Mohon tunggu...
Zulkifli Muhammad
Zulkifli Muhammad Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Just Ordinary People

Menulis untuk sebuah pembebasan...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Indonesia Emas 2045, Sebuah Cita-Cita atau Mimpi?

24 September 2024   15:26 Diperbarui: 24 September 2024   15:26 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah diantara teman-teman sekalian ada yang pernah membaca Visi Indonesia 2045 ? Ya benar. Visi Indonesia 2045 disusun dalam rangka mewujudkan gagasan “Impian Indonesia 2015 – 2085” yang dicetuskan oleh Jokowi di Merauke, 30 Desember 2015 silam. Dimana gagasan tersebut tujuannya untuk mempercepat perwujudan visi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana tertera dalam pembukaan UUD 1945;

Impian Indonesia 2015 – 2085 sebagaimana yang ditulis tangan sendiri oleh Jokowi, yaitu 1). Sumber Daya Manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli bangsa – bangsa lain di dunia 2). Masyarakat Indonesia menjunjung tinggi pluralisme, berbudaya, religius dan menjunjung tinggi nilai nilai etika 3). Indonesia menjadi pusat pendidikan, teknologi dan peradaban dunia 4). Masyarakat dan Aparatur Pemerintah yang bebas dari perilaku korupsi 5). Terbangunnya infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia 6). Indonesia menjadi negara yang mandiri dan negara yang paling berpengaruh di Asia Pasifik dan 7). Indonesia menjadi barometer pertumbuhan ekonomi dunia;

Apa yang dituliskan oleh Jokowi kemudian menjadi basis dari Visi Indonesia 2045 memang sangat ideal selaras dengan apa yang menjadi tujuan para Founding Fathers ketika mendirikan negara ini yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan upaya itu sudah dimulai sejak 79 tahun silam ketika Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaan.

Dahulu dimasa-masa awal kemerdekaan ketika Indonesia dihadapkan pada tantangan melambungnya harga-harga barang akibat inflasi dan blokade ekonomi oleh Belanda (NICA), para tokoh cendikiawan seperti Ir. Surachman, Ir. Darmawan Mangunkusumo, dr. A. K. Gani dan Muhammad Hatta ketika itu sudah melakukan serangkaian strategi untuk keluar dari persoalan tersebut diantaranya dengan meyakinkan dunia internasional untuk memberi pinjaman kepada negara, melakukan konferensi ekonomi dalam rangka menangani masalah ekonomi yang mendesak seperti masalah produksi, distribusi pangan, sandang serta status dan administrasi perkebunan. Dibentuknya Badan Perancang Ekonomi pada 19 Januari 1947 yang ditugasi untuk membuat rencana pembangunan ekonomi untuk 3 tahun. Lahan – lahan kosong di daerah Sumatera Timur seluas 281 ribu hektar diolah dan ditanami, begitu pula di daerah Jawa dilakukan intensifikasi dengan penanaman bibit unggul. Semua upaya tersebut dilakukan dengan satu tujuan yaitu mensejahterakan rakyat yang baru saja merdeka;

Demikian pula pasca kemerdekaan ditandai dengan kondisi hampir seluruh rakyat mengalami buta huruf yang mendorong Presiden ke-1 R.I Ir. Soekarno turun langsung dalam upaya pemberantasan buta aksara dengan mencanangkan program “Pemberantasan Buta Aksara (PBH) atau kursus ABC” pada 14 Maret 1948. Kemudian pada tahun 1960 Presiden Soekarno kembali mengeluarkan komando untuk menuntaskan buta huruf karena masih ada sekitar 40 % orang dewasa yang masih buta huruf, nanti pada sekitar tahun 1964 penduduk indonesia (usia 13-45 tahun) dinyatakan bebas buta huruf;

Selama kurang lebih 80 tahun para tokoh bangsa Indonesia silih berganti telah berupaya untuk menjalankan amanat UUD 1945  yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan harapan pada suatu saat dimasa yang akan datang Indonesia telah menjadi negara maju;

Singkat cerita kini di rezim Pemerintahan Jokowi estafet amanat itu berlanjut. Namun yang menjadi pertanyaan mendasar kita yaitu, apakah yang dilakukan pemerintah saat ini adalah merupakan keberlanjutan dari apa yang telah diperjuangkan oleh para tokoh terdahulu atau sebaliknya justru menjadi antitesa dari tujuan yang sudah digariskan oleh mereka ???? Apakah slogan keberlanjutan yang berulangkali digaungkan benar benar merupakan keberlanjutan ide dari yang telah final digagas oleh para founding fathers ??

