Mohon tunggu...
Muharningsih
Muharningsih Mohon Tunggu... Guru - Pengurus IGI Kab. Gresik-Pengurus KOMNASDIK KAB. Gresik-Editor Jurnal Pendidikan WAHIDIN

Linguistik-Penelitian-Sastra-Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Para Wanita Jangan Takut Cut-Off Hubungan Tidak Sehat!

10 Maret 2024   22:07 Diperbarui: 11 Maret 2024   06:46 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 8 Maret dua hari lalu menjadi hari paling bersejarah bagi kaum hawa. Pasalnya hari tersebut didapuk sebagai Hari Perempuan Internasional (International Women's Day). Secara tersurat wanita di dunia telah diakui keberadaannya terkait keadilan di banyak hal. Emansipasi, kata yang pantas menempel pada sosok perempuan. Mengutip sejarah hari penting tersebut pada Kompas.com bahwa berawal dari demontrasi global di Amerika Serikat tahun 1857 bagi buruh perempuan hanya mendapat upah rendah. Merangkak ke tahun 1908 di New York City puluhan ribu buruh wanita mogok kerja. Penindasan dan kesenjangan yang dialami memicu perempuan untuk lebih vokal dan aktif menyuarakan perubahan. Pada 1909, Hari Perempuan Nasional untuk pertama kalinya diperingati di seluruh Amerika Serikat. Progres kampanyekan hak dan keadilan bagi wanita semakin deras. Hingga  Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1975 memperingati Hari Perempuan Internasional.

Lantas bagaimana pergerakan feminisme di negara kita tercinta, ingat R.A. Kartini? Pahlawan wanita asal Rembang yang membebaskan buta huruf di tanah air, utamanya bagi perempuan pribumi. Perjuangan yang gigih dilambangkan pada surat-surat dan berbagai tulisan. "Habis Gelap terbitlah terang" menjadi ikonik R.A Kartini. Cita-cita luhurnya supaya wanita Indonesia juga bisa seperti gadis Eropa mendapatkan pendidikan layak, tidak adanya pingitan di rumah, dan bisa menikah dengan orang yang dikenal.

Koneksi histori Hari Perempuan Internasional bersanding dengan sosok R.A. Kartini menyeret saya ke lembah renungan. Ujaran feminisme tidak boleh stagnan. Dunia semakin tua, umur semakin berlapis, untuk menggapai atau merdeka dari hegemoni laki-laki tidaklah mudah. Tapi, lihatlah saat ini, masih dijumpai wanita terbelenggu terhadap suatu hubungan. Baik hubungan secara pribadi maupun kolektif. R.A. Kartini dan atau para buruh wanita yang mogok kerja saat itu punyai tekat kuat. Siap hadapi risiko. Boleh jadi pengorbanan nyawa sudah dipersiapkan sedemikian rupa. Tidak ada kata penyesalan ketika bias gender dalam upaya perbaikan kesenjangan sosial.

Bicara kesenjangan sosial ataupun gender tidak luput dari peran maskulinitas dan feminisme. Keduanya sama-sama miliki tujuan yang kuat. Tetapi sebagai seorang wanita, saya terketuk untuk uraikan kenyataan yang mungkin saat ini dialami banyak perempuan. Salah satunya yaitu bagaimana mengambil sikap tegas tanpa rasa takut untuk cut-off dari hubungan yang tak sehat. Perlu diperhatikan jika cut off dalam suatu hubungan (afiliasi) memiliki arti memutuskan secara sepihak dengan seseorang.  Cut-off  terbagi menjadi tiga bagian.

  • Afiliasi pekerjaan

Lingkungan pekerjaan tidak akan habis untuk ditelisik. Perputaran tugas pokok dinas tidak lagi diindahkan bahkan cenderung diduakan. Sistem prosedural lebih memihak kepada yang punya dompet tebal,  sayangnya rata-rata yang bermain api adalah para lelaki. Meskipun tidak menutup kemungkinan perempuan juga ikut andil. Contoh hubungan pekerjaan yang tidak sehat lainnya yaitu ditemukan hak beserta kewajiban tak imbang. Pilih kasih terhadap sesama pegawai. Bahkan perundungan verbal, sosial, dan dunia maya sering dialami.

