Mohon tunggu...
Muharningsih
Muharningsih Mohon Tunggu... Guru - Pengurus IGI Kab. Gresik-Pengurus KOMNASDIK KAB. Gresik-Editor Jurnal Pendidikan WAHIDIN

Linguistik-Penelitian-Sastra-Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kaulah Pahlawan Tanpa Gelar

9 November 2023   22:41 Diperbarui: 5 Desember 2023   16:41 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen karya siswa MUGEB 2017 (Dokpri)

Tok..tok.. Ibu mengetuk pintu. "Zahra bangun, Nak! Azan subuh sudah berlalu". Suara lembut ibu membuatku bergegas dari tempat tidur. Pelan-pelan ku buka mata. Ku lirik jarum jam sudah pukul 04.45. Ku ambil air wudu dan segera salat. Selang beberapa menit ku bantu ibu.

"Bahagia sekali kamu hari ini, Nak?" 

"Ibu tahukah jika hari ini kita memperingati hari pahlawan?" tanyaku penasaran. Sambil tangan ini mengupas bawang putih. 

"Iya, hari pahlawan jatuh pada tanggal 10 November, kita memperingatinya untuk mengenang jasa para pahlawan".

"Kenapa jasanya perlu dikenang? Memangnya siapa saja yang dapat dikatakan sebagai pahlawan?"

belum sempat ibu menjawab, ada suara dari seberang.

"Assalamualaikum, Zahra?" suara yang tak asing lagi di telingaku sudah menghampiri.

Ku jawab dengan penuh semangat " Waalaikumsalam, Pak Majid, maaf ya kalau lama menunggu Zahra". Sembari minta maaf, aku masuk ke dalam mobil. Pak Majid dengan keramahannya pun membalas kalimatku tadi, "Tidak apa-apa Zahra, saya barusan sampai dengan gang kok".

Sudah hampir tiga tahun ini, sejak aku kelas satu SD aku menggunakan fasilitas antar jemput sekolah.

Pak Majid, kiranya itulah sapaan akrab kami. Kesabaran beliau tak usang oleh waktu. Lelaki tua yang berumur hampir sama dengan kakekku itu sudah puluhan tahun mengabdi menjadi driver di sekolahku.

"Zahra, kamu kelihatan beda pagi ini?" Pak Majid buyarkan lamunanku. Aku sedikit bergumam, em..rasanya tidak ada yang beda di diriku.

"Beda apanya, pak?" timpalku. " Beda tapi keren lo, kenapa kamu pakai kebaya?" Begitulah perhatian Pak Majid kepadaku. "Oh, iya Pak, hari ini hari pahlawan para murid disuruh pakai baju daerah." 

Pak Majid manggut-manggut sambil tersenyum, "Kau tahu, dulu waktu kecil Bapak merasakan zaman peperangan". Antusiasku makin tumbuh ketika Pak Majid menceritakan dengan gamblang masa kecilnya dulu. Sekali lagi untuk memeastikan bahwa pak majid benar-benar mengalaminya, aku bertanya dengan wajah serius, "Perang merebut kemerdekaan Indonesia?" Dengan penuh percaya diri Pak Majid berseru, "Betul sekali, waktu itu umur Bapak masih 10 tahun. Dulu tidak ada sekolah seperti saat ini. Jadi kamu harus selalu bersyukur. Lihat bekas luka bapak ini (sambil menunjukkan lengan kanannya), waktu itu Bapak jatuh ketika mau ambil kayu bakar di hutan. Di luar hutan suara tembakan penjajah makin menjadi, mereka mencari para penduduk desa. Bapak lari sekencang mungkin, berharap penjajah tidak menemukan bapak".

Seru juga nih dapat cerita dari Pak Majid. "terus-terus, Pak, gimana kelanjutannya? jadi ketangkep gak?"

Pak Majid tersenyum mendengar ocehanku, sambil berkata "Jika ketangkep, tidak mungkin sekarang ini Bapak duduk di sebelahmu". "He,he,he iya-ya Pak, ah saya ini kok gak jelas banget!" Sepanjang rute perjalanan kami, Pak Majid masih saja enjoy dengan cerita kemerdekaannya. 

Tak terasa, kami sudah tiba di sekolah. "Alhamdulillah, sampai juga kita di sekolah, terima kasih banyak Pak sudah mengantar dan hati-hati di jalan ya!".

"Sama-sama Zahra, belajarlah yang rajin, jangan melawan guru dan patuhilah mereka!" 

Kondisi kelas sangatlah riuh. Para murid ribet dan ribut dengan baju daerahnya. Bu Nisa guru PKn mulai membuka pelajaran. "Anak-anak, perhatikan gambar yang telah Ibu bawa". Ku pandang sosok wanita di gambar itu. Bu Nisa melempar pertanyaan, "Siapa yang mengetahui gambar siapakah ini?" Serempak anak-anak merespon"R.A Kartini, Bu". "Wah, benar sekali anak-anak, semaunya sudah mengenal para pahlawan." Selanjutnya guru tersebut menginstruksikan kepada ketua kelas untuk emmbagikan selembar kertas pada masing-masing murid. Tugas tanggal 10 November itu diperintahkan untuk menuliskan sosok pahlawan versi setiap murid.

Mulailah jemariku menulis. 

Aku mulai mengerti, sejak beberapa tahun silam sampai saat ini aku bisa belajar di sekolah swasta favorit. Jika musim hujan datang, aku tidak pernah membawa payung. Aku terselamatkan dari hujan setidaknya selama perjalanan dari rumah ke sekolah. Saat kemarau tiba, aku pun tidak merasakan kepanasan. 

Bukan permasalahan kecukupan sarana bagiku, tapi perhatian yang tulus layaknya seorang ibu, ayah, kakak, bahkan kakek, ku dapatkan dari seseorang yang hampir setiap hari aku temui.  Bukan permasalahan jenis pekerjaannya, melainkan begitu berharganya profesinya itu. 

Aku mencoba menengok teman sebangku dan sekelilingku. Rata-rata mereka memilih mama atau papa atau seorang guru sebagai pahlawan. 

Beda bagiku. Mantap kembali ku tuliskan pada kertas itu.

Menurutku, sosok yang penuh kasih itu, selain orang tua dan guru. Ada sosok sejati yang begitu berarti dalam hidupku.

Itulah pahlawanku, seorang tua gesit berbadan kurus. Rambut beruban telah penuhi kepala. Sosok yang selalu ku nantikan pagi dan pulang sekolah. Dialah Pak Majid, driver atau sopir antar jemput sekolahku. 

Terima kasih pahlawanku, pahlawan sejatiku, pahlawan tanpa gelar,  jasamu akan selalu ku kenang.

****

Cerpen ini diambil dari kisah nyata. Hasil karya anak saya tahun 2017. Dimuat pada buletin sekolah "MUGEB". Sebagai persembahan memperingati hari pahlawan 2023. Sedikit diksi sudah melalui reviu saya. 

"Semangat Pahlawan untuk Masa Depan Bangsa dalam Memerangi Kemiskinan dan Kebodohan"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun