Masuknya starlink di Indonesia makin membuat persaingan dunia per-wifi-an meningkat. Sebagai konsumen, tentu saja, kami memilih yang terbaik. Baik dari segi kecepatan, baik dari segi kualitas, baik dari segi layanan, dan tentu saja baik dari segi harga. Termasuk wifi, kami memilih yang terbaik.
Realitas Kelas Menengah ke Bawah
Bagi masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah seperti kami, yang kadang masih mengandalkan wifi gratis di tempat kerja, bahkan hotspot teman di luar ruangan; keberadaan Starlink sepertinya tidak akan berdampak apa pun bagi kami.
Kami, masyarakat kelas menengah ke bawah, masih mengandalkan paket internet bulanan, yang kuotanya bisa kami sesuaikan dengan keadaan kantong kami. Selain paket internet bulanan, di rumah, kami juga memasang wifi.
Wifi di rumah kami unik. Kami memasang wifi bersama dua tetangga yang berdekatan. Waktu itu, saat pandemi, kebutuhan internet di dalam rumah sangat dibutuhkan. Tak lama, tetangga berinisiatif mengajak patungan memasang wifi.
Kebetulan sekali, teknisi jaringan wifi yang kami pasang tidak keberatan untuk membantu menghubungkan dan mengatur jaringan agar kecepatannya adil dan merata ke tiga rumah kami dengan masing-masing router yang kami siapkan.
Di negara berkembang, sepertinya Starlink tidak cocok untuk keperluan rumah pribadi masyarakat Indonesia.
Starlink yang logonya seperti Space X itu, yang dimiliki oleh Elon Musk, bagi kami cukup mahal. Kami tidak cocok membeli Starlink Elon Musk. Kenapa? Sebab harga paling murah yang ditawarkan, yakni paket untuk keluarga, perbulannya mencapai Rp.750.000. Harga itu belum termasuk alat utama, perangkat keras, yang seharga Rp.4.680.000. Mahal sekali.
Bagi kami, Rp.750.000 bisa buat banyak hal. Akan sangat boros kalau hanya dibayarkan untuk wifi satu bulan. Selain itu, kami sudah cukup puas dengan kinerja penyedia jaringan internet dan wifi yang ada di dalam negeri, khususnya daearah Kab. Bekasi tempat saya tinggal. Dengan harga yang relatif murah, tentu pilihan kami akan tetapi setia dengan pilihan penyedia internet kami sebelumnya.
Starlink: Solusi Desa Terpencil?