Mohon tunggu...
Muh Ilham Akbar Parase
Muh Ilham Akbar Parase Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penulis

Hukum Tata Negara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Independensi dan Integritas Hakim Mahkamah Konstitusi

20 November 2020   00:15 Diperbarui: 20 November 2020   00:39 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muh. Ilham Akbar Parase, SH.

Ketua Bidang Rencana Strategis Keilmuan Magister Hukum Pascasarjana UII

Presiden jokowi memberikan enam hakim konstitusi penghargaan Bintang Mahaputera. Ada 6 hakim MK yang mendapatkan tanda kehormatan dari Jokowi. Mereka adalah Arief Hidayat (Bintang Mahaputera Adipradana), Anwar Usman (Bintang Mahaputera Adipradana), Aswanto (Bintang Mahaputera Adipradana), Wahiduddin Adams (Bintang Mahaputera Utama), Suhartoyo (Bintang Mahaputera Utama), dan Manahan MP Sitompul (Bintang Mahaputera Utama). 

Pemberian penghargaan tersebut haruslah diberikan apresiasi, merupakan tanda bahwa seorang warga negara yang diberikan tanda jasa kehormatan tersebut telah memberi dedikasi untuk republik Indonesia tercinta. 

Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1959 Tentang Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia, Pasal 1 ayat (1) menyebutkan “Bintang Republik Indonesia diadakan dengan tujuan untuk memberi kehormatan istimewa kepada mereka yang berjasa sangat luar biasa guna keutuhan, kelangsungan dan kejayaan Negara”. 

Makna pasal tersebut jika melihat bagian penjelasan Pasal 1, Yang dimaksud dengan jasa yang sangat luar biasa ialah selain syarat-syarat tertera dalam "Undang-undang Ketentuan-ketentuan Umum Tanda-tanda Kehormatan" juga syarat-syarat lain, yaitu jasa-jasa sangat luar biasa terhadap nusa dan bangsa, kerajinan dan kesetiaan yang luar biasa dalam melakukan kewajibannya sebagai warga-negara, kecerdasan yang sangat luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan sebagainya.

Namun pemberian tanda jasa kehormatan ini menuai resistensi di tengah publik. Publik menilai pemberian gelar tanda jasa kemungkinan dapat mengurangi inpendensi MK juga diduga akan mengurangi integritas hakim MK. 

Apalagi setelah RUU MK yang disahkan menjadi UU 7 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi disahkan pemerintah di Jakarta pada tanggal 28 September 2020. Yang memberikan penambahan masa jabatan bagi hakim. Sehingga terkesan seperti ada barter politik, antara eksekutif dan lembaga kekuasaan kehakiman ini.

Ditambah lagi dengan Undang-undang Cipta Kerja diteken Pemerintah dengan nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang saat ini sedang diuji konsitutsionalitasnya (judicial review) di MK. Undang-Undang cipta kerja yang mendapat resistensi besar dimasyarakat merupakan Undang-Undang usul pemerintah yang dipaksakan keberadaannya. Sehingga dugaan adanya conflict of interest kekuasaan menjadi bola liar ditengah publik.

Padahal Pasal 24C Ayat (5) UUD 1945 menyatakan “hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.” Pasal ini merupakan prasyaratan yang diberikan UUD terhadap hakim konstitusi. 

Bahkan dalam bab kekuasaan kehakiman UUD hanyalah MK yang diberikan predikat negarawan. Makna negarawan secara terminology Konsep negarawan telah ada bersamaan dengan berkembangnya pemikiran tentang kenegaraan. Salah satu karya Plato adalah The Statesman atau Politikos. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun