بِسْمِ اللهِ الرحمن الرحيم
من قتصد ا غنا ه ا لله و من بد ر ا فقر ه ا لله
Artinya: “ Barang siapa yang hemat akan di kayakan oleh Allah dan barang siapa yang boros maka Allah akan memberikan kemiskinan baginya.”
membahas tentang uang, maka kita tidak bisa lepas dari sejarah dan asal-usul kok bisa tiba-tiba ada uang? gimana prosesnya? untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, disini kita akan membahasnya secara rinci dan ringkas.
Keuangan dan instansi keuangan belum dikenal dengan secara jelas dalam sejarah Islam. Namun prinsip-prinsip pertukaran dan pinjam meminjam sudah ada dan banyak terjadi pada zaman Nabi SAW bahkan sebelumnya. Tidak dipungkiri bahwa kemajuan pembangunan ekonomi dan perdagangan, telah mempengaruhi lahirnya institusi yang berperan dalam lalu lintas keuangan.
Sejarah dan Perkembangan keuangan dan lembaga keuangan dari waktu ke waktu semakin pesat, banyak perubahan dan pembenahan dari berbagai sisi. Baik dari sistem yang digunakan, pengembangan peran lembaganya dan lainnya. Sejarah telah mencatat hal itu, mulai dari pakar ekonomi kuno yang kemudian dikembangkan lagi oleh pengikutnya sampai pada pakar-pakar ekonomi di zaman modern ini
Lima belas abad yang lampau tidak ada konsep yang jelas mengenai cara mengurus keuangan dan kekayaan negara dibelahan dunia manapun. Rasulullah adalah kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara di abad ke-tujuh, yaitu semua hasil pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Hasil pengumpulan induk itu adalah milik negara bukan milik individu. Tempat pengumpulan ini disebut Baitul Maal atau bendahara negara.
Rasulullah yang dikenal dengan julukan al-amin,dipercaya oleh masyarakat makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke madinah, Ia meminta Ali bin Abi Thalib r.a.untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para pemiliknya.
Semasa Rasulullah masih hidup, masjid Nabawi digunakan sebagai kantor pusat negara sekaligus menjadi tempat tinggalnya dan Baitul Maal. Pemasukan yang sangat sedikit yang diterima negara disimpan dimasjid dalam jangka waktu yang pendek, kemudian di distribusikan kepada masyarakat tanpa ada sisa. Pada perkembangan selanjutnya institusi ini memainkan peranan aktif dalam bidang keuangan dan administrasi pada awal periode Islam terutama pada masa kepemimpinan Khulafur Rasyidin.
Keuangan Islam berdasarkan pada prinsip bahwa penyedia modal dan penguna modal harus membagi risiko bersama dalam usaha bisnis. Untuk mendorong kesucian kontrak, pengunaan dalam kegiatan bisnis termasuk pembagian risiko dan pelarangan atas bunga dan melarang perdagangan spekulatif dan segala bentuk perjudian.
Keuangan Islam mendukung kegiatan bisnis yang berorentasi keuntungan dengan mengikuti criteria jelas etika dari syariah. Dasar dari peroleh uang dalam syariah adalah perkongsian dan pembagian keuntungan atau kerugian.
Di masa jahiliyah tersebut, sistem perdagangan (ekonomi) jauh dari prinsip-prinsip keadilan. Para pedagang berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperdulikan apakah tindakan mereka itu benar atau salah. Maka, ketika Islam datang, segala bentuk perdagangan yang merugikan baik itu bersifat judi (maysir), tidak jelas (gharar), dan berbunga (riba) dihapuskan. Sebab, hal itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin,adil dan transparan.
Umar bin Khatab r.a berkata,”saat aku ingin menjadikan uang dari kulit unta, ada orang yang berkata,’kalau begitu unta akan punah’, maka aku batalkan keinginan tersebut”.
Berdasarkan persyaratan diatas, maka menurut Ibnu Maskawaih dari berbagai bentuk "uang" yang disebutkan diatas hanya emas dan peraklah yang bisa memenuhi syarat uang.
Ibnu khaldun juga mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan. Ia menyatakan, “kemudian Allah Ta’ala menciptakan dari dua barang tambang, emas dan perak sebagai nilai untuk setiap harta”. Dua jenis ini merupakan simpanan dan perolehan orang-orang di dunia kebanyakannya.
Dengan semakin majunya peradaban, nabi Muhammad menyetujui penggunaan uang sebagai alat tukar, beliau tidak menganjurkan barter, karna ada beberapa praktek yang mengarah kepada ketidakadilan dan penindasan. Barter hanya diterima dalam kasus-kasus tertentu.
Didalam Al qur’an juga dijelaskan beberapa ayat yang menunjukkan emas dan perak sebagai harta dan dapat digunakan sebagai uang dalam bentuk Dinar dan Dirham, yakni QS. Ali Imran 3:14 yang artinya “ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang, itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kebali yang jauh lebih baik (Syurga)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H