Dalam kehidupan sehar-hari sering kali kita sebagai masyarakat menjadi korban tindak kriminal/kejahatan yang dilakukan oleh orang lain, entah karena atas dasar dendam, iri, atau kepentingan yang lain.
Pada dasarnya kejahatan tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia saat ini, karena beberapa alasannya salah satunya adalah karena faktor ekonomi seseorang yang membuat ia secara tidak langsung mempuyai niat melakukan tindakan kriminalitas tersebut dan bisa juga karena faktor lainnya.
Tindak kriminal itu sendiri dapat berupa pencurian, penipuan, tindak asusila, kekerasan fisik/pemukulan, penodongan senjata api, perusakan, penganiayaan, bahkan pembunuhan.
Ketika seseorang merasa terancam akan tindak kriminal/kejahatan yang datang menyertai dirinya, maka dengan spontanitas seseorang tentu saja akan berusaha untuk membela diri. Pertanyaanya apakah seseorang dapat dihukum karena melakukan upaya membela diri dengan keadaan terpaksa?
Misalnya sebagai contoh kasus (1) “Si A ketika dalam perjalanan pulang kerumah menggunakan sepeda motor miliknya sehabis mengerjakan tugas bersama di rumah temannya ia dihadang oleh seseorang menggukanan sepeda motor.
Seseorang tersebut melakukan pemukulan terhadap si A karena berniat ingin melakukan pembegalan dengan cara mengambil motor miliknya, tetapi si A bersihkeras tidak mau menyerahkan motoronya. Si A yang merasa terancam dengan spontan mengambil tang/obeng di jok motornya dan melakukan penusukan berulang-ulang kali terhadap pelaku begal tersebut, sehingga pelaku tersebut meninggal dunia ditempat”.
Contoh kasus (2) “ Si A yang merupakan seorang wanita hendak berpergian ke sebuah pusat perbelanjaan dengan menggunakan transportasi berbasis online, sebut saja ojek online (ojol). Di tengah perjalanan si tukang ojol mempunyai niat terselubung untuk membawa si A ketempat yang sepi agar dapat melakukan pemerkosaan. Sesampainya di tempat yang sepi tersebut, tukang ojol memaksa si A untuk membuka pakaiannya dan melayani nafsu birahinya. Si A yang ketakutan saat itu melihat kayu berupa balok dan mengambilnya lalu memukulkan balok tersebut pada kepala si tukang ojol. Karena pukulan yang cukup keras dari si A, maka si tukang ojol meninggal dunia ditempat”.
Dari kedua contoh kasus diatas, keduanya merupakan bentuk pembelaan yang tergolong dalam pembelaan paksa. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 49 menjelaskan bahwa “Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri atau orang lain, terhadap kehormataan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang, tidak dipidana”.
Berdasarkan pasal tersebut, kita dapat mengetahui bahwa jika seseorang menerima ancaman serangan atau tindakan kejahatan yang melanggar hukum dari orang lain, maka pada dasarnya seseorang dapat dibenarkan untuk melakukan suatu pembelaan terhadap tindakan tersebut. Hal tersebut dibenarkan walaupun dilakukan dengan cara merugikan kepentingan hukum dari penyerangnya atau si pelaku tersebut, yang mana di dalam keadaan biasa cara tersebut merupakan suatu tindakan yang terlarang dimana pelakunya telah diancam dengan sesuatu hukuman.
Menurut saya pembelaan diri merupakan suatu hak individu yang terukir secara spontan karena suatu kejahatan yang terjadi maka itu dapat dibenarkan, sehingga orang yang menggunakan hak tersebut tidak dapat dihukum. Pada implementasinya pula badan peradilan dunia dan ilmu-ilmu pengetahuan secara objektif menganggap bahwa pembelaan (noodwear) sebagai suatu hak untuk memberikan perlawanan terhadap suatu hal atau kepentingan yang bersifat melawan hukum, sehingga menimbulkan sebuah pemikiran rasional bahwa perbuatan pembelaan diri seperti itu sah menurut hukum karena pembelaan diri yang dilakukan karena atas dasar hak yang dimilikinya.
Suatu pembelaan diri dapat dibenarkan apabila memenuhi unsur unsur, yakni apabila ancaman/serangan yang dialami bersifat melanggar hukum (wederrechtelicjk), ancaman/serangan yang dialami tersebut sedang dan/atau masih berlangsung, sehingga serangan yang dialami/diterima mendatangkan bahaya dan mengancam secara langsung serta bersifat berbahaya bagi tubuh orang tersebut, dan bisa juga karena kehormatan atau benda kepunyaan sendiri atau orang lain. Selain itu, pembelaan yang dilakukan juga harus bersifat patut dan perlu dilakukan, sehingga pembelaan tersebut dapat dibenarkan di mata hukum.