Contoh perilaku seperti yang sudah disebutkan tadi jika berkelanjutan, maka perlu pengambilan sikap. Resign dari tempat kerja, atau ajukan pengunduran dari bidang yang ditekuni. Jadilah wanita yang mampu melihat posisi diri, apakah  mendapat banyak dukungan dan keadilan atau malah sebaliknya. Sudah saatnya cut-off apabila keadaan semakin memburuk. Sah-sah saja seandainya akan terus bertahan, tapi kesehatan mental seorang wanita sangatlah sensitif. Hal ini bukan berarti merujuk pada kata menyerah, tapi harga diri sangat penting jika kondisi sudah tidak bisa ditolerir. Ingat satu hal, masuk dan diterima di tempat kerja dengan baik, maka ketika keluar tinggalkan pula kesan yang baik. Dengan begitu wanita tangguh bisa menatap masa depan lebih cemerlang di lingkungan baru. Bagi yang ditinggalkan pun tiada bekas gerutu.

Siapa yang tidak terlibat dalam percintaan? Hampir semua manusia menjalin afiliasi percintaan. Grafik naik turun perputaran gelora perjalanan asmara tidak selamanya mulus. Kerikil tajam menghantui. Kedudukan maskulitas dengan bahasa mentereng sang pelindung wanita terkadang abai. Sering juga terkesan sirna. Hegemoni pria menganggap jika perempuan tidak layak untuk ikut partisipasi di dunia kerja atau tatanan rumah tangga. Asumsinya bahwa perempuan adalah sosok tak berdaya yang mudah diakali.

Pergelutan batin wanita dengan posisi dibohongi, perselingkuhan, sampai mendapatkan kontrol berlebih dari pasangan. Sikap cemburu para laki-laki yang mengganggu aktivitas. Kurangnya dukungan karier, karena beranggapan bahwa laki-laki satu-satunya manusia super untuk dapat menaklukan segala pekerjaan di muka bumi. Tak sedikit para wanita diperlakukan kasar, dapati emosi tidak stabil dan meluap.  Perilaku semena-mena. Tak kalah deritanya terhadap kesehatan mental adalah egoisnya sang maskulinitas.

Pasangan susah diajak diskusi dengan kepala dingin. Luapan emosi tidak terkontrol bikin sakit hati si perempuan. Andai jalan keluar susah dibangun, alangkah baiknya sigap untuk bertindak. Tak lain dan tak bukan cut-off terhadap jalinan percintaan. Yakinlah jika saat dirimu keluar dari kungkungan kelabu bersama pasanganmu, ada titik terang minimal dalam hati dan pikiranmu sudah lega untuk ikhlas melepaskan diri dari duri asmara. 

Contoh hubungan atau afiliasi terhadap teman yang tidak sehat seperti diperlakukan saat kurangnya apresiasi, sikap manipulatif, dan kurangnya empati serta rasa hormat. Sudah tidak ada pengertian satu dengan lainnya. Pertemanan ini bisa merujuk semuanya gender. Jangan pernah sesali tinggalkan teman yang sudah sering merugikan kalian. teman bisa menjadi musuh dan menjadi kawan untuk mengisi kekurangan kita. Tapi perlu diingat jika teman sudah menusuk dari belakang, sudah saatnya layangkan cut-off kepadanya. Sekali lagi ketegasan seorang wanita sangatlah dianjurkan. Jauhkan rasa takut yang berlebih. Mantapkan hati untuk bilang ke teman "Maafkan untuk kali ini, kita tidak bisa bernegosiasi lagi, mohon untuk sementara waktu aku putuskan cut-off dari circle kita".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun