetapi semua bangsa-bangsa di dunia juga mengalami hal yang sama. No fans, No Politik. Kira-kira begitu.
Fanatik (fanatic; Inggris) berasal dari bahasa Latin fanaticus, merupakan derivasi dari kata fanum yang artinya tempat persembahan, candi, dan sejenisnya.  Fanatik bisa dikatakan sebagai bentuk sikap manusia yang "rasa" memilikinya sedemikian tinggi atau mendalam.
Fanatik melibatkan perasaan: "keimanan" atau "kepercayaan".  Tidak heran  jika sikap fanatik, seringkali melampaui batas-batas 'pikiran'. Namanya juga "rasa" yang bisa merasakan itu adalah hati. Dan, hati itu itu seringkali ukurannya "melampaui" hal-hal yang sifatnya rasional.
Ketiga,  EGP alias emang gue pikirin. Mereka ini kelompok yang berpendapat bahwa ndak masalah siapapun Capres dan Cawapresnya. "Sing penting bisnisku lancar. Titik!". Mereka ini bisa dikatakan sebagai kelompok orang yang a-politic.
Artinya, tidak begitu pusing dengan tetek bengek politik. Ia hanya ingin agar siapapun Presiden dan Wakil Presidennya yang menang nanti, apakah dari Kubu Jokowi-K.H. Ma'ruf Amin  atau Kubu Probowo-Sandiaga Uno, Indonesia terus maju menjadi bangsa yang adil dan makmur. Dan, utamanya hidup rakyat dan pebisnis tidak susah!
Orang-orang  semacam ini biasanya akan lebih "rasional" dalam ukuran-ukuran pragmatis. Mereka akan mencermati visi, misi, dan program kerja para kandidat. Meskipun menurut mereka, rasionalitas ketercapaian visi, misi, dan program masih menjadi pertimbangan untuk menentukan pilihan.
Bagi mereka, untuk memilih salah satu calon perlu dicermati dulu visibilitasnya.  Meskipun, akhirnya mereka kadang-kadang memiliki  untuk tidak memilih alias golput.
Bagi saya siapakan yang saat ini menjadi calon presiden dan calon wakil presiden kita doakan saja semoga yang terpilih nanti menjadi berkah bagi Indonesia. Karena untuk memilih mereka sumberdaya bangsa yang dikeluarkan tidak sedikit. Tidak perlu kening berkerut dan tidak perlu juga dada terbusung. Karena, kalau mau mencari kelemahan dari kedua calon pasti akan banyak kita temukan.
Sama juga kalau kita mau mencari positifnya, pasti berderet kita dapatkan. Tidak ada manusia super. Serba baik semua atau serba jelek semua. Tidak ada. Tetapi, agama mengajarkan bahwa "menge-zoom out" hal-hal positif dari seseorang jauh lebih baik dan menutup kelemahan sangat dianjurkan. Sebagai bekal semoga nanti ditutup aib kita di akhirat.