Dua dosen dari Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK), Russel Butar-butar dan Utami Yustihasana Untoro, memasukkan gugatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Dalam gugatan mereka, keduanya menyatakan bahwa Putusan Nomor 90/PUU-XII/2023 yang memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Gugatan ini menjadi tambahan dalam daftar serangkaian gugatan serupa yang mempertanyakan keabsahan Putusan Nomor 90. Selain itu, Russel dan Utami juga meminta MK untuk membuat putusan sela yang menangguhkan pemberlakuan Putusan Nomor 90. Mereka berpendapat bahwa keputusan ini harus ditangguhkan karena adanya putusan Majelis Kehormatan MK yang memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK karena pelanggaran etika berat dalam mengadili Putusan Nomor 90.
"Pelanggaran kode etik memiliki koherensi, signifikansi, dan/atau perwujudan dari pelanggaran formil dalam persidangan atau pemeriksaan Putusan 90," ujar mereka.
Gugatan ini menambah panjang daftar gugatan sebelumnya yang juga mempertanyakan keputusan yang sama. Dalam perkembangan terkini, MK mengubah tafsir UU Pemilu terkait syarat capres/cawapres. Namun, Majelis Kehormatan MK memberikan sanksi berat kepada Ketua MK Anwar Usman karena tidak mengundurkan diri, menciptakan konflik kepentingan dengan Gibran Rakabuming.Â
Seiring dengan itu, Gibran mendeklarasikan diri sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo, sementara Anwar Usman tetap sebagai hakim MK meskipun dicopot sebagai Ketua MK. Artikel ini mencerminkan kompleksitas dinamika hukum dan etika di tingkat tertinggi, yang berdampak pada perjalanan politik Gibran sebagai calon pemimpin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H