Hal inilah yang menarik untuk kita cermati, apa relevansi antara sepak terjang pemerintah khususnya diperiode akhir ini yang masih senafas dengan tujuan negara untuk mensejahterakan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa;

  • Sumber Daya Manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli bangsa – bangsa lain di dunia

Sekilas potret SDM Indonesia. Dari segi jumlah, Indonesia masuk lima besar populasi dunia. Sensus penduduk tahun 2020 menunjukkan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 191 juta jiwa atau mencapai 70 persen dari total penduduk. Inilah yang kemudian disebut sebagai “bonus demografi” yaitu kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan penduduk non-produktif. Memang kondisi ini berpeluang menjadi keuntungan ketika berhasil dikelola menjadi generasi muda terdidik dan berkualitas;

Tapi faktanya, mayoritas “bonus demografi” ini didominasi lulusan SD dan SMP, sekitar 80 persen populasi dan hanya 6,4 persen yang mengenyam pendidikan tinggi. Dari segi kompetensi, skor PISA (Program for International Student Assessment) terakhir tahun 2018 menunjukkan siswa siswa sekolah malah mengalami penurunan skor di semua area, membaca, matematika dan sains.

Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) - komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per-kepala - menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Data yang dilaporkan oleh The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan di Indonesia masih terancam.

Kemudian Berdasarkan data BPS (Februari 2022), 39.10 persen tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh tamatan SD ke bawah, Tenaga kerja dengan pendidikan terakhir SMP 18,23 persen, SMA 18,23 persen dan SMK sebesar 11,95 persen. Tenaga kerja dengan pendidikan akhir diploma I/II/III dan universitas hanya sebesar 12,60 persen. Data ini menunjukkan bahwa SDM tenaga kerja Indonesia sebagian besar didominasi oleh mereka yang berketerampilan rendah yang mayoritas bekerja di sektor informal dengan upah rendah sehingga menghambat peningkatan kesejahteraan;

Bercermin dari potret buram tersebut, apa yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka meningkatkan SDM agar memiliki kecerdasan diatas rata-rata bangsa lain di dunia ?

Ternyata solusi pamungkas yang ditawarkan adalah Program KIP Kuliah dan Kartu Prakerja yang bersumber dari anggaran negara. Melalui KIP Kuliah, anak-anak dari keluarga miskin disediakan beasiswa yang mencakup biaya hidup dan uang kuliah untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi yang berkualitas sampai mereka lulus. Adapun Program Kartu Prakerja adalah program pengembangan kompetensi kerja yang ditujukan untuk pencari kerja, pekerja terkena PHK, dan/atau pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi.

Apakah solusi yang ditawarkan berupa KIP Kuliah dan Kartu Prakerja adalah peta jalan yang tepat untuk mewujudkan SDM Unggul ?? Jika dikelola dengan visi yang jelas, bertanggungjawab dan cara yang tepat tentunya tidak menjadi soal. Namun, faktanya tidak demikian, karena dilapangan begitu banyak persoalan yang melilit KIP Kuliah dan Kartu Prakerja ini. Jikalau seandainya KIP Kuliah itu efektif memberikan solusi kepada mahasiswa maka tentu tidak ada kasus mahasiswa yang terancam DO sekaligus terjerat hutang dari pinjaman online dan ini terjadi disalah satu Universitas ternama di Indonesia. Coba bayangkan seorang generasi penerus bangsa yang berjuang untuk masa depannya melalui bangku kuliah tapi malah harus membayar uang kuliah dengan cara meminjam dari “lintah darat online”. Lalu apa guna dari KIP Kuliah itu ?

Begitu pula Kartu Prakerja, hanya memberikan keuntungan kepada aplikator dan vendor penyedia platform dan penyelenggara pelatihan. Peran Pemerintah sangat minim, semuanya diserahkan kepada peserta untuk memilih pelatihan apa yang diinginkan padahal tidak semua pelatihan itu dibutuhkan oleh Industri. Pemerintah tidak memberikan arahan terkait Industri apa saja yang menjadi unggulan dan kurikulum pengajaran apa yang dibutuhkan. Bisa jadi mungkin niatnya baik tapi tidak di-drive dengan tepat bahkan terkesan hanya berbisnis dengan rakyat. Jikalau seandainya program Kartu Prakerja ini adalah solusi dari masalah sulitnya lapangan kerja maka tentu tingkat pengangguran di 2024 ini sudah relatif berkurang, tapi fakta tidak demikian, berdasarkan data BPS Februari 2014 jumlah pengangguran terbuka adalah 7,14 juta orang dan di Februari 2024 jumlah pengangguran 7,19 juta, alhasil sepuluh tahun rezim Jokowi berkuasa dari 2014 s.d 2024 angka pengangguran cenderung berjalan ditempat.

Kesimpulan yang diperoleh dari point ini bahwa apa yang dilakukan oleh rezim berkuasa saat ini tidak berkorelasi dengan tujuan meningkatkan kualitas SDM apalagi mau menyaingi kecerdasan bangsa lain didunia. Ibarat mimpi disiang bolong.

  • Masyarakat Indonesia menjunjung tinggi pluralisme, berbudaya, religius dan menjunjung tinggi nilai nilai etika

Betapa mudah tangan Jokowi menulis point ini. Kita berprasangka baik, mungkin maksud Jokowi bahwa kewajiban untuk menjunjung tinggi nilai nilai etika hanya berlaku bagi masyarakat Indonesia dan tidak berlaku bagi diri dan keluarganya selaku penguasa rezim karena fakta yang terjadi beberapa tahun terakhir ini malah berseberangan secara diametral dengan tulisan tangannya sendiri;

Jelas sekali bahwa upaya menjunjung tinggi nilai etika di-negasikan oleh Jokowi melalui tindakannya yang secara terang terangan maupun “bawah tanah” menyalahgunakan kekuasaan memanfaatkan fasilitas dan sumber daya negara untuk melakukan intervensi terhadap lembaga-lembaga negara dan partai politik demi memuluskan anak kandungnya menjadi salah satu peserta dalam kontestasi pilpres.

Apa yang dilakukan Jokowi akan dijadikan yurisprudensi dimasa yang akan datang oleh pemimpin pemimpin berikutnya baik di pusat maupun daerah. Mereka akan menolak segala upaya koreksi terhadap perilaku Nepotisme yang dipraktekkan, karena toh Jokowi selaku pemimpin tertinggi negara sudah memberikan contoh untuk itu. Apabila kondisi seperti ini dibiarkan dan rakyat yang minim literasi menganggap sebagai hal yang wajar, maka bisa dibayangkan kondisi apa yang akan terjadi di tahun 2045. Kekuasaan hanya berputar pada segelintir orang, keluarga dan kroni. Merit sistem tidak lagi digunakan untuk menguji kapasitas, kredibilitas dan etikabilitas calon penguasa, akhirnya kualitas demokrasi akan semakin terpuruk. Aturan yang berlaku dalam ruang ruang politik adalah hukum rimba meskipun tampak dari luar adalah aturan hukum. Yang kuat akan menindas yang lemah.

  • Indonesia menjadi pusat pendidikan, teknologi dan peradaban dunia

Persoalan terkait pendidikan di Indonesia adalah sebagaimana telah disinggung diatas bahwa siswa siswa sekolah mengalami penurunan kemampuan literasi (membaca), numerasi (matematika) dan sains. Lantas apa solusi yang ditawarkan oleh Pemerintah cq. Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) untuk mengatasi masalah ini ? Ya benar. Nadiem Makarim selaku menteri pendidikan menyatakan dengan tegas bahwa “obat” dari persoalan ini adalah dengan mengganti kurikulum, sebagaimana saat ini dikenal dengan Kurikulum Merdeka atau disingkat “Kurma”. Sekedar informasi bahwa sejak orde lama sampai saat ini pendidikan di Indonesia sudah 11 (sebelas) kali mengalami pergantian kurikulum, tapi faktanya tidak mampu meningkatkan kualitas pendidikan yang dibuktikan melalui PISA tersebut.

Padahal OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) - yang mengukur capaian pendidikan suatu negara melalui tes yang nama PISA - tidak pernah merekomendasikan penggantian kurikulum sebagai solusi. OECD Justru merekomendasikan Penguatan Kapasitas dan Kompetensi guru dan ternyata bukan itu yang menjadi prioritas Pemerintah.

Padahal kondisi guru saat ini sangat memprihatinkan, dipundak mereka dibebankan tanggungjawab berat untuk mendidik anak bangsa, tapi disisi lain kompetensi SDM mereka tidak pernah ditingkatkan apalagi masalah kesejahteraannya tidak pernah menjadi prioritas. Jangan heran banyak generasi muda yang enggan berprofesi sebagai guru dan yang sudah berprofesi sebagai guru juga tidak terdorong untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya sebagai guru. Bahkan pemerintah justru menjadikan guru sebagai tenaga kontrak melalui Program P3K yang setiap 5 (lima) tahun pikirannya akan dikacau mengenai kontrak akan diperpanjang atau tidak. Lebih parah lagi, ternyata masih banyak guru – guru di pelosok daerah terpencil yang sama sekali tidak digaji, padahal anggaran kementerian pendidikan setiap tahun selalu tersisa ratusan milyar. Sebuah paradoks yang memilukan di sebuah negara yang katanya bercita-cita menjadi pusat pendidikan, teknologi dan peradaban dunia.

  • Masyarakat dan Aparatur Pemerintah yang bebas dari perilaku korupsi

Sampai disini malah semakin lucu. Hampir seluruh media mainstream maupun yang non-mainstream, cetak maupun elektronik sepakat memberitakan hal yang sama bahwa korupsi di periode ke-2 rezim Jokowi semakin masif dan parah ditandai dengan Indeks Persepsi Korupsi yang semakin menurun drastis (berada pada point 34 dan peringkat 115 dari 180 negara pada tahun 2022) dengan kata lain kembali ke titik awal ketika Jokowi pertama kali menduduki bangku kepresidenan;

Apakah Jokowi punya komitmen untuk pemberantasan korupsi ? Berdasarkan apa yang diungkapkan Agus Rahardjo selaku mantan Ketua KPK periode 2015-2019 pada program Rosi di Kompas TV pada 30 November 2023 bahwa dirinya pernah diminta Jokowi untuk menghentikan pengusutan keterlibatan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu, Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP. Tentunya ini bukan sebuah pernyataan yang mengada-ada, bahkan sangat beresiko. Tapi ketika itu penyidikan tidak bisa dihentikan karena berdasarkan UU KPK lama tidak dikenal adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Setelah itu skenario pelemahan KPK berlangsung dan puncaknya ketika terjadi revisi Undang Undang KPK yang pada akhirnya menjadikan KPK tidak lagi menjadi lembaga independen melainkan sudah menjadi rumpun eksekutif perpanjangan tangan penguasa. Alih-alih mendukung pemberantasan korupsi, Jokowi ditengarai justru menjadi dalang pelemahan KPK.

  • Terbangunnya infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia

Faktanya anggaran negara sebagian besar tersedot habis untuk membiayai proyek mercusuar yang sama sekali tidak memiliki dampak signifikan terhadap pembangunan di  luar jawa, yaitu tidak lain adalah Pembangunan Ibukota Nusantara (IKN).

