Mohon tunggu...
Muhibbuddin Abdulmuid Yassin Marthabi
Muhibbuddin Abdulmuid Yassin Marthabi Mohon Tunggu... lainnya -

Saya manusia biasa yang makan dan minum...bisa lapar dan haus..yang bisa senyum dan sakit...bisa gembira dan luka hati...bisa tertawa dan meneteskan air mata...seperti teman-teman semua...saya manusia...\r\nTapi hamba ini berdo'a..jika hamba mati..darah hamba mengalir di bumi dan menulis kalimat الله\r\n\r\nwww.suaramuhibbuddin.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Demo 4 November untuk Lindungi Minoritas

3 November 2016   13:43 Diperbarui: 3 November 2016   14:28 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Demo 4 November dilaksanakan untuk menjaga kerukunan dan tuduhan penistaan tidak menjadi sebab kekisruhan dan pengrusakan tempat ibadah atau simbol agama dan ras lainnya di Indonesia dan dunia tentunya. Jadi demo 4 November untuk mencegah agar umat minoritas bisa terlindungi dan tidak terjadi hukum rimba, orang yang dianggap penista agama tidak langsung serta merta dihukum oleh masyarakat, semuanya bermuara agar keadilan ditegakkan.

Tulisan di bawah ini sebagai respon dari kenyataan kekisruhan membuntuti pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Tidak untuk mengadili dan menjustifikasi, tetapi untuk memberikan beberapa poin yang patut dicatat. Saya bukan warga DKI Jakarta, seperti Ahok yang awalnya bukan warga DKI Jakarta. Apa kepentingannya menulis artikel ini? untuk ikut berperan dalam menjaga kondusifitas di masyarakat.

Pemberitaan di media massa umumnya menyebutkan akhirnya Basuki Tjahaya Purnama (biasa dipanggil AHOK) menuai "hasil" karyanya selama ini yang suka bicara semaunya sendiri meskipun bukan tentang praktik korupsi. Ahok terpaksa menjadi bulan-bulanan warganya sendiri. Dari berbagai sumber, dan video yang tersebar, ada berbagai pendapat yang pro dan kontra. Ada yang menyebut, penafsiran video tersebut luas dan tidak memaksa untuk melahirkan tuduhan penistaan. Namun ada yang berpihak pada opini bahwa Ahok sudah jelas menistakan ayat Suci Al Qur'an Surat Al Maidah ayat 51. Dalam sebuah kesempatan di Kepulauan Seribu yang seharusnya membahas masalah keadaan pembangunan wilayah yang dipimpinnya, DKI Jakarta, dengan berseragam seorang Gubernur, Ahok menyatakan kalimat yang tidak relevan dan tidak proporsional dengan tugasnya sebagai Gubernur.

Kalimat kutipan video tersebut Ahok mengatakan,  "Kan bisa saja dalam hati kecil, bapak, ibu enggak bisa pilih saya karena dibohongi (orang) dengan surat Al Maidah (ayat) 51 macam-macam itu. Itu hak bapak, ibu."

Minimal, ada 5 unsur yang termuat:

1. Ahok sebagai pelaku pernyataan. (Jelas ada orang identitasnya)

2. Pihak yang dituduh berbohong dengan Ayat Al Qur'an. (Tidak jelas siapa yang sudah berbohong).

3. Ayat Al Qur'an Surat Al Maidah ayat 51. (Jelas ada ayatnya dalam Al Qur'an).

4. Pendengarnya. (Jelas ada orangnya).

5. Lingkungan saat pernyataan disampaikan. (Berada di lingkungan publik, dan terjadi saat ada kunjungan kerja kedinasan, bukan ranah internal tertentu. Dalam posisi ini, pembahasan tentang "pilih memilih" gubernur sudah keluar dari konteks kedinasan, apalagi mengaitkannya dengan Al Qur'an).

Pada sisi mana ada "Sudut pandang" penistaan?

Jika Ahok menyatakan bahwa ada pihak yang berbohong PAKAI ayat Al Qur'an Surat Al Maidah ayat 51, Ahok gagal menyebutkan siapa yang sudah berbohong dengan MEMAKAI ayat tersebut? Media banyak menyebutkan, bahwa mereka adalah orang yang mempolitisasi Al Maidah ayat 51 untuk kepentingan politiknya? Namun yang perlu diungkap agar tidak menjadi bias adalah siapa orang ini? Namanya siapa? Alamatnya di mana? Dalam pernyataan tersebut Ahok gagal menyebutkan identitas orang atau pihak yang sudah berbohong PAKAI ayat Al Qur'an surat Al Maidah ayat 51. Kegagalan menyebutkan identitas orang dan atau lembaga yang berbohong menggunakan ayat Al Qur'an ini mengandung unsur FITNAH terhadap semua muslim yang membaca/tartil/tilawah/tadarus serta bertabligh/menyampaikan Al Qur'an surat Al Maidah ayat 51 dalam semua pengajian keagamaan di seluruh dunia!

Apabila Ahok jelas menyebutkan identitasnya siapa yang sudah berbohong. maka selesai urusannya bagi Ahok, sebab identitas orang yang disebutkan Ahok menjadi jelas. Publik tentu akan nonsens terhadap ucapan Ahok dan pembicaraan beralih fokus ke tertuduh yang SUDAH BERBOHONG  menggunakan ayat Al Qur'an Al Maidah ayat 51. Dalam hal ini, nama yang dimaksud oleh Ahok tidak dinyatakan sehingga sulit ditelusuri dan akhirnya menjadi bias bola salju yang menggelembung tak terkendali. Dalam batas ini, Pasal penyebaran berita BOHONG dan FITNAH bisa menjadi pasal yang menjerat Ahok.

Jika pernyataan Ahok dalam kapasitasnya sebagai pribadi dan saat tersebut (di Kepulauan Seribu) sedang tidak mengenakan seragam seorang Gubernur DKI Jakarta, ada kemungkinan kecil efeknya, sebab itu pernyataan pribadinya saja. Lebih-lebih Ahok menyatakannya hanya di ruang atau kamarnya sendiri, akan tidak menjadi poin perhatian dan pembahasan orang lain. Dalam keadaan ini, Ahok GAGAL menyatakan kalimat dan ucapan atau ujaran yang seharusnya disampaikan seorang Gubernur di ranah publik DKI Jakarta.

Dalam menyikapi ini, umat Islam juga dituntut untuk menjaga kesucian dan absolusitas Kebenaran Al Qur'an, maka siapa yang akan dituntut oleh umat Islam? Apakah Al Qur'an surat Al Maidah ayat 51 dituntut? Ahok? atau Mereka yang berbohong PAKAI Al Qar'an Al Maidah ayat 51? Semuanya bersumber dari YANG MENGUCAPKAN dan  wajar jika umat Islam juga akhirnya menjadikan Basuki Tjahaya Purnama sebagai tertuduh sudah menistakan Al Qur'an.

Bagaimana Penistaan-nya?

Ada 2 pihak yang dinistakan, yaitu mereka para da'i dan ulama' yang menyampaikan Al Qur'an Surat Al Maidah ayat 51 dan Al Qur'an surat Al Maidah ayat 51 itu sendiri. Akan tetapi,  dikarenakan mereka yang BERBOHONG PAKAI ayat Al Qur'an Surat Al Maidah ayat 51 tidak disebutkan nama dan identitas baik orang maupun lembaga, maka pihak tertuduh menjadi "tidak bisa diadili" atas kebohongannya dan "tuduhan bohong" oleh Ahok tersebut mengalir ditujukan kepada Al Qur'an Surat Al Maidah ayat 51. Dengan kondisi ini, maka Ahok sudah menistakan Al Qur'an karena menganggap Surat Al Maidah ayat 51 adalah ayat BOHONG. Pernyataan Ahok juga berpotensi untuk dipublikasi bahwa Al Qur'an Surat Al Maidah ayat 51 yang selama ini dipegang teguh umat muslim sedunia ternyata bohong belaka.

Melihat berbagai pernistaan-penistaan agama dan ataupun simbol yang dilakukan orang di dunia, mungkin bisa melihat apa yang terjadi di Thailand. Dari berbagai sumber, sudah ada beberapa orang yang berujar penghinaan dan penistaan terhadap Raja Bhumibol Adulyadej, maka mereka sudah menerima hukumannya. Thailand menerapkan Lese Majeste yang mana penistaan dan atau penghinaan terhadap Raja dalam bentuk apapun, akan ditindak dengan hukum dan dipenjara. Itu baru "Raja" yang notabene adalah manusia biasa namun begitu dihargai rakyatnya.

Di setiap tempat dan negara ada konseuensinya jika terjadi penistaan dan penghinaan terhadap simbol yang diyakini dan dihormati warganya. Di Malaysia, Thailand, Myanmar, Bangladesh, India, Pakistan, Iran, Irak, Kuwait, Arab Saudi, dan lainnya. Maka sebaik-baik orang adalah yang menghargai dan menghormati keanekaragaman budaya dan keyakinan bangsa atau orang lain.

Pada sisi "Sudut pandang" bukan sebuah penistaan

Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar menyatakan pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengenai Al Maidah 51 bukanlah penistaan. Menurut dia penistaan tidak tergambar dalam kalimat Ahok. Kalimat Ahok menyatakan surat Al Maidah digunakan orang lain untuk mempengaruhi pilihan politik.

"Saya juga menyimak betul apa yang disampaikan bapak gubernur. Saya memahami bahwa konteksnya tidak dalam arti menghina ayat ya," jelas Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar  kepada KBR, Selasa (01/11).

Sumber

Pemahaman "bukan penistaan" wujud dari pemahaman yang janggal dan seakan-akan "ada" pelaku yang melakukan pembohongan dengan Al Maidah ayat 51, padahal jelas-jelas dalam video tersebut Ahok tidak menyebutkan nama atau identitas yang berbohong. Di tengah masyarakat juga tidak ada yang melakukan praktik pembohongan menggunakan Al Maidah ayat 51. Yang ada adalah menyampaikan dakwah.  Apabila Ahok gagal menjelaskan siapa pelakunya, maka jelas Ahok sudah memberi bola penafsiran yang memuat unsur politis dalam pernyataanya, pernyataan yang membibitkan penafsiran sesat dan penuh kepentingan. Penafsiran dan pemahaman "tidak ada penistaan" tidak utuh sebab unsur konstruk PELAKU yang BERBOHONG menggunakan atau "pakai" Al Maidah ayat 51 tidak ada.

Mengacu pada Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut dan mungkin penafsir lainnya yang sefaham yang menyatakan bahwa tidak ada bentuk penistaan terhadap pernyataan Ahok, maka pembahasan akan melebar dan tidak menyelesaikan masalah yang sudah terlanjur menjadi fokus nasional. Apabila ini melaju dan lebih-lebih dibenarkan, akan membenihkan pasal baru yaitu tuduhan FITNAH dan PENYEBARAN BERITA BOHONG oleh Ahok sebab SIAPA yang berbohong mengunakan Al Maidah ayat 51 tidak ternyatakan dalam pernyataan Ahok tersebut.

Untuk apa DEMO 4 November?

Tujuan demo adalah untuk menuntut keadilan atas penistaan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaya Purnama.

Apa dampak positif yang diperoleh?

Dampak positif mengindikasikan bahwa warga muslim Indonesia secara umum sudah dewasa dan mampu mengendalikan emosi, pada saat respon umat muslim di negara lainnya kadang tidak terkendali terhadap tertuduh penista agama, termasuk penistaan agama non-Islam.

Demo 4 November dilaksanakan untuk menjaga kerukunan dan tuduhan penistaan tidak menjadi sebab kekisruhan dan pengrusakan tempat ibadah atau simbol agama dan ras lainnya di Indonesia dan dunia tentunya. Jadi demo 4 November untuk mencegah agar umat minoritas bisa terlindungi dan tidak terjadi hukum rimba, penista agama tidak langsung serta merta dihukum oleh masyarakat, agar keadilan ditegakkan.

Menarik yang diucapkan oleh Sekjen ARUN, Bob Hasan,"Umat Muslim Indonesia, adalah umat yang penuh toleransi dan persoalan ini lebih mengarah untuk mendorong penegakan hukum yang adil". 

Selanjutnya Bob Hasan menyatakan, "... Umat Muslim Indonesia adalah umat yang berkontribusi besar bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia dan anti provokatif. Hal itu bisa dilihat dari unjuk rasa yang dilakukan beberapa minggu yang lalu...kalo saja ada ungkapan-ungkapan yang tidak mengenakkan untuk Ahok, maka lihatlah Ahok sebagai pribadinya, bukan Ahok sebagai orang cina, dan bukan Ahok sebagai umat non muslim. Saya yakin umat Muslim Indonesia adalah umat yang penuh damai dan kasi sayang. Selain itu mari kita lihat unjuk rasa sebagai bagian daripada demokrasi". Sumber: http://www.panjimas.com/news/2016/11/02/sekjen-arun-anton-medan-jangan-coba-coba-provokasi-aksi-4-november/

Penulis : Muhibbuddin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun