Bercermin dari pengalaman sendiri di masa lalu, membuat saya merasakan ada kelucuan sekaligus menggugah motivasi diri untuk menatap masa depan berubah ke yang lebih baik. Betapa tidak, sebagai anak desa yang sejak lulus sekolah lanjutan (SMA) hanya beraktivitas dalam lingkup terbatas telah membuat diriku kurang tersentuh wawasan dan pengetahuan sehingga seolah hidup kala itu hanya berkutat dalam lingkup pekerjaan rutin di desa.
Mulai bercocok tanam, menjual hasil bumi ke pasar, usaha di bidang ternak dan kolam ikan, usaha kerajinan bambu, semuanya merupakan kegiatan yang “sudah kenyang” saya lakukan sebagai kegiatan usaha ekonomi bersama milik keluarga. Pikir-pikir waktu itu, walaupun hasil dari usaha rutin di desa sesungguhnya cukup untuk memenuhi standar hidup minimal, namun demikian sebagai anak muda desa sayapun tidak ingin terus menerus menjalani pekerjaan tradisional yang turun temurun tersebut.
Dari pelosok desa di Bantul, ingin punya usaha mandiri, saya coba melangkah ke kota (Yogyakarta) untuk menawarkan produk desa (usaha telor asin) dengan penuh semangat pernah saya lakukan, namun usaha yang telah direncana ini tidak bertahan lama karena kalah bersaing dengan usaha sejenis. Pemodal besar yang mampu memproduksi barang secara massif dan memasang harga lebih murah, telah membuat usaha yang sedang saya tekuni lambat laun gulung tikar.
Usaha telor asin kemudian distop, dilanjutkan membuka usaha kuliner kaki lima yaitu jualan keripik singkong di kawasan Kota Yogyakarta Utara. Pertimbangan usaha ini mengingat bahan bakunya mudah didapat dan banyak tersedia di desa. Beberapa waktu awal mula usaha kuliner kecil-kecilan ini berlangsung memang sempat mengundang konsumen/banyak pembeli. Namun demikian usaha ini tidak berkelanjutan (hanya bertahan 6 bulan), lantaran lokasi/lapak kaki lima harus dikosongkan alias dilakukan penertiban.
Tak habis pikir, setelah bisnis keripik singkong tutup lantas saya beralih usaha singkong bakar, dengan gerobak sederhana mengambil lapak kaki lima berlokasi di sekitar Karangkajen yang berdekatan dengan Pasar Telo. Pertimbangannya sangat praktis karena: lokasinya cukup ramai dilalui banyak orang, sedangkan bahan bakunya mudah diperoleh, hanya 100 meter dari pasar yang khusus menjual ketela/singkong mentah. Hasil jualan ini lumayan menambah uang saku untuk keperluan harian sekaligus bisa disimpan/ditabung untuk bekal kemudian hari.
Tentu saja berjualan dilapak kaki lima yang berhubungan banyak orang dengan berbagai latar belakang dan karakternya ternyata berbagai keuntungan bisa diperoleh. Bukan hanya menjanjikan keuntungan materi hasil usaha, tetapi ada sesuatu bisa dipetik manakala kita mau menjalin komunikasi dengan konsumen/pembeli sehingga sharing berlanjut dari hari ke hari, termasuk peluang usaha menjadi topik yang sering diomongkan antara pembeli, penjual atau orang sekitar satu sama lain.
Dari omongan-omongan inilah akhirnya saya ditawari dan tertarik untuk bergabung di dunia marketing. Dengan penuh keyakinan diri, sebagai asisten yang tidak pernah mengenal dunia kampus dan berbekal pengetahuan pas-pasan nekatlah saya kesana-kemari mengikuti senior sales marketing (Bapak Sofyan Yamin, SE) dalam memasarkan produk jasa di bidang pariwisata dan perhotelan untuk wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Belajar dan bekerja bersama beliau banyak pengetahuan serta pengalaman yang bisa saya petik untuk bekal di hari depan, termasuk belajar maupun sharing dengan relasi yang lebih mumpuni hingga saat ini masih saya lakukan.
Malang melintang di dunia marketing yang baru saya geluti ini nampaknya banyak hal yang membuat saya bertambah pengetahuan/wawasan, terutama dalam menawarkan produk yang penuh tantangan, menghadapi berbagai karakter manusia yang dibidik menjadi target atau sasaran. Melakukan prospek, mampu menjelaskan kepada calon konsumen melalui komunikasi persuasif sesuai apa yang diharapkan akhirnya membuahkan hasil, yaitu bisa mendatangkan tamu-tamu hotel dalam jumlah yang relatif besar. Ini merupakan sebuah awal kebanggaan sekaligus kepuasan tersendiri yang tentunya masih perlu dikembangka di hari depan. Alhamdulillah, telah diangkatnya saya sebagai karyawan tetap di sebuah Hotel & Convention di Yogyakarta hingga kini semakin membuat diri tergugah untuk meningkatkan kemampuan dalam menjalankan job yang telah ditetapkan manajemen sebagai kewajiban yang harus dipenuhi.
[caption id="attachment_375142" align="aligncenter" width="300" caption="belajar manajemen pemasaran (din)"][/caption]
Bekerja dan belajar atau menimba pengalaman orang lain dari waktu ke waktu inilah membawa saya memasuki ‘alam baru’ yang tadinya tidak pernah terbayang. Saya tidak bisa lagi bekerja asal-asalan. Saya kemudian mengenal apa itu pemasaran (marketing), peranan pemasaran dalam organisasi usaha, bahkan sayapun semakin mengetahui dan memahami bahwa dalam pemasaran produk, baik jasa maupun barang, ada yang dinamakan segmentasi pasar, ada pula sasaran pemasaran. Untuk lebih mendalami hal ini, seperti dijelaskan Philip Kotler (1984: halaman 258-284) kedua aspek tersebut jika ditekuni dan dipraktekkan di lapangan, merupakan pekerjaan yang tidak pernah membosankan. Karena penuh dinamika sekaligus menantang jika dikaitkan dengan aspek-aspek lain dalam konteks pemasaran guna meraih tujuan organisasi/perusahaan seiring perubahan maupun perkembangan jaman.
Kembali pada judul tulisan ini, kemudian dapatlah disimpulkan bahwa pengalaman adalah guru terbaik, terutama dalam merintis atau memulai usaha/bekerja perlu belajar dari pengalaman. Baik belajar dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain. Jatuh bangun dalam memulai usaha/bekerja merupakan hal biasa yang tidak perlu ditakuti, jangan takut gagal, justru pengalaman itu akan menempa diri untuk lebih matang dan bijak dalam melangkah berikutnya. Yang diperlukan disini adalah berani melakukan (action), yakin dan optimis serta pantang menyerah, bisa membaca peluang dan meminimalisir resiko.
Berdasarkan pengalaman nyata di lapangan, ada satu hal juga penting diperhatikan bahwa bekerja/berusaha tidaklah hanya terfokus atau memikirkan hasil/keuntungan materi melulu, tetapi membangun relasi dengan siapapun layak dilakukan. Mengapa perlu membangun relasi? Karena pada suatu ketika, relasi-relasi ini akan berkomunikasi dan memberikan informasi peluang usaha baru yang mungkin lebih menjanjikan. Termasuk menimba pengalaman dari relasi ataupun orang yang lebih ahli di bidangnya, akan mendorong kita untuk dapat melakukan hal yang sama, minimal transfer of knowledge bisa diperoleh darinya.
Untuk tingkatan pekerja skill seperti saya atau mungkin anda, memilih bidang usaha apapun sesungguhnya bisa dilakukan, peluang usaha ternyata sangatlah terbuka lebar, banyak dan beragam pilihan. Memilih satu bidang usaha tidaklah perlu idealisme tinggi, kita sebaiknya perlu mengukur diri, siapakah kita? Namun demikian, bekerja apapun adalah sebuah pilihan. Dan itu semua sangat tergantung pada hasrat, kemampuan serta keseriusan masing-masing untuk menekuninya. (din_2015).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H