Bukankah yang dituliskan oleh Jokowi adalah pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh pelosok Indonesia ? Lalu kenapa diterjemahkan justru dengan pembangunan hanya satu Ibukota ? Apakah anggaran sebanyak 85 trilyun (dari 466 Trilyun yang direncanakan) tidak lebih bijaksana diberikan untuk mendorong percepatan pembangunan kota-kota yang ada di wilayah Sumatera, Kalimantan dan kawasan Timur Indonesia yang sarana dan prasarananya belum memadai bahkan masih sangat memprihatinkan. Sulit untuk dijelaskan dengan nalar yang sehat, apa motif dan urgensi dari pembangunan IKN. Jokowi menghendaki pemerataan infrastruktur di seluruh Indonesia namun mengalokasikan anggaran negara yang terbatas untuk pembangunan hanya dipusatkan pada satu tempat;

  • Indonesia menjadi negara yang mandiri dan negara yang paling berpengaruh di Asia Pasifik

Secara harfiah mandiri berarti keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Dalam konteks negara, mandiri berarti suatu negara dapat berdiri sendiri tidak bergantung pada negara lain dalam semua aspek baik politik, ekonomi, ideologi, energi, kebutuhan sandang dll. Negara dikatakan mandiri manakala tidak terbebani dengan hutang yang menghambat alokasi APBN untuk kegiatan produktif, mampu mengelola potensi sumber daya alam serta sumber daya energinya sendiri dengan berbekal kreativitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki.

Apakah syarat dan kondisi ini sudah dipenuhi Indonesia ? Tentunya belum. Per Juli 2024, hutang Indonesia sudah mencapai 8.500 T. Dimana hutang ini mayoritas berasal dari penerbitan Surat Berharga (SBN) sebesar 7.600 T sisanya berupa pinjaman 1.040 T. Demikian pula, Sumber Daya Alam yang merupakan aset negara 75 persennya dikuasai asing dan SDM yang kita miliki sebagaimana telah disinggung diatas didominasi oleh mereka yang berketerampilan rendah yang mayoritas bekerja di sektor informal dengan upah rendah.

Dari aspek ketersediaan sandang, menurut Bank Dunia saat ini harga beras di Indonesia adalah tertinggi di ASEAN mencapai 20 persen lebih mahal dari harga global. Kenapa beras di Indonesia jadi mahal ? sebabnya karena panjangnya rantai pasok, sulitnya petani memperoleh bibit dan pupuk serta banyaknya makelar perantara yang terlibat dalam rantai pasok beras. Bersamaan dengan itu terjadi pula kelangkaan stok beras yang ditengarai akibat faktor iklim, berkurangnya lahan pertanian dan akses pengairan menyebabkan pemerintah mengambil inisiatif untuk membuka kran impor yang sampai dengan Agustus 2024 sudah mengalami peningkatan hingga 121, 34 persen. Harga beras dipasaran mahal tapi ternyata juga tidak berkorelasi dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan petani.

Mahalnya harga beras dalam negeri berdampak serius bagi masyarakat. Lagi lagi Bank Dunia mencatat, saat ini hanya 31 persen penduduk Indonesia yang mampu mendapatkan makanan sehat lantaran sulit membeli makanan bergizi seperti daging, telur, ikan dan sayuran. Harga beras yang tinggi mempersulit konsumen miskin untuk membeli makanan bergizi. Padahal akses terhadap makanan bergizi bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali adalah syarat mutlak pembentukan Sumber Daya Manusia yang sehat, dan SDM yang sehat adalah modal awal membangun kemandirian bangsa.

Apakah mungkin ambisi untuk menjadi negara maju 2045 bisa tercapai disaat mayoritas rakyat justru mengalami kesulitan memperoleh makanan bergizi ? Apakah mungkin impian untuk menjadi negara yang mandiri bisa terwujud jika akses terhadap hak dasar berupa bahan pokok sampai dengan saat ini masih menjadi kendala ? Jokowi menuliskan point terkait “Indonesia menjadi negara Mandiri itu” diawal – awal masa pemerintahannya. Tapi apa yang sudah dilakukan selama hampir 1 dekade dalam rangka mengawal ide tersebut ? Apa yang sudah dilakukan oleh rezim Jokowi untuk mengendalikan rantai pasok bahan pangan, menjamin ketersediaan bibit dan pupuk serta mengupayakan kesejahteraan petani ? Jawabannya adalah Nihil.

  • Indonesia menjadi barometer pertumbuhan ekonomi dunia

Secara harfiah barometer adalah alat yang dipakai untuk mengukur tekanan udara, meramalkan keadaan cuaca dan mengetahui ketinggian suatu tempat dari permukaan laut. Selain itu juga dapat dimaknai sebagai tolok ukur, ukuran mengenai baik, buruk dan sebagainya. Adapun pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitatif change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan output perkapita;

Mengacu kepada narasi Indonesia menjadi barometer pertumbuhan ekonomi dunia, berarti diantara harapan yang diimpikan oleh Jokowi ketika itu adalah ekonomi Indonesia menjadi tolok ukur peningkatan produksi barang dan jasa yang dibutuhkan secara global. Sebenarnya dengan potensi besar yang dimiliki Indonesia berupa  kepemilikian Sumber Daya Alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang cukup besar, memang benar Indonesia bisa mempengaruhi tren ekonomi global. Pertanyaannya kemudian sejauh mana Sumber Daya Alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang cukup besar itu bisa di-drive menjadi sebuah aset untuk menjadi negara maju ?

Belajar dari pengalaman china - (maaf ini sedikit agak panjang, supaya faham relevansinya dimana) - yang dalam kurun waktu 50 tahun mampu bertransformasi dari negara miskin menjadi negara super power ke-2 setelah AS, diantara strategi yang diterapkan adalah membuat SEZ (Special Economic Zone) yaitu wilayah yang diberikan hak istimewa untuk melakukan kegiatan ekonomi secara bebas dan perdagangan internasional seperti di Shenzen, Shantou, Zhuhai dan Xiamen. Wilayah ini menjadi tempat perusahaan asing menanam modal dan membangun pabrik-pabrik dimana pemerintah memberikan fasilitas tenaga kerja yang berbiaya murah dan membangun infrastruktur berupa jalur kereta api, jalan raya, pelabuhan dan bandara yang saling terkoneksi dalam wilayah SEZ.

Kemudian china juga memberlakukan syarat yang ketat terhadap investasi asing yang masuk, investasi yang diterima china hanya berupa investasi dalam bentuk padat karya seperti pembuatan pabrik dan industri produksi, bukan hanya berupa penyaluran modal untuk dipinjamkan kepada pengusaha lokal sehingga investornya tidak mudah untuk menarik balik aset investasinya karena sudah berubah bentuk menjadi pabrik dan infrastruktur industri. 

Juga dalam melaksanakan usaha, investor asing diwajibkan untuk bekerjasama dengan perusahaan lokal dengan sistem Joint Venture, dimana perusahaan lokal berhak menjadi pemimpin proyek dan mendapatkan transfer ilmu dan teknologi untuk dipelajari. Inilah alasan sehingga china bisa menduplikasi teknologi yang sebelumnya hanya dikuasai oleh negara tertentu seperti komputer, peralatan elektronik, telekomunikasi bahkan militer dan perusahaan perusahaan lokalnya mampu memproduksi kembali barang barang tersebut dengan kualitas yang setara dengan produk AS, Jepang dan Eropa namun dengan harga yang jauh lebih murah.

Dalam bidang moneter, seiring dengan peningkatan industri lokal, sektor perbankan china terdampak imbas positif berupa penambahan likuiditas/modal dari tabungan perusahaan lokal yang semakin bertambah yang kemudian digunakan oleh Bank Sentral untuk melakukan pembelian surat utang AS sejak tahun 1995. Apa yang dilakukan oleh china terhadap AS ini ibarat “kuda troya”, meskipun AS memperoleh keuntungan berupa pinjaman uang dengan bunga rendah, karena untuk membeli obligasi AS, China harus menukar mata uang yuan ke dollar yang berdampak pada turunnya nilai mata uang yuan terhadap dollar. Selain itu AS mendapat keuntungan karena bisa membeli produk china dengan harga murah. 

Disisi lain, strategi ini ternyata membuat China memperoleh keuntungan berlipat ganda yaitu menjadi negara pemberi pinjaman terbesar kepada AS (mencapai $ 1 Trilyun) sekaligus produk produk china menguasai pasar global karena harganya yang sangat murah, akhirnya seluruh dunia tergantung pada produk china. Produk china juga semakin murah karena pemerintah china menghapuskan pajak berganda dan menerapkan PPN 0 % untuk produk yang diekspor ke luar china serta memberikan subsidi air dan listrik sebesar 30 % untuk kawasan industri, yang berdampak pada pengusaha semakin produktif dan berani menjual produk dengan harga yang lebih murah di pasar global. Akhirnya di tahun 2017 China menjadi negara eksportir terbesar di dunia.

Terakhir dari sisi konsumsi, sebagaimana diketahui china dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, dan potensi ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh china dengan menjadikan penduduknya sebagai pasar utama produk produk yang dihasilkan, sehingga industri lokalnya tidak perlu kuatir kehilangan konsumen karena seluruh rakyat china sudah lebih dari cukup untuk menjadi konsumen tunggal produk lokal yang dihasilkan.

Itu gambaran tentang pertumbuhan ekonomi negara china yang saat ini sudah menjadi barometer pertumbuhan ekonomi dunia. Nah sekarang bagaimana dengan Indonesia ? Apa upaya yang dilakukan pemerintah di negeri ini untuk mencapai tujuan menjadikan Indonesia barometer pertumbuhan ekonomi dunia ?

Apakah pemerintah sudah membangun beberapa wilayah industri yang terkoneksi ? Alih alih membuat wilayah Industri, justru Pemerintah membangun ibukota baru dari nol. Itupun bukan ditujukan untuk kegiatan industri seperti SEZ di china, tapi untuk birokrasi, lalu pertumbuhan apa yang mau diharapkan dari kebijakan seperti itu ?

Apakah pemerintah mampu mengarahkan investasi asing yang sifatnya padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja ? Faktanya investasi asing yang masuk hanya berupa pinjaman tidak terkecuali dari china yang dikembalikan berupa pokok hutang dan bunga dalam tenor yang sangat panjang;

Apakah pemerintah melakukan strategi membeli surat utang negara lain untuk dijadikan aset sebagaijmana china membeli surat utang AS ? Faktanya justru pemerintah Indonesia yang menerbitkan surat utang dan dibeli oleh pihak asing.

Apakah pemerintah sudah mengarahkan industri untuk memproduksi barang barang yang bernilai tambah untuk diekspor keluar negeri ? Faktanya pemerintah hanya gemar mengekspor Sumber Daya Alam dan bahan mentah ke luar dengan dalih hilirisasi seperti yang terjadi pada bijih nikel, lalu setelah diolah menjadi bahan jadi  dan bernilai tambah barulah pemerintah mengimpor kembali untuk dibeli oleh masyarakat dengan harga yang lebih mahal.

Terakhir apakah pemerintah sudah mengelaborasi antara keberlimpahan SDA dan besarnya jumlah penduduk dengan mendorong industri lokal menghasilkan produk dalam negeri yang bisa dijual dipasar lokal ? Faktanya Pemerintah tidak pernah memiliki keseriusan untuk mendorong munculnya produk dalam negeri untuk bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Begitu banyak produk lokal yang pernah dibuat semisal kendaraan mobil dan motor produk nasional tapi tidak laku dipasaran karena Pemerintah tidak memberikan perlindungan dan regulasi yang tegas untuk menjaga eksistensi produsen lokal;

  Itulah beberapa fakta yang perlu diungkap terkait dengan impian Indonesia 2015 – 2085. Impian yang begitu indah dalam tulisan tangan, tapi tidak berkorelasi dengan apa yang dilakukan.  Entah karena kesengajaan atau semata karena kebodohan penentu kebijakan dalam hal ini Jokowi selaku rezim berkuasa. Impian yang sulit menjelma menjadi cita-cita karena tidak didukung upaya diatas rel yang seharusnya;

Dengan fakta dan kondisi yang ada saat ini, sepertinya sulit bagi Indonesia untuk menuju visi Indonesia Emas 2045, karena syaratnya tidak terpenuhi dan tidak ada progress yang relevan untuk mencapai itu. Namun kita tetap optimis, akan hadir sosok pemimpin yang mampu menjadi leader mengarahkan sumber daya yang ada agar dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun