Mohon tunggu...
muheminutes
muheminutes Mohon Tunggu... Artivist -

Kesabaran ada batasnya, tapi tidak dengan keculasan. Oleh karenanya, jangan pernah sabar bila berurusan dengan orang culas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Logika Mistika Membuat Marwah Kehilangan “Marwah”

30 September 2016   18:03 Diperbarui: 30 September 2016   18:21 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setelah AA Gatot, kini giliran Dimas Kanjeng yang lagi ngetop. Belakangan ada Marwah Daud Ibrahim. Marwah ikut terkenal karena membela dan bersaksi atas kesaktian gurunya itu, si Dimas Kanjeng.

Sejak berakhirnya pemerintahan BJ. Habibie,  secara pribadi, aku tak pernah mendengar lagi sepak terjang Marwah di media, terutama media utama (mainstream) yang ada di Indonesia. Ingatan terakhir tentang Marwah adalah seorang politikus perempuan paling bersinar di Partai Golkar, seorang loyalis Habibie yang secara otomatis berseberangan dengan Akbar Tanjung.

Terbongkarnya dugaan kasus pembunuhan terhadap 2 orang pengikut Dimas yang terkait dengan praktek penggandaan uang menjadi momentum kembali munculnya Marwah. Seperti polemik telur & ayam, entah siapa yang lebih dulu memanfaatkan momentum tersebut, Marwah dulu, baru Media atau Media dulu, baru Marwah?

Sebelum lebih jauh membahas Marwah, perlu kita garis bawahi bahwa Gatot dan Dimas sama-sama dukun yang menjual khayalan semu dengan praktek palsu. Gatot menggunakan sabu dan Dimas menggunakan uang dalam dugaan praktek tipu-tipu.  

Kalau yang tertipu seperti artis Elma Theana dan Reza Artamevia atau kalau mau diurut lebih ke belakang, ada Adi Bing Slamet dan Arya Wiguna yang ribut dengan Eyang Subur. Mungkin kita tak perlu bertanya kenapa? Koq bisa? Mereka cuma artis yang dulu sempat terkenal, selebihnya tidak. Mereka tak punya prestasi akademik dan karir intelektual sama sekali. Jadi tak ada yang perlu ditangisi, apalagi dikritisi!

Berbeda dengan Marwah yang pernah mengenyam  pendidikan S2 dan S3 di Amerika selama 10 tahun dan 3 periode menjadi Anggota DPR RI. Fakta inilah yang membuat aku dan mungkin juga sebagian dari anda ikut geleng-geleng kepala ke kiri dan ke kanan, tapi bukan berzikir menyebut nama Tuhan, melainkan ck ck ck ck. Persis seperti cicak-cicak di dinding, diam-diam merayap.

Ya, aku memang akhirnya diam-diam merayap dengan bantuan Google mencari profil Marwah. Salah satu yang menjadi klimaks adalah website Pusat Pendidikan Karakter Mengelola Hidup & Merencanakan Masa Depan (PPK-MHMMD). Marwah adalah inisiator, penyusun materi dan sekaligus pelatih utama pada lembaga itu.

Sebagai kesimpulan sementara, jika kita menggunakan uraian Tan Malaka dalam Madilog, maka Marwah masuk ke dalam gerombolan orang yang berpikir dengan Logika Mistika. Jika meminjam tingkat kesadaran (levels of consciousness) yang dikemukakan Paulo Freire maka tingkat kesadaran Marwah masih turun naik antara kesadaran magis dan kesadaran naif (magical consciousness & naive consciousness).

Logika Mistika dan Kesadaran Magis bisa diartikan secara sederhana sebagai sebuah kesadaran yang menyakini bahwa Tuhan secara aktif ikut campur langsung dalam urusan manusia. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan Marwah di salah satu stasiun TV beberapa hari yang lalu “kan bisa saja kalau Allah sudah berkehendak! Selanjutnya Marwah mengatakan “Ga bisa pake’ ilmiah. Bahwa ini dimensi lain, dimensi yang berbeda”. Marwah bakan mengaitkannya dengan cerita Nabi Sulaiman yang bisa memindahkan istana.

Marwah yakin dan bersaksi bahwa Dimas punya karomah (kesaktian), bisa menghadirkan uang. “Bukan menggandakan uang, tapi menghadirkan uang. Sebab kalau menggandakan uang nomor serinya sama, ini tidak!”, begitu kata Marwah. Marwah juga sesumbar bahwa jika diberi kesempatan, gurunya itu bisa membuktikan “karomahnya” di hadapan Presiden dan Kapolri.

Argumen Marwah ini bisa dipatahkan dengan pertanyaan sederhana: kalau nomor serinya ga sama, berarti ada uang di tempat lain atau di Negara lain yang diambil seenaknya? Jika itu yang terjadi, maka akan berlangsung kerusuhan global karena uang tak berguna, Negara tak lagi berdaulat secara moneter dan kita kembali menggunakan sistem barter. Presiden Jokowi tak perlu bikin program tax amnestydan semua pegawai BI dan PERURI bisa pensiun dini.

Samentara kalau kita mengintip kegiatan Marwah di PPK-MHMMD, bisa disimpulkan bahwa beliau masih menganut faham “segala sesuatunya tergantung individu yang bersangkutan”. Fokusnya adalah kapasitas dan kompetensi individu, maka solusi yang ditawarkan adalah peningkatan kapasitas dan kompetensi individu melalui kegiatan seminar, training dan workshop. Apa yang dilakukan Marwah lewat PPK-MHMMD adalah seiring & sejalan, sebangun & seruang dengan apa yang dilakukan oleh para motivator di Indonesia.

Mereka beranggapan bahwa semua tergantung kapasitas dan kompetensi masing-masing individu seperti: intelegensi, spiritual, emosional dan semangat wirausaha. Marwah beranggapan bahwa “Sukses Bangsa adalah Akumulasi Sukses Individu”. Pernyataan  yang mempertegas tingkat kesadaran Marwah ini bisa dilihat di website MHMMD. Pemahaman ini menjauhkan realitas bahwa kualitas individu (yang harus ditingkatkan itu) juga terkait dan tergantung di antara sistem sosial, politik dan ekonomi. Marwah seolah lupa bahwa dia pernah bekerja di UNESCO dan World Bank. Pernah pula berkarir di politik sebagai anggota dewan selama 3 periode.

Marwah mungkin lelah atau bahkan putus asa dengan sistem sosial, politik dan ekonomi di negeri ini. Sehingga dia menjauhkan dirinya dan orang-orang yang dilatihnya untuk tak usah repot memikirkan persoalan sosial, politik dan ekonomi, tapi fokus saja dengan peningkatan kualitas pribadi. Toh, kalau setiap pribadi sukses, maka otomatis Bangsa ini juga sukses. Dengan demikian akan mampu bersaing dan memenangkan pertarungan hidup di era globalisasi.

Kemungkinan lain, Marwah memasuki sindrom usia senja, dimana seseorang terdorong (entah karena kesalahan dan penyesalan masa lalu atau efek pergaulan masa kini) untuk memperbaiki pemahaman agama dan mendekatkan diri pada yang mahakuasa. Bisa jadi, bekal pemahaman agama yang dangkal membuat Marwah meminggirkan akal. Logika Mistika membuat Marwah kehilangan “marwah”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun