Mohon tunggu...
Muhayat AF
Muhayat AF Mohon Tunggu... -

http://1000burungkertas.org/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Honda Jazz, Penjual Rongsokan dan Secuil Cinta dari Fawaizzah

5 Februari 2010   08:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:04 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_68682" align="aligncenter" width="150" caption="Secuil Cinta"][/caption] Seperti biasanya, On Line menjadi sarapan pagi hari sebelum memulai aktivitas lainnya. Dan selalu saja, seperti hari-hari sebelumnya, yang menjadi pilihanku tetap situs-situs yang menyajikan berita-berita hangat seputas peristiwa nasional, berita olahraga dan tidak lupa pula menyapa para kompasioners. Setelah membuka email dan YM sebagai hidangan pembuka tentunya. Entah karena kecanduan, takut dibilang gak gaul, atau apalah namanya, Facebook juga tidak pernah terlewatkan. Sekedar menulis status di wall, saling tegur sapa lewat chatting, atau memberi dan menanggapi komentar yang ada sepertinya terasa begitu mengasyikkan sampai sering lupa sudah banyak waktu telah terlewatkan. Mungkin memang karena kecanduan. Tapi sedikit banyak ada juga manfaatnya. Dan sekali lagi... Asyik. [caption id="attachment_68678" align="alignleft" width="130" caption="Fawaizzah"][/caption]

"Untuk semua pengagum cinta, Selamat Pagi!!!"

Tulis seorang teman di dinding Facebooknya. Fawaizzah, atau yang lebih akrab disapa Izzah oleh para kompasioners, memang baru beberapa hari ini masuk dalam list pertemanan di Facebook saya. Tapi karena kerap bertemu di kompasiana hitungan hari rasanya sudah lebih dari cukup untuk saling berakrab ria dan saling sapa saat bertemu, meskipun hanya lewat kolom komentar. (lebay mode on)... Mungkin karena itu pula rasanya kurang sreg, atau bisa dibilang tidak punya totokromo dalam kehidupan sehari-hari kita, saat ada teman menulis sesuatu tapi kita lewatkan begitu saja.

“Secuil Cinta menambah kopi hangat terasa lebih nikmat” tulisku mengomentari status itu.

“Koq cuma secuil? Ga kurang?" balas Izza.

“ga perlu banyak2, cukup secuil aja.... yg penting asli dari dalam hati n dan bukan barang import..”

“hihihihihihihiii.. yups. betul.... betul..... betul.....”

Mungkin hanya sesingkat itulah obrolan yang sering kita lihat di Facebook. Singkat. Tapi bukan berarti  nirmakna. Setidaknya memberi harapan antar sesama teman yang kita sapa. Aku sendiri menganggap komentarku pagi ini sebagai doa, mudah-mudahan Cinta selalu menyertaiku pada hari ini dan mungkin hari-hari berikutnya. meskipun hanya secuil tapi punya pengaruh besar. Seperti kopi hangat setiap pagi.

***

Siang hari, sepulang sholat Jum’at, aku harus mampir ke tukang tambal karena ban motor bocor di tengah perjalanan pulangku ke asrama. Sambil menunggu ban motor diperbaiki aku pun berkenalan dan berbincang-bincang dengan seorang bapak yang motornya sedang dicuci di tempat yang sama. Hanya ngobrol seputar motor tentunya, tidak sampai masalah politik apalagi bank Century yang alur ceritanya semakin tidak jelas itu.

Namun obrolan yang hangat ini harus kami sudahi saat melihat motor berhenti tepat di depan kami. Seorang ibu dengan motor butut, tapi tidak sebutut motorku, membawa karung berisi rongsokan di atas motornya. Nampak ekspresi ketakutan pada wajahnya saat ia menoleh ke belakang. Sekitar 20 meter ke arah timur, dimana ibu itu melihat, nampak Honda Jazz berwarna Silver juga berhenti. Lalu keluar sepasang suami istri dari dalam mobil tersebut. Secara seksama mereka mengamati setiap bagian dari body mobilnya.

“Ada apa bu?” tanya bapak yang ada di sampingku pada ibu pembawa rongsokan.

“Mboten semerap, Pak. Sepertinya kesenggol.”

Senggolan, srempetan, dan tabrakan memang kerap sekali terjadi di sepanjang jalan ini. Tidak mengatakan setiap hari tapi memang sering terlihat kejadian semacam ini di jalan yang satu ini. Jl. Selokan Mataram, mungkin tidak asing bagi sebagian masyarakat Jogja. Ramainya kendaraan yang lewat sepertinya tidak sebanding dengan sempit jalan ini. Memang bukan jalan utama tapi selalu ramai karena merupakan jalan pintas yang menghubungkan Jl. Gejayan menuju Seturan, Babarsari atau langsung ke Ringroad Utara.

“Tinggalin aja Bu. Ga apa-apa?” Bapak tadi mencoba memberi saran pada Ibu pembawa rongsokan yang ada di hadapan kami.

“Kalo saya lari, nanti dikira saya yang salah pak.”

[caption id="attachment_68676" align="alignright" width="178" caption="Sumber: Google"][/caption]

Sepasang suami istri yang mengendarai mobil itu pun mendatangi si Ibu. Tentu dengan Honda Jazz silver-nya. Tepat di hadapan kami. Sambil menunjukkan goresan yang ada di pintu mobilnya, tanpa banyak tanya ia langsung melemparkan sumpah serapah kepada ibu itu. Aku hanya bisa terdiam karena tidak tahu duduk persoalan dan awal kejadiannya. Siapa salah siapa benar. Tapi melihat makian pemilih Honda Jazz itu rasanya ada yang mengganjal di hati, membuat aliran darahku terasa naik sampai ubun-ubun. Emosi. Tapi aku agak heran melihat bapak yang duduk di sampingku. Entah apa yang membuatnya justru terus tersenyum. Sementarap pemilik Honda Jazz itu tak juga berhenti memaki-maki ibu pembawa rongsokan. Tak ketinggalan, sang istri pun ikut memuntahkan kata-kata kasar dari mulutnya. Sampai-sampai membuat nyali ibu itu ciut sehingga ia lupa bahwa beberapa menit yang lalu ia masih merasa tidak bersalah.

“Maaf pak, saya tidak sengaja.” Ibu itu mencoba mengiba.

Setelah bertanya alamat rumah, menyita KTP dan STNK dari si ibu, pemilik Honda Jazz itu pun pergi. Tetap dengan muka masamnya.

***

Sampai di asrama, pikiranku masih tetap pada kejadian di tempat tambal ban tadi. Aku merasa ikut bersalah karena tidak banyak yang bisa aku perbuat saat melihat ibu itu dimaki. Kecuali memberikan sedikit empati pada si Ibu setelah pemilik Honda Jazz itu pergi. Aku pun mencoba memposisikan diriku pada pemiliki Honda Jazz. sekedar ingin tahu apa yang dirasakan orang kaya saat melihat goresan sekedar 10 centi pada mobil barunya.  Tapi tetap tidak bisa. Mungkin karena aku belum pernah menjadi orang kaya dan memiliki kendaraan seperti itu. Kendaraan sehari-hariku hanya motor butut dengan goresan yang entah berapa jumlahnya karena tidak mampu lagi menghitungnya.

Mungkin aku hanya bisa menyesal karena tadi bisa tidak berbuat apa-apa. Tapi yang lebih aku sesali, seharusnya “Secuil Cinta” yang diberikan Izzah pagi tadi tidak aku habiskan bersama kopi hangatku. Melainkan bisa aku bagi atau justru aku berikan seluruhnya pada pemilik Honda Jazz itu. Meskipun itu hanya cukup untuk membuat muka masamnya berubah menjadi senyuman.

Salam Cinta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun