Mohon tunggu...
muheminutes
muheminutes Mohon Tunggu... Artivist -

Kesabaran ada batasnya, tapi tidak dengan keculasan. Oleh karenanya, jangan pernah sabar bila berurusan dengan orang culas.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tukang Kelola Agama

20 April 2017   14:39 Diperbarui: 21 April 2017   02:00 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mereka bukan ulama, mereka adalah Tukang Kelola Agama.Mereka menjajakan agama dengan harga yang sangat murah. Mereka mendatangi calon jamaah dari rumah ke rumah. Mereka menjual ludah, dari rumah ibadah ke rumah ibadah.

Mereka menjadikan rumah ibadah sebagai tempat ‘discount’ ayat-ayat Tuhan. Potongan ayat-ayat Tuhan diobral semurah-murahnya demi meraub untung sebesar-besarnya. Keuntungan untuk pribadi dan kelompoknya saja, bukan keuntungan untuk kemaslahatan umat.

Rumah ibadah kini menjadi tempat memecah belah jamaah, bukan lagi tempat mencari berkah. Rumah ibadah menjadi tempat bersubahat, bukan tempat untuk bertaubat.

Rumah ibadah menjadi pusat penyebaran kebencian dan permusuhan, bukan tempat menyemai benih-benih kasih sayang dan perdamaian. Rumah ibadah menjadi lembaga yang mengeluarkan klasifikasi dan kriteria tentang jamaah munafik, sesat dan kafir.

Tak puas hanya dengan membuat klasifikasi dan kriteria jamaah, rumah ibadah bahkan mengeluarkan klasifikasi dan kriteria tentang jenazah. Mana jenazah yang pantas dan boleh diurus dan mana  jenazah yang tak pantas dan tak boleh diurus.

Rumah ibadah kini dikuasai oleh para bromocorah yang berlindung di balik jubah. Mereka menjauhkan agama dari prinsip ‘rahmat bagi seluruh alam’. Mereka tidak berjuang mewujudkan harmoni tapi bertikai demi menancapkan hegemoni.

Bagi mereka, agama adalah seragam untuk bakuhantam. Bagi mereka, agama adalah identitas untuk menindas. Bagi mereka, agama dalah senjata untuk merebut kuasa.

Mereka berteriak mengulang-ngulang nama Tuhan sehingga terdengar menjadi hantu. Mereka berkelahi berebut klaim atas rumah Tuhan, padahal yang mereka perebutkan hanyalah rumah hantu.

Sama seperti pengelola parkir, agama yang mereka puja-puja itu tak pernah benar-benar mereka miliki. Mereka hanya menjaga dan memungut uang receh dari jamaah yang menitipkan iman dan keyakinannya.

Sudahkan anda memarkirkan iman dan keyakinan di tempat yang semestinya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun