Mohon tunggu...
Muhammad FaizAkbar
Muhammad FaizAkbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akun tugas

Mahasiswa UPNVJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar Lobby dan Negosiasi ala Vladmir Putin dari Kasus Invasi Russia ke Ukraina

14 April 2022   23:15 Diperbarui: 15 April 2022   05:57 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah melalui dinamika yang panjang, konflik Ukraina-Rusia seakan menemui titik terangnya, dimana pada awal Maret kemarin, putaran pertama negosiasi dilakukan oleh delegasi dari kedua belah pihak (CNBC Indonesia, 2022). Belakangan, negosiasi untuk mencapai kesepakatan damai, dilakukan pada 29 Maret kemarin di Istanbul, dengan Turki sebagai mediator kedua negara yang tengah berkonflik tersebut. 

Hasil negosiasi sementara tersebut berisikan Rusia yang berjanji menghentikan operasi militer demi membangun rasa kepercayaan dan prakondisi bagi negoisasi mendatang antara Putin dan Zelensky, sedangkan di pihak Ukraina sendiri  tidak akan bergabung dengan NATO (North Atlantic Treaty Organization). Dalam pandangan umum, konflik yang meletus antara kedua negara tersebut, dipicu oleh Ukraina yang ingin masuk kedalam aliansi NATO, agar bisa terbebas dari kungkungan Kremlin.

Namun, keinginan kuat bergabungnya Ukraina kedalam NATO, sejatinya bukanlah denominator tunggal dari pecahnya invasi Rusia ke Ukraina, melainkan dia adalah sebuah rentetan konflik yang panjang, dari masa ke masa sebelum saat ini. 

Secara historis, dapat dilacak ada keterlibatan pihak Barat dan Uni Eropa pasca perang dingin, yang bertujuan untuk melemahkan pengaruh Rusia di negara-negara Eropa Tengah dan Timur. 

Beberapa aktivitas tersebut pertama, negara Barat dan Uni Eropa yang dengan sigap mengamankan negara-negara Uni Soviet seperti Latvia, Estonia, dan Lithuania ke pelukan mereka, yang mengakibatkan beberapa negara bekas satelit Uni Soviet seperti Polandia, Rumania, Hungaria, Bulgaria, Czeko, hingga Slovakia, juga ikut bergabung (Muhammad, 2015). Yang kedua adalah intervensi NATO di Kosovo untuk membantu memukul mundur Serbia. Alasan NATO yang dilatarbelakangi oleh dasar kemanusiaan karena 300.000 warga Kosovo mengungsi di hutan akibat perang dengan Serbia. 

Bagi Rusia, hal tersebut adalah sebuah pukulan berarti, karena Serbia secara tradisional adalah kerabat dekat dan setia Rusia. Terakhir, penanaman anti rudal di Eropa Timur oleh AS, dimana AS berdalih bahwa hal tersebut dilakukan untuk mencegah rudal yang bisa saja diluncurukan Iran. 

Bagi Rusia, kondisi tersebut mengkhawatirkan, sebab kondisi kemanan Rusia akan semakin rentan. Jenderal Senior Rusia, Nikoai Makarov mengancam AS bahwa jika rencana tersebut tetap dilanjutkan, maka Rusia tidak akan segan-segan menyerang instalasi militer Barat di Polandia dan Rumania.

Konflik demi konflik berlalu, dan konsekuensi logis atas hal tersebut memunculkan unjuk rasa masyarakat Ukraina tahun 2014, agar Rusia tidak ikut campur dalam urusan negara Ukraina. Hal tersebut dinilai dari kedekatan Presiden Ukraina, Viktor Yanukovych dengan Putin yang dianggap mengembalikan Ukraina kedalam jajaran Uni Soviet. 

Akibat dari hal tersebut, terjadi pelengseran kekuasaan Yanukovych oleh masyarakat Ukraina, dengan fenomena yang disebut Revolusi Ukraina (CNN Indonesia, 2022). Tidak lama kemudian, setelah kekuasaan kosong dan Petro Poroshenko diangkat menjadi Presiden Ukraina, Rusia melihat kemesraan diantara Ukraina, Uni Eropa, dan NATO dimana hal tersebut berpotensi mengancam keamanan Rusia karena kemungkinan pendirian pangkalan militer NATO yang dibangun di perbatasan Ukraina-Rusia. 

Setelah Poroshenko turun dari jabatannya, kepemimpinan Ukraina dilanjut oleh Volodymyr Zelensky yang terus menerus melanjutkan lobi ke Uni Eropa untuk bergabung kedalam NATO. Hal tersebut segera diketahui Rusia dan pada 2021 berhembus isu-isu invasi Rusia jika memang benar Ukraina akan menggabungkan diri ke NATO. 

Akhirnya, isu tersebut menjadi kenyataan dimana pada 24 Februari 2022 silam, Rusia melancarkan operasi militernya ke Ukraina. Namun, belakangan, konflik Ukraina menemukan titik terangnya dimana beberapa hari kemarin telah terlaksana beberapa kali negosiasi untuk mencapai kesepakatan damai antara Ukraina-Rusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun