Buku Membangun Negeri, Memihaki Bangsa Sendiri merupakan kumpulan karya tulis akademisi dari tokoh di Indoneisa yang tergabung dalam Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Buku ini berkonotasi bahwa     Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara teoritik memanglah netral, namun pada implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi. IPTEK harus memihak, yakni memihak kepada kesejahteraan rakyat Indonesia.
Buku ini dibagi dalam 3 bagian:
- Ekonomi dan Sumber Daya.
- Demokrasi, Otonomi dan Birokrasi.
- Hukum dan HAM.
Tulisan artikel review dari buku ini dibagi menjadi 3 artikel. Saat ini fokus pada poin yang ke-1, Ekonomi dan Sumber Daya.
Seperti apa yang disampaikan diawal buku ini merupakan Kumpulan karya tulis atau essai tokoh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Poin ke-1 bertuliskan 11 essai yang pada Kesimpulan judulnya memiliki kesamaan tentang "Ekonomi Indonesia yang seperti apa?" "Apakah liberal-sosialis atau ekonomi-pancasila?"
Orde lama di bawah bendera revolusi Bung Karno yang menonjol adalah upaya tranformasi dari ekonomi kolonial menuju ekonomi nasional, dengan cara nasionalisasi perusahaan asing, tak samppai disitu pemerintah menerbitkan Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960. Namun pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi masih rendah bahkan negatif yang berakibat rakyat miskin dan kelaparan meningkat. Orde baru Soeharto terdapat upaya sistematisasi program pembangunan ekonomi dengan mengintegrasikan ekonomi nasional kepada ekonomi negara-negara barat lewat utang bilateral, multiletral dan investasi langsung perusahaan mancanegara.
Â
"Sektor apa sih yang tepat untuk pembangunan Indonesia?" Menurut guru besar ilmu ekonomi pertanian Universitas Lampung (UNILA), seKtor yg tepat adalah mengembangkan pertanian, demi kemandirian pangan.
Pembahasan tentang peran perempuan didunia kerja juga dibahas. "Kenapa perempuan kok sering dikucilkan?"
Pemerintahan secara resmi menganut dan menetapkan kesepakatan "Atas persamaan laki-laki dan perempuan" sebagaimana termuat dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 27. Berdasar data Komnas Perempuan tahun 2012 telah terindikasi sekitar 2082 Perda yang diduga bias gender. Indonesia adalah salah satu dari 3 negara di Asean dengan indeks ketimpangan gender yang masih tinggi pada 2017. Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 ayat 2 "Setiap orang berhak dan bebas dari perilaku yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif".
Latar belakang terjadinya ketimpangan adalah ketidakterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan baik secara mikro maupun makro yang menimbulkan kekerasan atau konflik. Posisi karir perempuan ternyata tidak hanya ditentukan oleh pendidikan namun juga mitos bahwa perempuan lemah perempuan memiliki peran ganda rumah tangga dan publik karena itu perempuan sebaiknya tidak menduduki posisi penentu kebijakan yang tidak hanya memerlukan kecerdasan intelektual dan kemampuan mengalokasikan waktu yang tidak tergantung pada jam kerja.
Hasil survei Akhmadi dkk (2011) pada 601 anggota PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga) menunjukkan bahwa terdapat lebih dari setengah dari responden yang hidup di bawah garis kemiskinan, jauh di bawah jumlah penduduk miskin Indonesia yang hanya 14%. Bahkan, bila ukuran garis kemiskinan yang dipakai adalah US$2 per pengeluaran penduduk maka terdapat 79% responden yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Referensi dari Buku Membangun Negeri, Memihaki Bangsa Sendiri, editor R. Siti Zuhro dan Zainuddin Maliki.
Silahkan lihat video di channel YouTube Muhib DuaSembilan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H