[caption id="attachment_1605" align="aligncenter" width="170" caption="LKN PTK-PAUDNI 2012"][/caption]
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan Pasal 26 BAB VI Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan bagian dari lembaga yang berperan dalam pendidikan nonformal (Tim Redaksi Pustaka Yustisia, 2011:130). Peran tersebut selaras dengan konsep penanggulangan kemiskinan yang dapat ditempuh melalui empat jalur, yaitu peluasan kesempatan, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas dan perlindungan sosial (Randy R. Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwidjowijoto, 2007:33).
Konsep penanggulangan kemiskinan mengarah pada tujuan pembangunan negara yang indikatornya adalah meningkatnya kesejahteraan rakyat dalam wujud berupa meningkatnya penghasilan dan dapat bertahan hidup (Soedijarto, 2008:310). Masyarakat memiliki keterampilan dan kecakapan hidup yang bernilai komersil dan menguntungkan, dengan terpenuhinya kewenangan dan kapasitas masyarakat yang dibutuhkan dalam proses pemberdayaan masyarakat (Soetomo, 2011:88).
Dalam rangka pemberdayaan potensi masyarakat ini, mereka dibina dan dilatih oleh salah satunya ialah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Laily Kecamatan Tersono Kabupaten Batang, sebagai bentuk partisipasi seluruh masyarakat mengisi proses pembangunan nasional (Mohammad Ali, 2009:48). Harapannya, mereka mampu bekerja pada sebuah perusahaan atau pengusaha, bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru (Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, 2008:2).
Made Pidarta (2009:184) menerangkan pengguna tenaga kerja lebih mengutamakan memilih calon tenaga kerja yang memiliki kemampuan bekerja yang baik, bukan kepemilikan atas ijazah jenjang pendidikan tertentu. Ini kenyataan di dunia kerja yang juga mendasari upaya PKBM Laily tersebut.
Oleh karena itu, seharusnya PKBM Laily berperan besar membantu masyarakat untuk memperoleh akses kesempatan belajar keterampilan tertentu. Dengan kewenangannya, PKBM Laily akan lebih maksimal dan optimal jika semua aspek perencanaan program, manajemen operasional lembaga dan unit kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan terpenuhinya faktor pendanaan yang merupakan sumber penggerak menjalankan roda pemberdayaan masyarakat (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2011:256). Bahkan, sebelum dilaksanakannya sebuah program, faktor ketersediaan dana juga menentukan kelancaran dalam proses perencanaan yang kedudukannya sangat urgen bagi sebuah lembaga (Udin Syaefudin Sa'ud dan Abin Syamsuddin Makmun, 2007:33).
Secara nasional memang pendidikan memerlukan anggaran dana bersumber APBN dan APBD, dan saat ini sudah dialokasikan sebesar 20% dari total APBN dan APBD (Soedijarto, 2008:347). Akan tetapi PKBM memiliki tanggungjawab keseharian untuk pengelolaan yang menjamin kemandirian lembaga sehingga anggaran pendidikan bersumber APBN maupun APBD yang dikucurkan dapat terserap dengan baik untuk pemberdayaan masyarakat.
Pada awal berdirinya PKBM Laily, meskipun belum ada penopang dana, kegiatan harian lembaga masih bisa dijalankan meskipun seadanya dan tersendat-sendat. Seiring derap perkembangan pendidikan non formal yang menuntut kerja keras dan konsentrasi pikiran, keadaan tersebut tentu menjadikan lembaga gagal memenuhi kebutuhan operasional pengelolaannya, tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup pengurus dan kordinator yang menanganinya. Artinya, PKBM Laily belum memiliki sumber dana yang menjamin operasional lembaga, kesejahteraan dan kelayakan hidup pengurus dan kordinator unit kegiatannya.