Semalam kita masih baik-baik saja. Masih bercerita tentang perkara siapa paling layak kita selesaikan. Masih bercanda perihal masalah siapa yang sebenarnya pantas dibuat lelucon. Memang, bahagia selalu hadir dengan usaha sederhana.
Aku selalu tersenyum otomatis melihat pesan-pesanmu. Meski singkat, tapi aku suka. Itu yang membuat pandanganku terhadap kamu berbeda dari perempuan manapun yang sempat menjadi tempat singgahku.
Kamu sulit ditebak, membaca pesanmu saja umpama menyelesaikan kubus rubik, sulit tapi menarik. Dan aku suka, sangat suka.
Satu hal yang bisa aku baca darimu adalah ketika kamu bercerita tentang orang-orang yang sempat menyakitimu, tega meninggalkanmu.
Aku langsung bisa tahu, kamu tulus bercerita dengan hati bukan sugesti otak. Untuk itu, aku selalu berhati-hati dengan hatimu, takut ketika tiba-tiba patah sebab hal sederhana yang aku tidak sadari.
Semalam kita masih baik-baik saja.
Kita masih saling mengirim gambar, kegiatan siapa paling menarik dikisahkan. Masih saling bertengkar kecil perihal ego siapa yang seharusnya dipertahankan.
Di otakku masih tertanam betul ketika kemarin sore kita menjadi sepasang manusia paling bahagia. Aku mendengarmu banyak bercerita, dari makanan kesukaanmu hingga hal-hal yang kamu benci.
Katamu, kamu tidak begitu suka dengan senja, aku mengangguk saja, aku tidak ingin mengganggu kesenanganmu dengan berkata bahwa aku sebenarnya pengagum senja dengan jingganya.
Katamu lagi, kamu lebih senang dengan hujan, aku mengangguk lagi, aku tidak ingin membenci kesukaanmu dengan mengatakan bahwa sebenarnya aku tidak suka dengan hujan.
Semalam kita masih baik-baik saja. Masih saling gengsi tentang siapa yang seharusnya memberi kabar duluan. Masih saling tunggu chat siapa yang lebih dulu mengingatkan shalat, makan malam, atau minum obat.