Mohon tunggu...
Muh Azhar Mubarak
Muh Azhar Mubarak Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa program studi bimbingan dan konseling

Eksplorasi berdasarkan peluang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jangan mau direhabilitasi, pasca rehabilitasi nasib semakin tidak jelas

25 Januari 2025   00:05 Diperbarui: 25 Januari 2025   00:03 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hiruk pikuk klien rehabilitasi

Rehabilitasi memiliki maksud sebagai tindakan berupa preventif dan kuratif bagi klienya. Kata rehabilitasi bagi masyarakat awam bermakna negatif, masyarakat memberikan penghukuman, bagi para pelaku yang mengalami rehabilitasi. Pelaku rehabilitasi dianggap sebagai sampah masyarakat dilingkungan sosial.

Sebagaimana pengalaman penulis memasuki dua tempat rehabilitasi yang berbeda, pertama rebailitasi kelas II narkoba, kedua rehabilitasi wanita tuna susila. Dua tempat lokasi rehabilitasi saling berjauhan dan berbeda instansi yang berada di Sulawesi Selatan. Memiliki persamaan dari segi pengendalian dan pembenahan klien.

Penyalah gunaan narkoba lebih ringan sanksi sosial berdasarkan pengamatan penulis, dibandingkan bagi wanita tuna susila yang dianggap cacat dari sisi apapun. Perbedaan emosional masyarakat terhadap dua kasus, memberikan ketimpangan terhadap hak asasi manusia terutama wanita.

Meskipun dalam penangananya rehabilitasi narkoba lebih diberikan tendensi kedisiplinan. Sementara rehabilitasi wanita tuna susila lebih kepada penyadaran. Perbedaan kedua penanganan ini disebabkan oleh gender yang bebeda yang diamati oleh penulis. Rehabilitasi narkoba klienya laki-laki, sementara rehabilitasi wanita tuna susila memiliki klien perempuan. Tetapi kedua bentuk rehabilitasi yang dijabarkan, memiliki hiruk pikuk ditengah masyarakat dan dijadikan referensi untuk menunjuk objek yang seakan akan merugikan kelompok masyarakat tertentu.

Hiruk pikuk yang terjadi terutama dilingkungan masyarakat akan membekas bagi klien. Seperti perasaan emosi, takut, cemas, bahkan depresi. Gejala penyakit psikis yang dialami oleh klien rehabilitasi disebabkan oleh ketidak mampuan klien mengintrol diri. Dengan demikian hiruk pikuk klien akan semakin terpojokkan dilingkungan masyarakat.

Kesenjagan di tempat rehabilitasi

Rehabilitasi ibarat daerah texas, siapaun bisa melalui asalkan memiliki kekuatan dan amunisi yang baik. Begitulah perumpamaan tempat rehabilitasi, yang bersi jagoan, perkataan yang memiliki tendensi negatif, dan intervensi dari beberapa pemegang kekuasaan kurang lebih modelan premanisme yang jago kandang.

Rehabilitasi diharapkan sebagai lembaga aman untuk merekonstruksi ulang pola pikir, tingkah laku, keimanan guna menyongsong masa depan. Anehnya tempat rehabilitasi justru sebagai arena juara dan sebagai alur pertemuan beberapa klien, untuk mengatur ulang strategi penyebaran baik narkoba maupun wanita tuna susila, pernyataan ini dibenarkan oleh klien dan petugas tetang keluar masuknya klien ditempat rehabilitasi.

Kesenjangan juga tejadi pada aspek sosial. Keluarga klien yang tetap mengharapkan klien, akan datang secara sukarela dalam waktu penjengukan untuk memantau keadaan dan kondisi keluarganya. Sementara klien yang memiliki keluarga jauh atau sudah tidak dianggap akan meratapi masa pembinaan dengan hampa tampa support, dukungan, dan doa tentu melelahkan bagi klien yang tidak pernah dijenguk oleh kolega dan keluarga.

Kesenjangan sosial lainya juga terjadi pada kelompok klien yang membentuk squad. Klien yang membentuk kelompok akan memperkuat kelompok mereka dengan mengintervensi kelompok atau individu lainya yang mengalami masa rehabilitasi. Sehingga tindakan bullying, intervensi, dan tindakan fisik kerap ditemukan. Kesenjangan juga terjadi pada sisi kebutuhan papan, pangan, dan sandang. Klien yang memiliki tabungan atau mendapatkan suntikan dana dari para penjenguk akan bergaya glamor, sehingga memberikan dampak bagi klien lainya yang tidak mampu menyeimbangi seperti iri, sehingga berpotensi membentuk kesenjangan sesama warga rehabilitasi.

Pasca rehabilitasi malah tambah bingung

Setelah melalui berbagai lika liku perjuangan untuk menyelesaikan masa rebalitiasi baik klien narkoba maupun klien wanita tuna susila akan diperhadapkan dengan situasi yang sama. Pasca rehabilitasi yang notabenenya menempuh berbagai pelatihan, arahan, dan bekal untuk melaksanakan rutinitas ditengah masyarakat seakan akan hanya tipu muslihat belaka. Bagaimana tidak, klien rehabilitasi tidak memiliki tujuan yang telah ditetapkan oleh lembaga pemerintah, melainkan diarahkan untuk mengembara sendiri.

Proses pengembaraan yang dilakukan oleh mantan klien rahabilitasi, semakin bingung menentukan arah dan tujuan. Kabar baiknya banyak keluarga yang memberikan simpati, akan tetapi tidak membantu berdasarkan pernyataan klien kepada penulis. Pengembaraan yang dimaksud oleh penulis yaitu kebutuhan finansial, untuk melangsungkan kehidupan. Lembaga rehabilitasi berdasarkan pengakuan petugas memiliki kewajiban untuk mengontrol dan melakukan evaluasi selama pelepasan warga binaan, akan tetapi realita di lapangan warga binaan justru tidak diperhatikan, dan dibiarkan untuk menjalankan kehidupanya masing masing.

Ketidak perhatinan pemerintah untuk memberdayakan mantan warga binaan, sehingga melahirkan bentuk tingkah laku kembali seperti sebelumnya. Mengapa ini bisa terjadi? Ketidak hati hatian pemerintah untuk mengelolah dan memberdayakan para warga binaan berpotensi terjadinya penyebaran ketimpangan baik narkoba maupun tuna susila diberbagai wilayah. Oleh karena itu seyogyanya pemerintah mampu mengalokasikan para mantan binaan baik lapas kelas II narkotika dan lembaga rehabilitasi wanita tuna susila, guna memperoleh pekerjaan yang layak yang telah ditentukan oleh pemerintah. Dengan demikian, pemerintah terutama lembaga terkait mampu membatasi pengedaran, perlakuan dan tindakan yang berlawanan dengan moral serta hukum dilingkungan masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun