Mohon tunggu...
Muharrom Pasha
Muharrom Pasha Mohon Tunggu... Aktor - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Maslahah dalam Muamalah

24 Juni 2021   17:42 Diperbarui: 24 Juni 2021   17:43 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maslahah secara umum dapat diartikan sebagai kebaikan atau kesejahteraan dunia akhirat. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari Fiqh baik yang berhubungan dengan ibadah maupun kegiatan antar sesama manusia. KH Afifuddin Muhajir Rais Syuriyah PBNU mengungkapkan “fiqih ibadah adalah fiqih yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan-nya, sedangkan fiqih muamalah merupakan fiqih yang mengatur hubungan antarsesama manusia.” Begitulah dalam Islam semuanya diatur dengan begitu rapi dan tertata. Maka tidaklah tepat jika dikatakan urusan agama harus dipisahkan dari kehidupan kita. Sebab Islam mengatur apa yang menjadi kebutuhan dan kewajiban setiap muslim baik dalam hal urusan pribadi maupun yang berhubungan dengan orang lain.

Penerapan Maslahah dalam muamalah jauh lebih luas dibanding maslahah dalam ibadah karena pada fiqh ibadah biasanya sudah ada dalil yang menjelaskan ketentuan dan tata cara pengerjaannya baik dalam Al-Qur’an maupun hadits dan kemudian para ulama akan terus berijtihad bagaimana untuk menyempurnakan syariat itu. Namun dalam muamalah manusia secara umum bisa menalar bagaimana hukum suatu transaksi, karena pada prinsip muamalah atau (ekonomi syariah) maslahah menjadi urutan kedua setelah tauhid (ketuhanan) yang artinya bagaimana pun interaksi dalam muamalah itu adalah kegiatan yang tidak termasuk ibadah murni atau disebut dengan ibadah mahdhoh maupun yang bersifat dogmatik (ta’abbudi). karenanya inovasi dan kreasi sangat diterima dalam muamalah yang pada intinya semua kegiatan transaksi haruslah bermuara kepada maslahah dan maslahah ini harus memenuhi dua unsur yakni halalan (halal) dan tayyiban (memberikan manfaat dan tidak membawa kemudharatan).

Kegiatan transaksi syariah yang dianggap bermaslahah ini secara menyeluruh harus memenuhi unsur ketetapan tujuan syariah (maqashid syariah) yang terdiri dari lima unsur:

1. Menjaga agama (حفظ الدين)

2. Menjaga diri (حفظ النفس)

3. Menjaga akal (حفظ العقل)

4. Menjaga keturunan (حفظ النسل)

5. Menjaga harta (حفظ المال)

Lima unsur ini menjadi acuan dalam tranformasi atau perubahan dalam kegiatan ekonomi. Misalnya pada perkembangan digital di era globalisasi ini yang tentunya mempermudah segala aktivitas muamalah di setiap lini. Maka disinilah prinsip maslahah ini menjadi pembatas bagaimana cara atau metode transaksi yang sesuai dengan syariah karena kecanggihan teknologi ini tidaklah menjadi penghalang dalam muamalah akan tetapi jika dianggap bisa memberikan maslahah akan disesuaikan dengan Maqashid Syariah ini karena tujuan utama dalam muamalah (ekonomi syariah) itu adalah falah yakni kebahagiaan dunia akhirat yang artinya semua tidak ada yang dirugikan dan mendapatkan maslahah antar pihak yang bersangkutan.

Perkembangan teknonologi pada lembaga-lembaga keuangan dan perbankan adalah contoh pengembangan inovasi kreasi dalam muamalah sehingga memudahkan transaksi kapanpun dan dimanapun dengan menghadirkan berbagai produk yang semakin memudahkan nasabahnya dalam bertransaksi. Ini karena muamalah bisa dinalar oleh manusia dan sangat berbeda dengan ibadah yang sulit untuk ditemukan alasannya bahkan ulama sekalipun tidak menemukannya seperti contoh mengapa sholat subuh hanya dua rakaat? Dan mengapa sholat fardhu hanya lima waktu?. Jika dalam muamalah (ekonomi syariah) banyak pendapat para ulama yang alasannya masuk akal seperti intervensi harga oleh pemerintah diperlukan saat naiknya harga-harga di pasar (distorsi pasar) menurut ibnu taimiyah kelihatannya secara tekstual ini melanggar sabda Nabi Muhammad SAW yang tidak mau ikut campur dalam menentukan harga karena perbedaan masa dan permasalahannya. Contoh lain adalah dilarangnya melakukan penimbunan (ihtikar) dalam pandangan ibn khaldun dalam kitabnya Al Muqaddimah dengan alasan-alasan yang masuk akal dan jelas sangat merusak keadaan pasar yang berjalan normal begitu pula dengan berbagai larangan dalam muamalah dapat dijelakan oleh para ulama dan alasan-alasannya dapat diterima akal (logic) seperti riba, tadlis, gharar, maysir dan sebagainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun