Buku Membangun Negeri, Memihaki Bangsa Sendiri. Kalau tulisan part 1 menjelaskan tentang Ekonomi, part 2 kali ini membahas Demokrasi, Otonomi dan Birokrasi. Part 3 ini membahas Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Part 3 ini merupakan landasan untuk menguatkan part 2. Sebenarnya essai yang diangkat oleh semua penulis sangatlah berbobot dan luar biasa, dari kesemuanya ada 1 essai dirasa sangat relevan dan menjadi benang merah antara part 2 dan part 3.
Yakni essai "Aspek Hukum Mengenai Hubungan Pusat Dan Daerah (Andi Pangerang Moenta)". Yang membahas otonomi daerah. Namun part 3 ini lebih menekankan landasan seperti apa sih yg cocok dengan indonesia.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di wilayahnya. Namun jarang diketaui oleh awam ada teori yang membahas otonomi daerah apa saja:
1). Rumah tangga materil yakni antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah ada pembagian tugas yang diperinci dengan Undang-Undang.
2). Rumah tangga formil yaitu tidak ada perbedaan asasi antara urus-urusan pusat dan daerah. Apa yang menjadi urusan pemerintah daerah merupakan kebijakan pemerintah daerah sendiri.
3). Rumah tangga riil yaitu sistem yang berdasarkan keadaan dan faktor-faktor nyata sehingga tercapai harmoni antara tugas, kemampuan dan kekuatan baik dalam daerah itu sendiri maupun dengan pemerintah pusat.
Dalam perjalanan sejarahnya Indonesia sering mengalami perubahan dalam penerapan demokrasi, tergantung siapa yang memimpin pada saat itu. Mengutip dari "Prof Mahfud MD produk hukum itu sendiri merupakan produk politik bahwa jika sistem politiknya bercorak otoriter maka akan lahir pada hukum yang sentralistik pula". Menurut Koesoemahatmadja sistem ini digunakan dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1957, Undang-Undang nomor 18 tahun 1965 dan Undang-Undang nomor 5 tahun 1974 dan menurut sistem ini mengambil jalan tengah, yakni rumah tangga formil. Yang menurutnya, system ini cocok untuk negara yang masih baru atau sedang berkembang seperti Indonesia yang belum mempunyai pengalaman sejarah dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri secara otonomi. Dengan keluarnya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999, Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 diperkenalkan sistem otonomi campuran. Sistem yang pernah ada dalam teori rumah tangga yaitu formil, materil dan riil.
Lantas bagaimana implemetasi sistem otonomi di indonesia ?
Tolak ukur pertama adalah pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen. Apabila ditelaah, pasal tersebut berbunyi "pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat". Ada 3 poin yg bisa disimpulkan:
1). Pada prinsipnya pasal ini dikenal dengan otonomi formil yakni tidak mengenal perbedaan antara urusan pemerintah pusat dengan urusan pemerintah daerah.